Pemerintah dituntut bekerja keras untuk mengentaskan kemiskinan. Mayoritas warga Dusun Wa’duwak tidur di rumah gedek. Ironisnya, kebanyakan dari mereka berstatus janda tua.
PRENGKI WIRANANDA, Pamekasan
RINTIK hujan membasahi bumi Dusun Wa’duwak, Desa Banyupelle, Kecamatan Palengaan, Kamis (14/2). Perempuan tua bergegas mengambil pakaian yang dijemur. Sementara, anak-anak riang menyambut hujan turun.
Dusun yang berada di perbatasan dengan Kecamatan Proppo itu teduh. Sisi kanan dan kiri jalan dipenuhi tumbuhan. Padi menghijau dan kicauan burung menambah keindahan pemandangan.
Di sepanjang jalan, sulit ditemukan rumah bangunan. Nyaris semua terbuat dari tabing (gedek) berukuran kecil. Warga yang lalu lalang di halaman rumahnya rata-rata perempuan tua sekitar usia 50 tahun ke atas.
Padi menyesaki hampir seluruh petak sawah. Masuk ke rumah penduduk, masih sebagian yang dipaving. Akibatnya, jalan yang dilalui warga licin lantaran terkena hujan secara intens sejak beberapa waktu lalu.
Tokoh masyarakat Dusun Wa’duwak Achmad Suhairi mengatakan, kondisi perekonomian warga menengah ke bawah. Jika lebih detail diklasifikasi, lebih banyak yang tergolong miskin.
Rumah yang ditempati warga rata-rata dari tabing. Bahkan, tidak jarang gedek yang digunakan kondisinya buruk. Warga di dusun tersebut mayoritas janda tua. Salah satunya Limayyah, 49.
Jumlah daftar pemilih tetap (DPT) Dusun Wakduwak pada Pilkades 2019 sebanyak 1.070. Berdasar data buku induk penduduk (BIP), jumlah penduduk Dusun Wa’duwak 355 kepala keluarga (KK) atau 1.137 jiwa. Terdiri atas 519 laki-laki dan 618 perempuan. Dari 618 perempuan itu, 135 di antaranya berstatus janda dan masuk kategori miskin.
Mereka ditinggal meninggal suaminya. Akibatnya, dalam menyambung hidup, harus berjuang sendirian. Pekerjaan yang dilakoni biasanya jadi buruh tani. Selain bertani, mereka juga jadi kuli tani.
Pendapatan dalam sebulan tidak menentu. Belum tentu mereka memperoleh Rp 100 ribu sebulan dari hasil kerjanya. ”Kalau ada warga yang lebih mampu (secara ekonomi, Red), biasanya saling bantu,” katanya saat berbincang dengan RadarMadura.id.
Kondisi tersebut juga dibenarkan Saiful Bahri, tokoh muda di Desa Banyupelle. Menurut dia, kondisi perekonomian warga di dusun tersebut sangat miris. Rata-rata menengah ke bawah.
Ironisnya, jarang mendapat sentuhan bantuan dari pemerintah. Sebab, warga miskin itu tidak terdata. ”Kasihan, meskipun warga miskin tetapi tidak terdata oleh pemerintah, ya tidak dapat bantuan,” katanya.
Saiful menyampaikan, seharusnya pemerintah melakukan pendataan. Kemudian, janda tua itu diberi pembinaan untuk berwirausaha. Dengan demikian, perekonomian mereka berjalan baik.
Kepala Dinsos Pamekasan Syaiful Anam mengatakan, bantuan dari pemerintah harus mengacu pada basis data terpadu (BDT) Kementerian Sosial (Kemensos). Bantuan harus diberikan kepada warga yang tercantum dalam data tersebut.
Pemerintah daerah tidak melakukan pendataan warga miskin. Tetapi, hanya menggunakan data yang tercantum dalam BDT tersebut. Dengan demikian, tidak bisa serta merta memberikan bantuan kepada warga meskipun tergolong miskin sebelum dicek di BDT.
Jika tidak tercantum dalam BDT, bantuan tidak bisa diberikan. Pemerintah bisa salah di mata hukum jika memberikan bantuan kepada warga yang tidak tercantum dalam basis data tersebut. ”Kami hanya pengguna data,” tandasnya.