Mayoritas pria Madura memiliki peci hitam. Penutup kepala itu kerap digunakan dalam aktivitas sehari-hari. Baik pada acara formal maupun nonformal. Peluang itu dimanfaatkan pengurus Ponpes Darul Aitam untuk membuka usaha.
FADIL, Sampang, Jawa Pos Radar Madura
PONDOK Pesantren (Ponpes) Darul Aitam berada di Dusun Karang Bistah, Desa Tlambah, Kecamatan Karang Penang, Sampang. Lembaga pendidikan Islam itu tidak hanya mengajarkan ilmu keagamaan kepada santri.
Dalam beberapa tahun terakhir juga mulai membuka usaha. Salah satunya dengan memproduksi peci atau songkok nasional. Tujuan utama adalah membantu keuangan ponpes serta memberdayakan alumni dan warga sekitar pondok.
Jawa Pos Radar Madura (JPRM) berkesempatan mewawancarai Sekretaris Ponpes Darul Aitam Habibullah Salim, Sabtu (18/2). Dia menceritakan bagaimana perjuangan memulai usaha pembuatan peci tersebut.
Keinginan membuat peci berawal saat di pondoknya ada pelatihan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim). Saat itu sejumlah siswa SMK menjadi siswa binaan. Tapi, program tersebut tidak berkembang. ”Itu generasi pertama yang menekuni usaha ini,” jelasnya Sabtu (18/2).
Pada 2019, dirinya berusaha untuk mengembangkan. Yakni, dengan menggaet alumni ponpes supaya mengikuti pelatihan. Pihaknya juga membuka cabang di Kabupaten Pamekasan. ”Tapi, setelah saya lihat, perkembangannya lamban,” kenangnya.
Meski demikian, pihaknya terus berupaya agar usaha pembuatan peci itu terus berlanjut. Usahanya tersebut ternyata tidak sia-sia. Pada 2021, pembuatan peci digalakkan lagi. Alumni ponpes diminta untuk lebih serius. Sebab, tujuan pengembangan usaha itu untuk ponpes.
Menurut Habibullah, terdapat 15 orang yang dilibatkan dalam usaha tersebut. Mereka dari alumni dan santri. Pihaknya kemudian menyiapkan dana Rp 50 juta sebagai modal. Sejak saat itu, usaha yang dimulai dengan kerja keras tersebut mulai menghasilkan.
Pada awal-awal produksi, bahan yang digunakan kurang bagus. Tapi, saat ini produk yang dihasilkan kualitas nasional. ”Jadi, dari hasil pembuatan peci bisa membantu keuangan pesantren. Omzet tiap bulan Rp 30 juta,” syukurnya.
Menurut Habibullah, potensi usaha pembuatan peci sangat besar. Sebab, pangsa pasarnya sudah jelas. Orang Madura mayoritas memakai peci. ”Rata-rata pria Madura itu memakai songkok, bahkan nasional,” ungkapnya.
Habibullah mengatakan, tidak semua usaha selamanya berjalan mulus. Saat ini pihaknya masih sering menemui kendala. Produksinya kalah cepat dengan yang lain. Alasannya, penyediaan bahan mentah lambat. Selain itu, tenaga kerja masih sedikit.
Kesulitan lain dari pembuatan songkok soal ukuran. Sebab, ukuran kepala orang tidak sama. ”Jadi setelah kami buat ukuran 5, ternyata peminat cari ukuran 6, sedangkan bahan mentah terbatas,” keluhnya.
Pihaknya berkeinginan untuk menambah pekerja. Karena saat ini sudah menjadi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pihaknya ingin melibatkan warga sekitar. Selama ini hanya melibatkan alumni dan santri.
”Keinginan kami, pesantren harus punya produk untuk menambah penghasilan. Kita dukung dari hasil penjualan peci walaupun tidak seberapa. Tapi, setidaknya ada sumbangsih,” ucapnya. (*/han)