Pandemi Covid-19 belum berakhir. Banyak pihak terdampak. Apalagi, perusahaan yang mempekerjakan banyak karyawan. Tapi, Supik Amin berusaha agar mereka tetap bisa tersenyum.
DARUL HAKIM, Bangkalan, Jawa Pos Radar Madura
JALAN KH Moh. Kholil merupakan salah satu akses utama di Kota Bangkalan. Jalan ini menghubungkan Jalan Teuku Umar di selatan dan Jalan Abdul Kadirun di ujung utara. Di Jalan KH Moh. Kholil banyak tempat usaha berdiri. Termasuk, Tresna Art Citra Batik Tulis Madura.
Galeri batik tulis itu berada di Jalan KH Moh. Kholil Gang XII Nomor 29. Dari jalan utama itu, masuk sekitar seratus meter ke arah barat. Sebelum pintu masuk, melewati jembatan taman minimalis sepanjang tiga meter. Di bawah jembatan ada kolam dengan bermacam ikan hias. Sejuk dan asri.
Senin sore (4/10) itu, dua karyawan perempuan ramah menyapa. Sambil mempersilakan duduk. Empat menit kemudian, datang seorang perempuan paro baya berkerudung hitam. Dialah Supik Amin. Pemilik Tresna Art Citra Batik Tulis Madura.
Supik mengajak wartawan ke halaman belakang. Rumah adat Madura miliknya. Suasana semakin sejuk. Banyak tanaman di sekitarnya. Tanaman salak utamanya.
Supik menceritakan, pandemi Covid-19 lebih kurang berjalan dua tahun. Selama enam bulan pada 2020, tempat usahanya itu tutup total. Akibatnya, dirinya banting setir agar bisa membayar sembilan karyawan. Sebab, dia tidak ingin memberhentikan mereka.
Korona membuatnya memutar otak ke usaha makanan pesan antar. ”Yang penting bisa bayar karyawan aja dulu,” ujarnya.
Perempuan 60 tahun itu bersyukur saat ini situasi sudah mulai membaik. Aktivitas masyarakat juga mulai padat. Pihaknya mulai membuka galeri batiknya sekitar sepekan yang lalu. Sudah mulai ada pengunjung, meskipun tidak ada yang membeli. Dia mengaku bangga dan senang karena sudah didatangi tamu.
”Saya kasihan (karyawan). Karena bagaimanapun, mereka butuh makan. Rata-rata mereka kalangan menengah ke bawah dan sudah berkeluarga,” ungkapnya.
Supik menekuni usaha batik sudah puluhan tahun. Namun, izin baru dikantongi pada 2005. Sebab, kata dia, dulu tidak berbentuk galeri. Hanya menerima pesanan. Saat ini, batik yang dijualnya sebagian produksi sendiri. Jika hasil produksi sendiri tidak mencukupi memenuhi permintaan konsumen, dia bekerja sama dengan perajin batik yang lain.
”Selama pandemi ini, perajin juga tidak berproduksi karena terdampak, kasihan juga saya,” tutur ibu tiga buah hati itu.
Produk Tresna Art murni batik tulis. Tidak menyediakan batik cap, semi-tulis, apalagi printing. Harga mulai Rp 250 ribu hingga puluhan juta. Bergantung permintaan pembeli. Sebelum pandemi, galerinya didatangi 30 pengunjung setiap hari. Jika hari libur, seperti Sabtu-Minggu bisa tembus ratusan.
”Kalau berbicara omzet, saya mohon maaf tidak bisa menjelaskan. Rata-rata pengunjung dari luar Bangkalan,” ucapnya.
Istri Muhammad Soleh Amin itu mengungkapkan, selama pandemi tidak ada pemasukan sama sekali dari usaha batiknya. Sementara pengeluaran masih berjalan. Mulai bayar listrik, telepon, air, gaji karyawan.
”Saya harus membayar karyawan. Tapi, hanya 75 persen. Tidak seperti sebelum pandemi,” akunya. ”Mereka juga menyadari. Tidak diberhentikan mengaku bersyukur,” imbuh Supik.
Karena itu, dia banting setir dengan menggeluti usaha makanan dan minuman khas. Dia beri nama esak. Wedang yang bahannya diolah dari rempah-rempah. Konon bisa menangkal korona. Pihaknya bersyukur karena banyak peminat. Saat ini sudah tidak berjalan. Namun, jika ada pesanan, tetap dilayani.
Melihat kondisi seperti saat ini, sempat ada rencana untuk menggeluti usaha lain. Bahkan, pada saat pandemi, saudara sepupunya menawarkan usaha dan buka stan di Jakarta. Temannya di Surabaya juga demikian. Tapi, dia tolak. Dia tidak minat.
Dia mengaku fokus dengan usaha batik. Dia menolak tawaran itu karena membuka usaha batik untuk menarik pengunjung agar datang ke Bangkalan.
Supik mengaku tidak ada perhatian pemerintah kepada dirinya sebagai pelaku usaha. Namun, dia berusaha mencari bantuan untuk karyawan. Pihaknya mendaftarkan mereka dalam bantuan sosial tunai (BST). ”Alhamdulillah, karyawan saya dapat semua setelah saya daftarkan. Meskipun gajinya 75 persen, ada bantuan dari pemerintah,” ungkapnya.
Ada cara tersendiri bagi Supik agar usahanya tetap berjalan. Selain doa, dia berusaha memberikan pelayanan prima kepada tamu. Batik yang dijual juga harus berkualitas.
”Saya ada tiga kir. Yaitu, berpikir, berzikir, dan jangan lupa orang fakir. Tiga kir itu yang saya tanamkan,” bebernya.
Tiga kir itulah yang membuatnya tidak lupa untuk membantu sesama. Dia menuturkan, memberikan rezeki suatu kewajiban. Apalagi, dalam keadaan sedang seret seperti saat ini. Menurut dia, bersedekah saat berada di bawah justru lebih baik ketimbang dirinya berada di atas.
”Setiap ada rezeki, saya sisihkan. Kalau ada rezeki setiap hari, saya kasih setiap hari. Kalau ada rezeki setiap minggu, ya tiap minggu,” urainya.
Dia berpesan, utamanya kepada sesama pengusaha, agar peduli kepada karyawan. Sebab, karyawan adalah manusia yang membantu meringankan beban pengusaha. Tanpa mereka, dirinya bukan apa-apa.
”Kan ada pepatah, pembeli adalah raja. Kalau saya, tamu adalah raja. Meskipun beli atau tidak, pelayanan tetap diutamakan. Karyawan juga harus murah senyum,” tutupnya.