CUACA di Dusun Wa’duwak, Desa Banyupelle, Kecamatan Palengaan, Pamekasan, sangat panas kemarin (22/10). Kicau burung bersahutan. Dedaunan kering berjatuhan. Jalanan pun sepi.
Sisi kanan-kiri jalan penuh pepohonan. Sesekali angin menggoyang pohon dengan jumlah daun sangat jarang itu. RadarMadura.id ini melintas dengan pelan. Meski sepi, harus ekstrahati-hati. Jalan tidak diaspal. Bisa berbahaya.
Di antara pepohonan yang tumbuh, tersaji pemandangan memilukan. Rumah dengan dinding kayu berjejer. Sebagian terbuat dari gedek. Sangat jarang rumah bagus. Halamannya tanah. Setiap angin bertiup, debu beterbangan.
Rumah dari papan kayu itu tergolong bagus. Banyak rumah lebih parah. Rumah gedek bolong-bolong. Perekonomian warga mayoritas tidak mampu. Penghasilan setiap hari mengandalkan hasil pertanian dan buruh tani.
Salah satu rumah yang terbuat dari papan kayu berdiri tepat di pinggir jalan. Rumah tersebut menghadap selatan. Di depan rumah itu berdiri pohon tinggi bak tiang pancang. Sementara di belakang kosong. Gersang.
Perempuan paro baya terlihat keluar masuk. Perempuan itu mengenakan kebaya dan kerudung hanya menutupi sebagian kepala. Dialah Rohimah, 60. Dari rahimnya lahir sembilan anak.
Buah hati paling bungsu bernama Munawwir Ghazali. Lahir 14 tahun lalu. Remaja itu nyantri di Ponpes Baitur Rohmah, Desa Campor, Kecamatan Proppo. Meski dalam keterbatasan ekonomi, Munawwir tidak patah semangat belajar.
Dia tidak pernah minder dengan temannya yang secara ekonomi lebih mampu. Munawwir tidak menjadikan keterbatasan ekonomi sebagai sekat belajar. Alhasil, sejumlah prestasi berhasil digapai.
Santri kelas 2 madrasah tsanawiyah (MTs) itu menginspirasi santri lain yang kondisinya juga kurang mampu. Sejumlah wartawan di Kota Gerbang Salam memberikan apresiasi berwujud santunan.
Moh. Sudur selaku perwakilan jurnalis menyampaikan, kegiatan tersebut dalam rangka merayakan HSN 2019. Jurnalis ingin mengambil peran dalam kegiatan yang sangat luar biasa itu.
Sebelum menjatuhkan pilihan pada Munawwir, beberapa data santri berprestasi diinventarisasi. Setelah dikaji, remaja 14 tahun itu dinilai layak mendapat apresisasi. Sebab, dia bisa bertahan dan mampu berprestasi di tengah kondisi ekonomi orang tua yang serba kekurangan.
Ayahnya meninggal pada 2015. Ibunya mengais rezeki dengan menjadi buruh tani. Penghasilan yang diperoleh tidak seberapa. Tetapi, sang ibu selalu berpesan bahwa pendidikan sangat penting.
Apa pun akan dilakukan demi menyekolahkan anak-anaknya. Kegigihan ibu kandung Munawwir itu menjadi motivasi belajar. Dia tidak kenal lelah. Siang malam waktunya diisi dengan belajar.
Sudur berharap semangat Munawwir ditiru santri lain. Meski dalam keterbatasan ekonomi, spirit meraih prestasi harus tetap tinggi. ”Semangat belajarnya sangat tinggi. Patut diapresiasi,” katanya.
Rohimah mengucapkan terima kasih atas kepedulian wartawan. Santunan yang diberikan kuli tinta itu akan dimanfaatkan dengan baik. Khususnya untuk mendorong pendidikan anak bungsunya.
”Semoga diganti yang lebih besar oleh Allah,” ucapnya. ”Saya akan belajar lebih giat lagi,” kata Munawwir menimpali.