Setelah bertahun-tahun jatuh bangun merintis usaha, Moh. Hasin kini fokus mengembangkan satu bahan dasar dari daun kelor. Dia mengembangkan bisnis sekaligus edukasi pada masyarakat.
HELMI YAHYA, BANGKALAN, Bangkalan, Jawa Pos Radar Madura
SENGATAN terik matahari cukup terasa di Perumahan Darussalam, Desa Bilaporah, Kecamatan Socah, Minggu (24/8). Pada siang yang terik itu, Moh. Hasin menyambut ramah kedatangan Jawa Pos Radar Madura (JPRM).
Hasin mempersilakan duduk. Camilan khas dari biji buah dan daun kelor dihidangkan. ”Kalau mau dan berani coba, silakan diambil. Kalau tidak mau, tidak apa-apa,” ujarnya saat menyodorkan olahan biji daun kelor itu.
Sambil menikmati camilan, Hasin bercerita bahwa olahan tersebut mengandung berbagai nutrisi meski rasanya seperti kacang mete, ada rasa pahit dan manisnya. ”Semua orang yang berkunjung ke sini saya tawari camilan dan kalimat yang sama,” tutur Hasin.
Dia memulai minat bisnisnya tiga tahun lalu. Pertama, dia mencoba aneka bahan makanan. Yang paling berpeluang yaitu cabai besar. Dirinya sempat mengolah cabai jadi cabai bubuk. ”Petani kita mendapat harga murah jika hanya menjual cabai mentah. Tapi ketika berhasil mengolahnya, tentu harganya lebih mahal dan menguntungkan,” jelasnya.
Hasin menyadari kemampuan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) tidak sebanding. Lalu, dia mencari inovasi dan bahan olahan baru. Kemudian pada 2017, Hasin menemukan daun kelor.
”Saat itu saya cari semua referensi yang ada. Ternyata daun kelor adalah salah satu tumbuhan yang mendapat pengakuan dari World Health Organization (WHO),” ucap pria kelahiran 1986 itu.
Setelah beberapa bulan mempelajari daun kelor, dia mencoba bereksperimen. Harapannya, dapat menjadikan banyak produk dari olahan daun kelor. ”Daun kelor ini adalah berkah. Nutrisinya sangat banyak dan bisa diolah menjadi bahan apa pun,” jelas Hasin.
Alumnus Universitas Turnojoyo Madura (UTM) itu telah mencoba mengolah berbagai bahan produk dari daun kelor.Saat ini sudah ada sekitar 15 macam produk. Di antaranya, teh, kopi, tepung, mi basah, masker wajah, suplemen, serbuk makan, jamu, roti,dan lain-lain.
”Saya tidak pernah memastikan bahwa produk saya memiliki nutrisi tinggi. Tetapi, semua yang pernah mencoba selalu merasakan khasiatnya,” tuturnya.
Hasin mengakui menjual produk olahannya dengan harga yang cukup mahal. Perihal harga yang ditetapkan tidak berdasar pada bahannya saja. Tetapi, proses membentuk dan menjadikan produk yang harus lebih dihargai. ”Saya memang memasang harga tinggi karena target saya tidak hanya bisnis, tetapi menghargai proses,” ungkapnya.
Setiap hari Hasin mencari daun kelor. Sumber bahan daun kelor miliknya belum dapat diprediksi. Sebab, dia hanya memanfaatkan tumbuhan kelor seadanya. Setelah pulang membawa daun kelor, lalu dimasukkan ke ruang pengering. ”Saya menggunakan ruangan pengering ini agar lebih higienis. Kalau dijemur di luar ruangan, khawatir banyak debu dan bakteri yang menempel,” ulasnya.
Dalam menjalankan bisnisnya, Hasin juga memberikan edukasi. Baginya, menyadarkan masyarakat untuk memahami dan tidak mengentengkan suatu proses, itu sangat perlu. ”Banyak warga yang menyebut saya dan keluarga saya aneh karena setiap hari mencari dan membawa daun kelor masuk ke rumah,” terangnya.
”Saya ingin masyarakat lebih berkembang, bisa berinovasi, dan terus memberikan pengaruh kebaikan pada kehidupan sosial,” harap Hasin di akhir pembicaraan.