Usia KH. Moh. Khoiron Zaini relatif sangat muda. Namun keberaniannya mengubah lingkungan ke arah lebih baik bisa dikatakan sangat berani. Dengan menjadikan pemuda sebagai sasaran dakwah, Ra Khoiron memulai dakwah dengan meminta dukungan para tokoh bajing.
MAJELIS Pemuda Bersalawat At-Taufiq didirikan pada 2015. Saat itu usia Ra Khoiron masih 28 tahun. Pemuda yang menjadi salah satu pengasuh di Ponpes Miftahul Ulum Karangdurin tersebut merasa terpanggil untuk berdakwah ke kalangan pemuda. Pasalnya, kala itu pergaulan pemuda di sekitar dia tinggal sudah sangat mengkhawatirkan.
”Itu berangkat dari keprihatinan saya melihat lingkungan di sekitar saya. Terutama pemuda yang sudah terjebak lingkungan narkoba, mabuk-mabukan,” ungkap Ra Khoiron yang saat ini sudah berusia 34 tahun.
Pria yang masih tampak muda itu kemudian menceritakan awal mula Majelis Pemuda Bersalawat At-Taufiq berdiri. Keprihatinan Ra Khoiron terhadap lingkungan pesantren di Desa Tlambah, Kecamatan Karang Penang, Sampang, itu muncul 2014. Namun, saat itu dirinya belum berani mengungkapkan kepada orang lain. Keinginannya berdakwah kepada kalangan muda itu dia simpan dalam hati.
Ra Khoiron memiliki alasan kuat kenapa niatnya membentuk majelis tidak segera dia realisasikan pada tahun itu (2014). Ada dua alasan paling mendasar niat itu harus dia tunda. Pertama, belum memiliki formula yang tepat untuk berdakwah kepada kalangan pemuda. Kedua, karena dirinya belum menikah.
Ra Khoiron akhirnya memutuskan untuk kembali mondok guna mendapat formula yang tepat. Dia berharap dengan kembali menuntut ilmu agama bisa mendapat solusi dalam menjalankan niatnya. ”Waktu itu pada 2014 saya kembali mondok lagi di Yaman. Di pondoknya Habib Umar bin Hafidz di Darul Mustofa,” tutur putra almarhum KH. Zaini Soleh itu.
Sepulang dari Yaman, dia memiliki ide untuk mendirikan majelis. Namun, ide tersebut belum juga dia realisasikan. Statusnya yang masih lajang menjadi kendala untuk terjun berdakwah di tengah masyarakat. Dia khawatir kalau belum punya istri, hatinya masih goyah. ”Takut ada godaan ini itu,” ucap suami Nyai Afia Ghozali yang kini dikaruniai tiga buah hati dari pernikahannya itu.
Ra Khoiron mulai menjalankan niatnya setelah memiliki formula yang tepat dan memiliki pendamping hidup. Keinginan tersebut pertama dia ungkapkan kepada rekan sesama lora di sekitar Ponpes Miftahul Ulum Karangdurin. Awalnya mengumpulkan tokoh sekitar 10 orang. Mereka adalah tokoh pemuda dan lora pondok sekitar.
”Kami sharing. Kami diskusi, akhirnya saat itu saya sampaikan bahwa saya mau membuat majelis untuk kumpul-kumpul. Ternyata yang lain langsung sepakat,” ungkapnya mengenang bagaimana majelis pemuda bersalawat pertama didiskusikan pada awal 2015.
Saat itu pemuda dan para lora atau gus ini langsung mendiskusikan nama majelis yang akan dibentuk. Saat itu seluruh peserta diskusi sepakat memberi nama Majelis Pemuda Bersholawat. Belum ada kata At-Taufiq. Pemberian nama itu karena sasaran dakwahnya para pemuda. Karena pemuda merupakan masa depan Indonesia dan masa depan umat. ”Jika pemudanya bagus, insyaallah Indonesia akan lebih baik,” ungkap Ra Khoiron.
Setelah majelis terbentuk, Ra Khoiron menjalankan langkah berikutnya. Langkah kedua inilah yang bisa dikatakan sangat berani. Kala itu dia mendatangi para tokoh di empat kecamatan terdekat Ponpes Miftahul Ulum Karangdurin. Tiga kecamatan di Kabupaten Sampang. Yakni, Kecamatan Karang Penang, Robatal, dan Sokobanah. Sedangkan Kecamatan Palengaan masuk wilayah Kabupaten Pamekasan.
Ada 100 tokoh dari empat kecamatan yang diundang untuk hadir ke aula Ponpes Miftahul Ulum Karangdurin. ”Kata orang Madura tojing (tokoh bajing). Ya tokoh bajing atau tokoh blater. Basisnya bukan keagamaan,” ungkapnya.
Pada pertemuan yang dihadiri 100 tojing tersebut, Ra Khoiron menyampaikan maksudnya membentuk Majelis Pemuda Bersholawat. Dia juga menjelaskan majelis tersebut akan diisi kegiatan-kegiatan keagamaan. Selain melantunkan salawat, kegiatan lain berupa mauidhoh hasanah dan mendalami Al-Qur’an.
”Saya memberikan penawaran kepada mereka. Mereka setuju, nggak. Mereka mau, nggak. Karena yang bergerak di akar rumput pasti mereka. Otomatis kalau mereka oke, kita oke. Alhamdulillah gayung bersambut. Para tokoh sepakat dan malam itu langsung kita resmikan,” ucapnya mengenang pertemuan pada 22 Rajab 1436 Hijriah itu.
Kemudian, 4 Rajab 1436 Hijriah atau 22 April 2015 menjadi hari bersejarah bagi Majelis Pemuda Bersholawat. Kini nama majelis tersebut berganti nama menjadi Majelis At-Taufiq.
Ra Khoiron mengungkapkan alasan yang membuat dirinya berani masuk ke kalangan tojing. Menurut dia, dalam berdakwa harus benar-benar turun ke masyarakat. Sebab, kalau berdakwah dengan cara eksklusif, belum tentu diterima.
Kalangan tojing cenderung malu dan sungkan untuk bergabung dengan ulama. Namun, jika mereka dirangkul dan dilibatkan dalam majelis, mereka suka. Mereka senang karena merasa dibutuhkan.
Kiai kelahiran Mei 1987 itu bahkan tidak segan memasukkan para tojing dalam kepengurusan Majelis At-Taufiq. Banyak posisi yang diemban. Tidak hanya di bidang keamanan. Beberapa peran penting juga dipercayakan kepada mereka. Misalnya berkaitan properti saat pelaksanaan event Majelis At-Taufiq yang biasa dihadiri 5 ribu sampai 10 ribu jamaah. Mulai petugas keamanan, tim panggung, tim umbul-umbul, dan lain-lain.
”Dengan cara itu alhamdulillah banyak yang berubah. Sedikit demi sedikit perilaku mereka beralih lebih positif,” ungkapnya.