22.8 C
Madura
Tuesday, March 28, 2023

Peraturan Bebas Sampah Visual Warga Desa Kolor, Sumenep

Perbedaan pilihan dalam pemilihan umum (pemilu) kadang menjadi pemicu ketidakharmonisan antar warga. Banyaknya gambar figur yang merebut suara pemilih dianggap mengganggu kebersihan dan keindahan lingkungan.

MUSTAJI, Sumenep

DI tempat mana mata bisa bebas dari gambar calon legislatif (caleg) serta calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres)? Nyaris semua ruang ada ”penunggunya”. Siang dan malam. Dari jalan paling lebar hingga gang-gang kecil rumah penduduk. Mungkin hanya sebagian kecil yang terbebas dari gambar-gambar tersebut.

Satu dari sebagian kecil itu di RT 1, RW 6, Desa Kolor, Kecamatan Kota Sumenep. Di tempat ini warga sepakat agar lingkungannya bebas sampah visual. Mereka satu suara untuk menjaga lingkungan dari gambar caleg dan capres-cawapres.

Lokasi RT 1, RW 6, Desa Kolor berada di pusat kota. Sebelah barat, berbatasan langsung dengan Pasar Anom Baru. Sisi barat berbatasan dengan Kelurahan Pajagalan. Dipisahkan dengan Jalan Dr Cipto. Di sisi timur ada RSUD dr H Moh. Anwar. Di sisi selatan ada balai Desa Kolor dan lahan pertanian.

Masuk ke RT 1, RW 6 bisa lewat utara. Tidak jauh ke barat dari kantor Bupati Sumenep masuk ke selatan. Dari mulut jalan tersebut sudah ada pemandangan berbeda daripada tempat lain.

Di sepanjang jalan ini tidak tampak gambar caleg dan capres-cawapres. Bersih. Yang ada hanya papan penunjuk blok perumahan dan papan wajib lapor ketua RT bagi tamu.

”Saya sudah di rumah, Le’”, suara Ibnu Hajar di ujung telepon ketika RadarMadura.id berada di kantin DPRD Sumenep kemarin (20/3). Sebelumnya, RadarMadura.id memang sudah mengatur janji dengan RT 1, RW 6, Desa Kolor itu.

Baca Juga :  Layanan Ini Diklaim Lebih Cepat, Efisien, dan Bebas Calo

Segera JPRM meluncur ke rumah budayawan itu. Hanya sekitar dua kilometer dari kantor dewan. Secara umum, kondisi gang di RT 1 itu tidak berbeda dengan RT-RT lain. Hanya, di seluruh lorong jalan tidak tampak satu pun alat peraga kampanye (APK).

Berbeda dengan pemandangan di hampir semua tempat lain. Sangat mudah menemukan gambar caleg. Baik dalam bentuk banner, stiker, pamflet, dan lain-lain. ”Langsung masuk,” kata pria yang saat itu berkemeja putih di teras rumahnya.

Kami pun duduk di ruang tamu yang penuh rak buku itu. Ibnu menerangkan,  pemandangan yang tercipta di RT 1 yang dipimpinnya itu hasil kesepakatan bersama. RT 1 bebas dari sampah visual. Sampah visual yang dimaksud adalah gambar-gambar caleg dan capres-cawapres.

Peraturan RT 1 bebas dari sampah visual diterapkan Desember 2018. Peraturan tersebut sudah disepakati dan dijalankan oleh masyarakat setempat. ”Ide ini muncul dari rapat pengurus RT. Kemudian disosialisasikan ke masyarakat, dan alhamdulillah masyarakat menerima dengan baik,” tuturnya.

Awalnya, kata Ibnu, warga mempertanyakan alasan peraturan ini. Tapi begitu ada sosialisasi, mereka langsung menerima dan ikut menjalankan. ”Sekarang kalau ada yang pasang APK di sini langsung dicopot oleh warga,” jelasnya.

Peraturan ini dibuat bukan tanpa alasan. Harapan utamanya adalah menjaga kesatuan dan kekompakan masyarakat sendiri. Sebab, pesta demokrasi kerap membuat masyarakat terpecah. Dengan peraturan ini diharapkan tidak ada kecemburuan antara masyarakat karena tidak ada salah satu calon yang wajahnya dipasang.

Baca Juga :  Balaskan Dendam Masa Lalu kepada Santri

Sampai saat ini tidak ada satu pun pihak yang memprotes peraturan ini. ”Dari pihak timses tidak ada yang protes, dari masyarakat juga tidak ada, malahan sudah jadi peraturan bersama,” katanya.

Meski begitu, penerapan peraturan ini bukan tanpa halangan. Setelah peraturan ini diterapkan pada Desember lalu, beberapa timses caleg masih ada yang memasang banner caleg jagoan mereka. Tetapi, masyarakat bersama pengurus RT dengan sigap langsung menurunkan banner tersebut.

”Pernah beberapa kali masih ada banner yang terpasang. Tapi, siang dipasang, malam langsung dicopot sama warga,” ungkapnya. Obrolan siang itu berakhir bersamaan dengan habisnya teh manis di gelas.

Dari rumah Ibnu, RadarMadura.id menyempatkan berkeliling melihat jalan dan lorong RT 1 itu. Di dekat perempatan, di blok H, koran ini bertemu dengan Bardi, 37, warga setempat. Dalam bincang singkat dengan Bardi, diperoleh informasi bahwa apa yang disampaikan oleh Ibnu adalah benar adanya.

Awalnya Bardi juga mengaku aneh dengan peraturan tersebut. Tetapi akhirnya dia justru senang. Sebab dengan peraturan tersebut, tidak ada banner-banner gambar caleg yang memenuhi sudut-sudut jalan.

”Apalagi kadang ada yang pasang banner di atas jalan. Itu sangat mengganggu kalau bagi saya. Ada yang menempel di pagar rumah, di tiang listrik. Tapi dengan peraturan ini, semua dicabut. Sekarang tidak ada sama sekali. Bahkan yang biasanya di pintu tumah warga selalu ada, tahun ini tidak ada,” terang Bardi.

 

Perbedaan pilihan dalam pemilihan umum (pemilu) kadang menjadi pemicu ketidakharmonisan antar warga. Banyaknya gambar figur yang merebut suara pemilih dianggap mengganggu kebersihan dan keindahan lingkungan.

MUSTAJI, Sumenep

DI tempat mana mata bisa bebas dari gambar calon legislatif (caleg) serta calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres)? Nyaris semua ruang ada ”penunggunya”. Siang dan malam. Dari jalan paling lebar hingga gang-gang kecil rumah penduduk. Mungkin hanya sebagian kecil yang terbebas dari gambar-gambar tersebut.


Satu dari sebagian kecil itu di RT 1, RW 6, Desa Kolor, Kecamatan Kota Sumenep. Di tempat ini warga sepakat agar lingkungannya bebas sampah visual. Mereka satu suara untuk menjaga lingkungan dari gambar caleg dan capres-cawapres.

Lokasi RT 1, RW 6, Desa Kolor berada di pusat kota. Sebelah barat, berbatasan langsung dengan Pasar Anom Baru. Sisi barat berbatasan dengan Kelurahan Pajagalan. Dipisahkan dengan Jalan Dr Cipto. Di sisi timur ada RSUD dr H Moh. Anwar. Di sisi selatan ada balai Desa Kolor dan lahan pertanian.

Masuk ke RT 1, RW 6 bisa lewat utara. Tidak jauh ke barat dari kantor Bupati Sumenep masuk ke selatan. Dari mulut jalan tersebut sudah ada pemandangan berbeda daripada tempat lain.

Di sepanjang jalan ini tidak tampak gambar caleg dan capres-cawapres. Bersih. Yang ada hanya papan penunjuk blok perumahan dan papan wajib lapor ketua RT bagi tamu.

- Advertisement -

”Saya sudah di rumah, Le’”, suara Ibnu Hajar di ujung telepon ketika RadarMadura.id berada di kantin DPRD Sumenep kemarin (20/3). Sebelumnya, RadarMadura.id memang sudah mengatur janji dengan RT 1, RW 6, Desa Kolor itu.

Baca Juga :  Pendaftar Bacaleg Kosong Jelang Hari Terakhir

Segera JPRM meluncur ke rumah budayawan itu. Hanya sekitar dua kilometer dari kantor dewan. Secara umum, kondisi gang di RT 1 itu tidak berbeda dengan RT-RT lain. Hanya, di seluruh lorong jalan tidak tampak satu pun alat peraga kampanye (APK).

Berbeda dengan pemandangan di hampir semua tempat lain. Sangat mudah menemukan gambar caleg. Baik dalam bentuk banner, stiker, pamflet, dan lain-lain. ”Langsung masuk,” kata pria yang saat itu berkemeja putih di teras rumahnya.

Kami pun duduk di ruang tamu yang penuh rak buku itu. Ibnu menerangkan,  pemandangan yang tercipta di RT 1 yang dipimpinnya itu hasil kesepakatan bersama. RT 1 bebas dari sampah visual. Sampah visual yang dimaksud adalah gambar-gambar caleg dan capres-cawapres.

Peraturan RT 1 bebas dari sampah visual diterapkan Desember 2018. Peraturan tersebut sudah disepakati dan dijalankan oleh masyarakat setempat. ”Ide ini muncul dari rapat pengurus RT. Kemudian disosialisasikan ke masyarakat, dan alhamdulillah masyarakat menerima dengan baik,” tuturnya.

Awalnya, kata Ibnu, warga mempertanyakan alasan peraturan ini. Tapi begitu ada sosialisasi, mereka langsung menerima dan ikut menjalankan. ”Sekarang kalau ada yang pasang APK di sini langsung dicopot oleh warga,” jelasnya.

Peraturan ini dibuat bukan tanpa alasan. Harapan utamanya adalah menjaga kesatuan dan kekompakan masyarakat sendiri. Sebab, pesta demokrasi kerap membuat masyarakat terpecah. Dengan peraturan ini diharapkan tidak ada kecemburuan antara masyarakat karena tidak ada salah satu calon yang wajahnya dipasang.

Baca Juga :  Belajar Filsafat kepada KH. Syarqawi Dhofir (1)

Sampai saat ini tidak ada satu pun pihak yang memprotes peraturan ini. ”Dari pihak timses tidak ada yang protes, dari masyarakat juga tidak ada, malahan sudah jadi peraturan bersama,” katanya.

Meski begitu, penerapan peraturan ini bukan tanpa halangan. Setelah peraturan ini diterapkan pada Desember lalu, beberapa timses caleg masih ada yang memasang banner caleg jagoan mereka. Tetapi, masyarakat bersama pengurus RT dengan sigap langsung menurunkan banner tersebut.

”Pernah beberapa kali masih ada banner yang terpasang. Tapi, siang dipasang, malam langsung dicopot sama warga,” ungkapnya. Obrolan siang itu berakhir bersamaan dengan habisnya teh manis di gelas.

Dari rumah Ibnu, RadarMadura.id menyempatkan berkeliling melihat jalan dan lorong RT 1 itu. Di dekat perempatan, di blok H, koran ini bertemu dengan Bardi, 37, warga setempat. Dalam bincang singkat dengan Bardi, diperoleh informasi bahwa apa yang disampaikan oleh Ibnu adalah benar adanya.

Awalnya Bardi juga mengaku aneh dengan peraturan tersebut. Tetapi akhirnya dia justru senang. Sebab dengan peraturan tersebut, tidak ada banner-banner gambar caleg yang memenuhi sudut-sudut jalan.

”Apalagi kadang ada yang pasang banner di atas jalan. Itu sangat mengganggu kalau bagi saya. Ada yang menempel di pagar rumah, di tiang listrik. Tapi dengan peraturan ini, semua dicabut. Sekarang tidak ada sama sekali. Bahkan yang biasanya di pintu tumah warga selalu ada, tahun ini tidak ada,” terang Bardi.

 

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/