Bekerja sebagai petugas pemulasaraan jenazah tidak mudah. Apalagi harus berhadapan dengan jenazah korban Covid-19. Namun, dukungan keluarga dan lingkungan serta niat ibadah meneguhkan hati Sugiyanto.
JUPRI, Bangkalan, Jawa Pos Radar Madura
KEBANYAKAN orang memilih menjauhi orang-orang yang terpapar Covid-19. Namun karena tuntutan profesi, ada yang harus bersinggungan langsung dengan korban keganasan korona. Seperti perawat, dokter, dan petugas pemulasaraan jenazah.
Dalam melaksanakan tugas, tim pemulasaraan harus memenuhi standar operasional prosedur (SOP) yang ditetapkan pemerintah. Salah satunya menggunakan alat pelindung diri (APD) level tiga agar tidak terpapar virus.
Salah seorang yang memiliki risiko besar karena menangani jenazah adalah Sugiyanto. Dalam lonjakan kasus Covid-19 saat ini, pria asal Desa/Kecamatan Socah tersebut setiap hari memandikan jenazah pasien RSUD Syamrabu Bangkalan. Mereka mengembuskan napas karena terpapar virus yang kali pertama muncul di Wuhan, Tiongkok.
Yanto menyadari pekerjaannya sangat berisiko. Bahkan, bisa mengancam keselamatannya. Namun dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes), potesi terpapar Covid-19 sangat kecil. ”Tugas kami memandikan, mengafani, dan menyalatkan. Lalu, mengantarkan jenazah Covid-19,” jelasnya pada Jawa Pos Radar Madura (JPRM), Kamis (10/6).
Meski bersinggungan langsung dengan jenazah korban Covid-19, Yanto tidak pernah dikucilkan di lingkungannya. Dia justru sering ditanya masyarakat tentang Covid-19. Dengan begitu, secara tidak langsung dia turut mengedukasi masyarakat.
Dia mengatakan, proses pemulasaraan jenazah korban Covid-19 menerapkan syariat Islam. Khusus bagi mereka yang beragama Islam. Hal itu sebagai amanat Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) 18/2020 tentang Pedoman Pengurusan Jenazah Muslim yang Terinfeksi Covid-19.
Bahkan, untuk menjamin proses pemulasaraan sesuai syariat Islam, pihaknya melibatkan perwakilan keluarga. Sementara anggota keluarga yang lain dapat memantau dari monitor CCTV di ruang berbeda. ”Yang boleh ikut pemulasaraan itu muhrimnya,” tutur bapak tiga anak tersebut.
Yanto memiliki sembilan anak buah. Mereka terbagi dalam dua tim. Lonjakan kasus seperti saat ini membuatnya harus mengurangi waktu untuk berkumpul bersama keluarga di rumah. Meski begitu, anak dan istrinya tidak pernah mengeluh.
Keluarganya justru memberikan dukungan dalam menjalankan tugas sebagai pemulasara jenazah. Istri dan ketiga buah hatinya memahami pekerjaannya itu juga bernilai ibadah. ”Secara psikologis cukup berat bagi keluarga karena penuh risiko. Tetapi mereka memahami,” sambungnya.
Yanto mengungkapkan, tidak ada perlakuan khusus dalam memandikan jenazah pasien Covid-19 jenazah lain. Yang membedakan hanya proses pemulasaraan. Sebab, harus menggunakan APD. Yanto mengaku penggunaan APD membuat petugas gerah dan cepat berkeringat.
”Menggunakan APD itu menguras tenaga. Makanya teman-teman sering lemas. Kalau itu terjadi, kami kadang istirahat dulu,” ujar kepala ruangan pemulasaraan jenazah RSUD Syamrabu tersebut.
Yanto bukan orang baru di ruang jenazah. Dia sudah 29 tahun bekerja sebagai pemulasara jenazah di RSUD Syamrabu. Tugasnya menangani jenazah semakin meningkat sejak coronavirus disease 2019 (Covid-19) menggila di Bangkalan.
Lonjakan kasus Covid-19 yang banyak menyebabkan pasien meninggal terjadi Sabtu (4/6). Hari itu tujuh jenazah mengantre untuk dimandikan. Sebab, pasien Covid-19 itu meninggal hampir bersamaan.
Saat itu upaya penanganan jenazah tidak berjalan lancar. Karena ada keluarga pasien yang sempat menentang proses memandikan jenazah sesuai dengan protokol Covid-19. Tetapi setelah dilakukan pendekatan persuasif, akhirnya menerima.
”Untuk menyucikan paling hanya butuh waktu 1 jam sampai dengan selesai disalati. Tapi waktu itu keluaganya sempat tidak mau,” katanya.
Saat terjadi lonjakan seperti akhir pekan lalu, pemulasaraan jenazah dilakukan secara bergantian. Setiap tim yang terdiri atas 4-5 orang menangani satu jenazah. Sementara tim lain istirahat. Itu dilakukan untuk pengembalian kondisi fisik mereka agar tidak drop.
Selain Sabtu (5/6), pemulasaraan jenazah pasien Covid-19 yang antre juga terjadi Kamis petang (10/6). Hari itu terdapat tiga pasien Covid-19 yang secara bergantian dilakukan pemulasaraan oleh tim. Setelah selesai, dilanjutkan dengan mengantarkan jenazah ke tempat pemakaman yang telah diurus oleh keluarga masing-masing.
Sementara itu, Kabid Pelayanan Penunjang RSUD Syamrabu Syaiful Rosi mengutarakan, tidak ada pembiayaan yang dibebankan kepada keluarga pasien Covid-19 yang meninggal. Semua biaya ditanggung pemerintah. ”Pemulasaraan jenazah sampai pemakaman gratis,” ungkapnya.
Pihaknya mengimbau masyarakat konsisten menerapkan protokol kesehatan. Dia berharap masyarakat mengurangi mobilitas di luar rumah. ”Gunakan masker. Selamatkan diri sendiri dan keluarga yang kita cintai,” pesan Syaiful.