20.7 C
Madura
Friday, June 2, 2023

Mista’i, Kades yang Sukses Rintis Bisnis Barang Beli Bekas

Banyak orang membenci masa lalunya karena pernah miskin. Namun tidak bagi Mista’i dan sang istri Nurjannah. Getirnya hidup yang dialami dianggap pelajaran penuh arti sebagai landasan menuju fase berikutnya hingga merengkuh kesuksesan.

ONGKY ARISTA UA, Pamekasan, Jawa Pos Radar Madura

SEMULA, Jawa Pos Radar Madura (JPRM) berkunjung ke PT Sari Rejeki di Desa Panglegur, Kecamatan Tlanakan, kemarin (8/6) untuk keperluan liputan sampah. PT Sari Rejeki merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jual beli barang bekas (babe). Bahasa Maduranya adalah perusahaan ”rop-porop”.

Sebelum masuk ke tempat penampungan dan pengelolaan barang rombengan tersebut, koran ini dipersilakan duduk oleh sang empu di ruang tamu. Beberapa saat kemudian, rokok, kopi, dan air minum tersaji di meja. Kebetulan, koran ini rekan wartawan dan petugas kebersihan DLH Pamekasan, Juhari. ”Abi masih ada tamu,” kata Hj. Nurjannah, istri Mista’i.

Sambil menyuguhkan minuman, Nurjannah mulai bercerita. Bisnis babe tersebut, kata dia, dirintis dari nol. ”Dari titik di mana suami saya awalnya seorang pemulung sampah,” terangnya.

Nurjannah mengatakan, sebelum menjadi pemulung, Mista’i buruh tani. Saat musim tanam tembakau, suaminya mencangkul dari sawah ke sawah yang lain. Pada suatu ketika, suami tidak bisa lagi mencangkul. Sebab, banyak petani yang tidak menggarap lahannya.

Baca Juga :  Waspada, Kurang Tidur Bisa Menggangu Kehidupan Sosial

Dia menjelaskan, sekitar medio 2000-an, saat pulang mencangkul, Mista’i pulang ke rumah membawa babe. Nurjannah pun kaget. Dia lalu bertanya kepada sang suami kenapa membawa barang rombengan. Mista’i menjawab ingin mencoba peruntungan dengan menjadi pemulung sampah.

Nurjannah menyambut baik ikhtiar suaminya itu. Setiap hari Mista’i keliling Desa Panglegur untuk mencari babe. ”Dulu, kita juga pernah memilah barang rongsokan yang bercampur kotoran hewan. Babe itu dijual langsung ke Surabaya. Alhamdulillah, setelah enam bulan bisa membeli sepeda,” ungkapnya.

Beberapa bulan kemudian, sambung Nurjannah, suaminya bisa membeli mobil, membeli truk, dan armada angkut lainnya. Bisnis babe suaminya bisa dikatakan cukup sukses. ”Suami saya langsung memasok ke Surabaya. Suami saya sambil belajar dan akhirnya bisa buka sendiri karena sudah tahu alur bisnisnya,” katanya.

Saat obrolan sedang mengalir, tiba-tiba Mista’i datang. Dengan penampilan yang sungguh sederhana. Kaus yang dipakainya berkerah lusuh. Wajahnya tidak nicis. Dia tidak mencoba menampakkan gayanya sebagai pengusaha yang cukup sukses.

Mista’i pun memulai kisahnya. Dia mengakui usahanya dimulai dari nol. Dari menjadi pemulung hingga akhirnya menjadi bos pemulung. ”Saya bersyukur pernah melarat dan miskin. Karena itu, akhirnya saya tahu cara bersyukur dan merasakan kesedihan orang-orang yang secara ekonomi masih di bawah saya,” ucapnya.

Baca Juga :  Pasca Menangkan Gugatan yang Diajukan Perangkat Desa Lama

Dia menuturkan, selama ini yang dikhawatirkan adalah buah hatinya. ”Anak-anak melihat orang tuanya dalam kondisi mapan secara ekonomi. Tapi, saya khawatir, mereka tidak bisa belajar dan memetik hikmah dari perjalanan hidup orang tuanya,” katanya.

Nurjannah dan Mista’i dikarunia tiga anak. Anak pertama sudah berkeluarga dan melanjutkan bisnis orang tuanya. Anak nomor dua sedang kuliah dan anak nomor tiga masih kecil. ”Waktu punya anak tiga, saya masih jadi pemulung,” tuturnya merendah.

Pendapatan bersih Mista’i dari pengelolaan babe itu tidak kurang dari Rp 70 juta dalam sebulan. Lain gaji 23 pegawainya dan uang operasional sehari-hari. Setelah sukses dengan usahanya itu, dia mencalonkan diri sebagai Kades Panglegur. Pada 2013, dia terpilih jadi Kades Panglegur. Tahun 2018 kembali terpilih untuk periode kedua. Hingga hari ini, jabatan Kades merangkap pengusaha dijalaninya.

”Menjadi pengusaha atau Kades sama-sama enak. Saya bersyukur dulu hidup melarat dan harus menunda sekolah,” ulasnya. 

Banyak orang membenci masa lalunya karena pernah miskin. Namun tidak bagi Mista’i dan sang istri Nurjannah. Getirnya hidup yang dialami dianggap pelajaran penuh arti sebagai landasan menuju fase berikutnya hingga merengkuh kesuksesan.

ONGKY ARISTA UA, Pamekasan, Jawa Pos Radar Madura

SEMULA, Jawa Pos Radar Madura (JPRM) berkunjung ke PT Sari Rejeki di Desa Panglegur, Kecamatan Tlanakan, kemarin (8/6) untuk keperluan liputan sampah. PT Sari Rejeki merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jual beli barang bekas (babe). Bahasa Maduranya adalah perusahaan ”rop-porop”.


Sebelum masuk ke tempat penampungan dan pengelolaan barang rombengan tersebut, koran ini dipersilakan duduk oleh sang empu di ruang tamu. Beberapa saat kemudian, rokok, kopi, dan air minum tersaji di meja. Kebetulan, koran ini rekan wartawan dan petugas kebersihan DLH Pamekasan, Juhari. ”Abi masih ada tamu,” kata Hj. Nurjannah, istri Mista’i.

Sambil menyuguhkan minuman, Nurjannah mulai bercerita. Bisnis babe tersebut, kata dia, dirintis dari nol. ”Dari titik di mana suami saya awalnya seorang pemulung sampah,” terangnya.

Nurjannah mengatakan, sebelum menjadi pemulung, Mista’i buruh tani. Saat musim tanam tembakau, suaminya mencangkul dari sawah ke sawah yang lain. Pada suatu ketika, suami tidak bisa lagi mencangkul. Sebab, banyak petani yang tidak menggarap lahannya.

Baca Juga :  Cerita Pekerja Migran yang Pulang Kampung Terdampak Pandemi Covid-19

Dia menjelaskan, sekitar medio 2000-an, saat pulang mencangkul, Mista’i pulang ke rumah membawa babe. Nurjannah pun kaget. Dia lalu bertanya kepada sang suami kenapa membawa barang rombengan. Mista’i menjawab ingin mencoba peruntungan dengan menjadi pemulung sampah.

- Advertisement -

Nurjannah menyambut baik ikhtiar suaminya itu. Setiap hari Mista’i keliling Desa Panglegur untuk mencari babe. ”Dulu, kita juga pernah memilah barang rongsokan yang bercampur kotoran hewan. Babe itu dijual langsung ke Surabaya. Alhamdulillah, setelah enam bulan bisa membeli sepeda,” ungkapnya.

Beberapa bulan kemudian, sambung Nurjannah, suaminya bisa membeli mobil, membeli truk, dan armada angkut lainnya. Bisnis babe suaminya bisa dikatakan cukup sukses. ”Suami saya langsung memasok ke Surabaya. Suami saya sambil belajar dan akhirnya bisa buka sendiri karena sudah tahu alur bisnisnya,” katanya.

Saat obrolan sedang mengalir, tiba-tiba Mista’i datang. Dengan penampilan yang sungguh sederhana. Kaus yang dipakainya berkerah lusuh. Wajahnya tidak nicis. Dia tidak mencoba menampakkan gayanya sebagai pengusaha yang cukup sukses.

Mista’i pun memulai kisahnya. Dia mengakui usahanya dimulai dari nol. Dari menjadi pemulung hingga akhirnya menjadi bos pemulung. ”Saya bersyukur pernah melarat dan miskin. Karena itu, akhirnya saya tahu cara bersyukur dan merasakan kesedihan orang-orang yang secara ekonomi masih di bawah saya,” ucapnya.

Baca Juga :  Waspada, Kurang Tidur Bisa Menggangu Kehidupan Sosial

Dia menuturkan, selama ini yang dikhawatirkan adalah buah hatinya. ”Anak-anak melihat orang tuanya dalam kondisi mapan secara ekonomi. Tapi, saya khawatir, mereka tidak bisa belajar dan memetik hikmah dari perjalanan hidup orang tuanya,” katanya.

Nurjannah dan Mista’i dikarunia tiga anak. Anak pertama sudah berkeluarga dan melanjutkan bisnis orang tuanya. Anak nomor dua sedang kuliah dan anak nomor tiga masih kecil. ”Waktu punya anak tiga, saya masih jadi pemulung,” tuturnya merendah.

Pendapatan bersih Mista’i dari pengelolaan babe itu tidak kurang dari Rp 70 juta dalam sebulan. Lain gaji 23 pegawainya dan uang operasional sehari-hari. Setelah sukses dengan usahanya itu, dia mencalonkan diri sebagai Kades Panglegur. Pada 2013, dia terpilih jadi Kades Panglegur. Tahun 2018 kembali terpilih untuk periode kedua. Hingga hari ini, jabatan Kades merangkap pengusaha dijalaninya.

”Menjadi pengusaha atau Kades sama-sama enak. Saya bersyukur dulu hidup melarat dan harus menunda sekolah,” ulasnya. 

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/