Bangkit dan harus sembuh. Kalimat itu yang tertanam pada diri Taufiq saat terpapar Covid-19. Setelah 13 hari menjalani perawatan, dia dinyatakan sembuh dan bisa kembali ke keluarga.
JUPRI, Bangkalan, Jawa Pos Radar Madura
TENAGA kesehatan (nakes) memiliki risiko besar terpapar coronavirus disease 2019 (Covid-19). Sebab dalam kesehariannya, mereka bersinggungan langsung dengan pasien korona. Karena itu, banyak nakes yang turut terpapar. Bahkan, ada yang berujung kematian.
Salah seorang nakes yang pernah terpapar Covid-19 dan harus menjalani perawatan yaitu Ahmad Taufiq Putra Raharja. Petugas penata anestesi di RSUD Syamrabu itu sempat dirawat di tempatnya bekerja selama 13 hari sebelum dinyatakan sembuh.
Sebagai seorang penata anestesi, Taufiq melakukan tindakan pemasangan selang napas kepada seorang pasien Covid-19. Tindakan itu dilakukan di ruang intensive care unit (ICU) Selasa (1/6). Kesesokan harinya, bapak dua anak itu merasakan gejala meriang. Namun, suhu tubuhnya masih normal.
Karena sadar memiliki riwayat kontak langsung dengan pasien positif Covid-19, dia memutuskan untuk menjalani isolasi mandiri di rumah. Selama itu dia tidak berinteraksi dengan kedua anak dan istrinya. Namun, dia tetap masuk kerja dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes).
”Karena kita kekurangan nakes, saya tetap dinas (masuk kerja),” ujarnya kepada Jawa Pos Radar Madura (JPRM).
Lalu, Sabtu, (5/6), Taufiq menjalani swab untuk memastikan terpapar Covid-19 atau tidak. Dua hari berikutnya, hasil swab keluar. Dia dinyatakan positif. Setelah itu, Taufiq memilih melakukan rontgen untuk mengetahui kondisi paru-parunya. Hasilnya saat itu masih bagus, sehingga dirinya tetap melanjutkan isolasi mandiri.
Empat hari kemudian, Rabu (9/6), suami Alfiyatun Nuro itu kembali melakukan rontgen. Yang mengejutkan, paru-parunya ternyata memutih. Sejak saat itu, Taufiq kerap berkonsultasi via daring kepada salah seorang dokter spesialis paru yang juga bekerja di RSUD Syamrabu.
”Karena terjadi pemburukan, saya dilarikan ke RSUD dan ditempatkan di ruang Irna B kelas I pada Sabtu (12/6),” tutur pria asal Perum Graha Trunojoyo Asri, Kecamatan Burneh, Bangkalan, itu.
Di ruang tempat Taufiq dirawat, banyak pasien yang justru lebih parah karena telat berobat. Bahkan, untuk makan saja mereka susah. Sebab, ada selang oksigen yang terpasang di hidung dan menutupi mulut mereka.
Kondisi yang membuat dirinya semakin takut karena banyak pasien lain meninggal dunia. Saat itu dirinya langsung teringat kepada kedua anak dan istri yang sedang hamil. ”Sejak itu saya semakin semangat untuk sembuh agar segera bisa kembali ke keluarga,” katanya.
Untuk meningkatkan imunitas, setiap hari menghubungi anak dan istri melalui telepon video (video call). Selama dalam perawatan itu dia juga didukung oleh rekan kerja agar terus semangat dan bangkit untuk sembuh. ”Paling tidak, tiga hari sekali saya menghubungi keluarga,” imbuhnya.
Ayah dari Annayla Husna Fauziyah Raharja dan Anndhira Khaira Izza Raharja itu dinyatakan sembuh Jumat (25/6). Sejak saat itu dia boleh meninggalkan rumah sakit. ”Masuk kerja lagi Kamis (1/7),” katanya.
Dari pengalamannya terpapar Covid-19, Taufiq semakin meningkatkan kewaspadaannya dalam menerapkan prokes. Dia berharap masyarakat tidak mengabaikan penerapan prokes. Utamanya penggunaan masker bagi orang tanpa gejala (OTG).
”Mungkin saja imunitas kita kuat sehingga tidak ada gejala. Mari kasihani orang yang kita sayangi, mulai dari orang tua, anak, istri, dan lainnya,” ajak Taufiq.
Pria 32 tahun itu berharap masyarakat tidak mengucilkan penyintas atau keluarga orang yang terpapar Covid-19. Keluarga dan tetangga di sekeliling harus memberikan semangat. Sebab, dukungan orang terdekat sangat berpengaruh besar terhadap mental orang yang terpapar Covid-19. ”Kalau dikucilkan, tambah down mereka. Mari berikan semangat,” ujar Taufiq.
Dia mengimbau eks pasien Covid-19 untuk secara sadar mendonorkan plasmanya. Demi menolong pasien-pasien dengan gelaja berat yang ingin terbebas dari korona. ”Donor plasma ini sangat efektif. Mari tolong sesama yang juga ingin sembuh,” ajaknya.