Cita-cita masa kecil ingin jadi polisi wanita (Polwan). Setelah lulus kuliah justru menjadi ”polisi bahasa”. Lalu, Dwi Laily Sukmawati menikah dengan anggota Polri, maka jadilah sebagai anggota Bhayangkari.
KISAH itu diceritakan Dwi Laily Sukmawati kepada Jawa Pos Radar Madura (JPRM) pada Jumat (13/8). Perempuan kelahiran Sampang, 10 Oktober 1982, itu sedang berbunga-bunga. Sebab, pada Jumat kedua Agustus 2021, dia baru menerima piagam penghargaan dari Kepala Balai Bahasa Jawa Timur (BBJT) Asrif.
Penerjemah ahli madya di BBJT itu diganjar penghargaan sebagai pegawai terbaik 2021. Dikutip dari akun resmi Facebook BBJT, penetapan pegawai terbaik itu didasarkan pada hasil penilaian dalam aplikasi GESIT yang kembangkan oleh Sekretariat Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Penghargaan tersebut diharapkan berdampak positif dalam peningkatan dedikasi dan kinerja seluruh pegawai BBJT.
Lely, begitu biasa disapa, mengaku tidak ada kaitan sama sekali antara pekerjaan sekarang dan cita-cita masa kecil. Sebab, sejak kecil alumnus SDN Bugih 5, Pamekasan, itu ingin sekali menjadi Polwan. Sama saat memilih jurusan semasa kuliah. Setelah lulus SMAN 3 Pamekasan, dia ingin mendaftar di FBS Unesa jurusan bahasa Inggris, justru diterima di jurusan Pendidikan Bahasa Jerman Unesa. Sedangkan S-2 linguistik diselesaikan di FIB Unair.
”Aneh, tapi nyata….hahaha. Justru melalui jurusan ini, akhirnya saya bisa masuk JTV dan diterima di Balai Bahasa Jatim 2006,” tutur lulusan SMPN 3 Pamekasan itu.
Sejak kuliah di fakultas bahasa dan seni, saya menggeluti kebahasaan. Semenjak itu, pembahasan tentang bahasa, pendidikan, dan budaya sudah mulai terbiasa didengar dan dikerjakan.
Awal bekerja di BBPJT 2006 sebagai tenaga teknis. Kemudian, pada 2011 hingga sekarang masuk dalam jabatan fungsional penerjemah di bawah Sekretariat Negara. Sekarang bernama Sekretariat Kabinet.
Menurut dia, sejak bergelut dengan pekerjaan penerjemahan, semakin nyata produk kerja yang dihasilkan dan produk itu bermanfaat bagi masyarakat. Misalnya, terjemahan puisi, cerpen, berita, cerita anak, artikel, lema kamus, dan lain-lain.
Perempuan 39 tahun itu menjelaskan, pada 2021, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa memiliki inovasi baru dengan mengembangkan sebuah aplikasi GESIT (Gerbang Elektronik Sistem Informasi Terpadu). Aplikasi ini untuk memberikan penilaian terhadap kinerja pegawai di lingkungan badan bahasa/balai/dan kantor se-Indonesia. Aspek yang dinilai selain sistem kinerja pegawai (SKP), daftar kehadiran, termasuk penilaian antarteman dalam satu instansi.
Dari hasil tiga penilaian inilah, akhirnya ditentukan pegawai terbaik yang memiliki tiga kriteria. Yakni, dapat bekerja sama dengan baik dalam tim kerja, memiliki inisiatif, dan inovatif dalam bekerja, serta visioner.
Cita-cita Lely untuk menjadi Polwan memang tidak terwujud. Namun, setahun sebelum menjadi pegawai BBJT, dia menjadi anggota Bhayangkari. Sebab, pada 2005 dia menikah dengan Aipda Pujianto. Kini dia bertugas di Satsabhara Polresta Sidoarjo.
Dari pernikahannya itu, dia dikaruniai dua buah hati. Ranti Nur Syahira sudah SMA. Sedangkan Panca Satria Lesmana masih SD. ”Iyes, betul (gagal jadi Polwan, tapi justru berhasil jadi Bhayangkari). Kata bapak, tetap jadi caba meski bukan Polwan calon Bhayangkari,” katanya.
Banyak pekerjaaan yang telah dia jalani. Antara lain, penerjemah dan pewara berbahasa Madura di JTV, penerjemah dan pewara bebahasa Madura di TVRI, serta tenaga fungsional penerjemah ahli madya BBJT. Lalu, ahli bahasa di kepolisian dan KPK terkait penggunaan bahasa, koordinator humas BBPJT 2008–2020 serta pemimpin redaksi majalah berbahasa Madura Jokotole sampai sekarang. Selain itu, Tim Penyusun Kamus Bahasa Madura terbitan BBPJT, Tim Penyusun Tata Baku Bahasa Madura terbitan BBPJT, dan Tim Penyusun Cerita Rakyat Madura terbitan BBPJT.