PAMEKASAN – Seseorang bisa merasa jenuh menjalani suatu aktivitas atau pekerjaan. Tetapi jika cinta sudah terpatri, semua itu akan hilang. Seperti Muhammad Amin alias Pak Tabri yang puluhan tahun menggeluti alat musik tradisional.
Kulit sawo matang lelaki itu sudah mulai keriput. Usianya 77 tahun. Tetapi saat menabuh alat musik seperti gendang, energinya seakan kembali pada masa remaja. Dia begitu lihai memainkan alat musik berbahan kulit sapi tersebut.
Ketipak ketipung suara gendang dan lenggak-lenggok kepalanya membuat orang-orang yang menyaksikan bisa tersihir. Suara yang dihasilkannya pun keras dan menggugah semangat.
Wajar bila dia mahir menabuh gendang. Sebab dia merupakan perajin alat musik tradisional itu. Sejak masih kanak-kanak dia mulai belajar membuat alat musik. ”Tahun 1945 ketika Indonesia baru merdeka, saya sudah belajar membuat alat musik gendang,” tutur Muhammad Amin alias Pak Tabri.
Saat masuk sekolah dasar, dia juga semakin rajin belajar membuat alat musik. Wajar di tubuhnya memang mengalir darah seni. Ayahnya dulu juga merupakan perajin alat-alat musik tradisional. ”Orang tua saya dulu memang perajin gendang,” tuturnya.
Jika orang tuanya hanya fokus pada alat musik gendang, dia mengembangkan pada alat musik lainnya. Seperti rebana, marawis, serta alat musik gamelan. Dia menciptakan alat musik saron, gong, dan yang lainnya.
Ada atau tidak ada pemesan, dia tetap merangkai setiap hari. Tujuannya, ketika datang pemesan, dia tinggal menunjukkan barang-barang siap dijual. ”Kalau bikin setelah ada pemesan kan susah. Apalagi kalau orang tersebut memesan alat musik gong,” jelasnya.
Dari sekian alat musik yang dibuat, gong paling sulit. Sebab alat musik terbuat dari leburan logam itu sulit menghasilkan bunyi. Bahkan terkadang, butuh waktu hingga berbulan-bulan agar gong bisa menghasilkan suara. ”Kalaupun bentuknya sama, suaranya belum tentu sama. Semua perajin mengalami hal yang sama dengan saya,” tegasnya.
Dia suka alat musik gamelan karena mengikuti jejak Sunan Kalijaga yang berdakwah secara kebudayaan. Dengan mencipta alat musik gamelan, secara otomatis mempermudah cara dakwah tradisional itu. ”Kalau kita mengikuti para wali Allah, insya Allah dapat barokah,” harapnya.
Menjadi perajin alat musik tradisional tidak selamanya menyenangkan. Terkadang alat-alat musik tersebut tidak laku. Ketika hendak menciptakan alat musik juga tak jarang terkendala biaya.
Sebab semua alat yang dibikinnya harus pesan terlebih dahulu. Mulai dari kayu, kulit, dan alat-alat lainnya. Dia pun harus pinjam modal kepada orang lain. ”Kalau ada yang pesan, kadang saya pinjam modal ke saudara,” katanya.
Dia mengaku dua kali mengajukan bantuan ke pemkab. Tetapi sampai sekarang tidak ada kabar. Pak Tabri pun pasrah mendapatkan bantuan atau tidak. ”Yang namanya rezeki itu Allah yang ngatur. Saya hanya berusaha,” tambahnya.
Tak banyak orang yang berprofesi sebagai perajin alat tradisional. Bahkan menurut Pak Tabri, hanya dia satu-satunya yang saat ini membuat alat gamelan di Pamekasan. Karena itu, kelompok-kelompok musik tradisional pun memesan kepadanya.
Pemesan tidak hanya dari Pamekasan. Terkadang ada dari Bangkalan, Sampang, dan Sumenep. ”Ada juga yang pesan dari Kalimantan,” katanya.
Meski penghasilan tidak banyak, tetapi dia pantang menyerah. Hobi dan cinta menjadi penguat untuk tetap berkarya. Apalagi keahlian membuat alat musik jarang dimiliki oleh orang lain. ”Saya berharap ada generasi muda yang juga cinta kepada alat-alat musik tradisional ini. Jika tidak ada perajinnya, alat musik ini akan punah,” pungkasnya.