Konflik Sunni-Syiah Sampang akhirnya berhasil diredam. Keharmonisan itu kini terwujud setelah sekian tahun lamanya. Capaian ini tidak lepas dari peran Bripka Eko Purwanto. Dia konsisten mendampingi para pihak.
JUNAIDI PONDIYANTO, Sampang, Jawa Pos Radar Madura
NOTHING is impossible bagi siapa pun yang tidak patah arang untuk mewujudkan harapan. Berakhirnya konflik Sunni-Syiah Sampang menjawab ketidakmungkinan itu. Perseteruan berlatar perbedaan paham agama itu berakhir setelah sekian tahun.
Bripka Eko Purwanto adalah orang yang punya peran di balik keberhasilan itu. Anggota Satuan Intel Polres Sampang itu menunjukkan bahwa konflik sosial masyarakat yang ditanganinya selama ini bukan problem sepele. Berbagai upaya hingga banyak tokoh besar turun ke Kota Bahari. Tujuan mereka sama, untuk turut menyelesaikan masalah. Masalah ini mencuat ke publik pada 2016.
Cibiran dari sikapnya yang serius menangani konfik ini juga tidak luput dialami. Sebab, persoalan yang begitu rumit dan sulit untuk bisa diselesaikan. Namun, semua itu berhasil dia tepis dengan wujud harmonisasi antar pihak yang terjalin saat ini.
”Keberhasilan yang paling manis adalah saat mencapai apa yang dikatakan orang lain tidak mungkin,” tutur Bripka Eko di kediamannya, Perumahan Selong, Kota Sampang, Selasa malam (9/11).
Dalam menjalani amanah ini, polisi kelahiran Kabupaten Gersik itu tidak hanya menganggap sebagai tugas kedinasan. Dia tergerak karena panggilan kemanusiaan yang prihatin dengan kondisi masyarakat. Apalagi, mereka harus diungsikan dari tanah kelahiran dan menjalani hari-hari dengan keterbatasan.
Sejak konflik ini pecah, anggota paham Syiah diungsikan ke Rusun Puspa Agro di Desa Jemundo, Kecamatan Taman, Sidoarjo. Dia terenyuh saat menjumpai anak-anak yang sebenarnya tidak berhak memiliki masa depan suram akibat konflik ini. Eko pun hadir mendatangi mereka diawali sebagai petugas penghubung alias liaison officer (LO).
Dia hadir mewakili negara saat pengungsi ada pada titik ketidakpercayaan kepada negara. Bagi mereka, negara dianggap telah gagal memberikan perlindungan pada rakyat. Namun, Eko tidak putus asa. Pendekatan persuasif terus dilakukan kepada masyarakat pengungsi.
Selain itu, dia terus bekoordinasi dengan pemerintah kabupaten (pemkab) agar memfasilitasi hak mereka. Seperti layanan administrasi kependudukan. Mulai perekaman e-KTP, pembuatan kartu keluarga, akta kelahiran, dan program lainnya. Eko meyakinkan Pemkab Sampang agar tetap melayani pengungsi selayaknya warga Sampang yang lain.
Suami Dian Krissila itu terus konsisten dengan layanan dan sikap peduli kepada pengungsi. Hingga pada akhirnya, kepercayaan bahwa negara hadir untuk mereka mulai tumbuh kembali. Semua itu berjalan dinamis secara bertahap berkat dukungan semua pihak.
”Setelah ada kepercayaan, mereka tentu memiliki harapan dan saya bertanggung jawab atas harapan itu. Meyakinkan mereka bahwa negara akan selalu hadir untuk rakyat, tanpa pandang bulu dari ras atau paham apa pun,” tegas pria yang berulang tahun ke-34 hari ini (11/11).
Menurut dia, konflik Sunni-Syiah Sampang saat ini sudah berakhir. Apalagi, para pengungsi telah dibaiat kembali pada paham Sunni. Dirinya berharap, hal ini bisa menjadi pelajaran bagi semua kalangan bahwa tidak ada masalah yang tidak bisa teratasi.
Negara pasti hadir untuk memberikan pelayanan, pengayoman, dan perlindungan kepada masyarakat. Berkat capaian ini, bapak dua anak itu juga banyak mendapatkan penghargaan dari berbagai instansi. Mulai dari Korps Bhayangkara sendiri hingga pemerintah di tingkat kabupaten, provinsi, dan pusat.
Penghargaan itu diterima dari KSP RI Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, dari Deputi V KSP RI Jaleswari Pramodhawardani, dan dari Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta. Selain itu, dari Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, dari Bupati Sampang Slamet Junaidi, dan dari Kapolres Sampang AKBP Abdul Hafidz.
Bripka Eko juga mendapat penghargaan dari AKBP Didit Bambang Wibowo Saputra, saat menjabat Kapolres Sampang. Apresiasi itu diberikan atas keberhasilan dalam menyelesaikan sengketa tanah Mapolsek Jrengik dalam waktu yang singkat hingga terbitnya sertifikat yang berlangsung 1978 hingga 2019. Selain itu, dapat menyelamatkan aset Polri berupa Tanah Polsek Jrengik seluas 1.919 meter persegi dengan estimasi harga Rp 4 miliar.
Banyaknya penghargaan yang didapat itu tidak lantas membuat polisi kelahiran Kabupaten Gersik, 11 November 1987 itu merasa jemawa. Dia sadar capaian ini tidak bakal berhasil tanpa dukungan pihak lain. Dia merasa hanya sebagian dari perantara konflik ini bisa selesai.
Bripka Eko juga bukan dari keturunan bangsawan atau ahli agama. Ayah Shafa Tasya Kamila Purwanto dan Arya Narendra Kresna Purwanto itu lahir dari keluarga sederhana. Kedua orang tuanya setiap hari bekerja sebagai penjual sayur keliling.
Capaian ini juga mendapat apresiasi dari orang nomor satu di Kabupaten Sampang. Bupati Slamet Junaidi menyampaikan banyak terima kasih dan sangat mengapresiasi atas dedikasi Bripka Eko sebagai LO dalam menangani konflik Sunni-Syiah Sampang.
Masalah yang berlangsung cukup lama kini berhasil diselesaikan. Bupati mengenang awal-awal dirinya dilantik, Bripka Eko datang menyampaikan laporan dengan data lengkap. Sejak saat itu pula, dia menjadi mata dan telinga pemerintah untuk mengetahui kondisi masyarakat di pengungsian.
Bripka Eko juga sekaligus menjembatani agar program pemerintah bisa tepat sasaran. Masyarakat di pengungsian tetap terlayani atas haknya sebagai warga negara. ”Kami sangat mengapresiasi dedikasi dan loyalitasnya hingga konflik Sunni-Syiah berhasil diselesaikan,” jelasnya.
Selamat ulang tahun, Bripka Eko. Panjang umur perdamaian.