28 C
Madura
Monday, May 29, 2023

Menjelajahi Jejak Para Tokoh di Luar Kompleks Utama Asta Tinggi

Kompleks pemakaman Asta Tinggi tidak seperti yang diketahui umum. Cakupannya lebih luas. Bahkan, peninggalan sejarah di luar pagar kompleks utama makam para raja Sumenep ini memiliki nilai keunikan tersendiri.

BADRI STIAWAN, Sumenep, RadarMadura.id

ANEH, tapi nyata. Pohon besar tumbuh di atas cungkup makam. Akar pohon melilit konstruksi bangunan. Akar pohon juga menjadi penahan kanan kiri pintu masuk. Jika bangunan itu roboh, akan terlihat akar pohon melindungi tiga makam kuno di bawahnya. Akar pohon kesambi itu malah menahan beban konstruksi bangunan agar tak ambruk dimakan usia.

Situs makam tersebut terletak di Desa Kebunagung, Kecamatan Kota Sumenep. Searah dengan jalan menuju Asta Tinggi. Sekitar 200 meter sebelum kompleks utama pemakamam raja-raja Sumenep itu, ada jalan paving. Kira-kira 50 meter. Setelah itu, akses yang bisa dilalui hanya jalan setapak. Rimbun pohon dan tumbuhan liar mengelilingi kawasan itu. Situs tersebut masih satu kesatuan kompleks Asta Tinggi.

Sejumlah warga dan pegiat komunitas sejarah tengah melakukan kerja bakti pada Minggu (5/7). Bersih-bersih area pemakaman. Dari Ngopi Sejarah (Ngoser) hingga Sumenep Tempo Doeloe (STD). Di kawasan itu, ada beberapa cungkup. Bentuknya seperti di Asta Tinggi. Namun, belum semua makam teridentifikasi.

Termasuk makam dalam cungkup yang di atasnya tumbuh pohon besar. Dari tiga makam, baru satu yang diketahui. Paling tengah. Pada batu nisan, terdapat petunjuk bahwa makam tersebut merupakan ibunda Pangeran Letnan Kolonel. Salah seorang putra Sultan Abdurrahman yang pernah menduduki takhta kerajaan di Kota Keris. Namun, nama pasti sosok perempuan bangsawan itu belum diketahui. Dua makam yang mengapitnya juga belum teridentifikasi.

”Baru 2016 lalu situs ini mulai ditemukan, dalam tanda kutip diketahui jika makam tersebut adalah ibu Pangeran Letnan,” ungkap M. Farhan Muzammily, pegiat Ngoser, membuka perbincangan.

Penelusuran situs bersejarah tersebut bermula dari informasi orang yang gemar berziarah ke makam-makam kuno. Peziarah ini bermimpi seorang sosok misterius yang menyampaikan bahwa ada situs makam di luar kompleks utama Asta Tinggi. Tepatnya di bagian daratan rendah kawasan tersebut. Makam itu merupakan ibu Sultan Abdurrahman. Mendapat informasi tersebut, Farhan penasaran. Sepengetahuannya, makam ibu Sultan Abdurrahman berada di kompleks utama Asta Tinggi.

Dia beserta beberapa pegiat Ngoser lainnya melanjutkan penelusuran dengan mendatangi lokasi tersebut. Saat itu kondisi area pemakaman tersebut rimbun. Situs-situs tertutup tumbuhan liar. Sebab, belum banyak orang yang tahu bahwa di wilayah itu ada makam bersejarah yang masih menjadi bagian Asta Tinggi.

Penelusuran juga dilakukan dengan mencari informasi keluarga bangsawan di Sumenep untuk mengetahui identitas makam itu. Namun, ada keterputusan informasi. Para sesepuh juga tidak mengetahui. Beruntung, pada batu nisan berbungkus kain itu masih ada keterangan mengenai makam tersebut. Tapi bukan nama. Hanya disebutkan bahwa makam itu merupakan ibu Pangeran Letnan Kolonel. Salah seorang keturunan Sultan Abdurrahman.

Baca Juga :  Salman Al Rasyid Bangun Museum Uang Mancanegara

”Ada bukti otentiknya. Berupa tulisan Arab. Kemudian, kami dari komunitas Ngoser berinisiatif melakukan kegiatan babat lokasi pemakaman. Sebab, saat itu tempatnya sulit dilalui. Tidak ada akses ke sana,” tutur pria generasi ke-8 keturunan Sultan Abdurrahman itu.

Setelah diputuskan mekakukan bersih-bersih, yang datang bukan hanya dari komunitas Ngoser. Komunitas pencinta sejarah lainnya di Sumenep juga ikut serta. Misalnya, STD. Ada juga dari komunitas fotografi. Termasuk keturunan atau generasi muda Pangeran Letnan Kolonel di Kelurahan Kepanjin.

Selain makam itu, para pegiat komunitas sejarah dan keluarga bangsawan kembali menemukan banyak makam kuno lain. Hingga saat ini, tertutup rimbun tumbuhan liar. Di kawasan pemakaman tersebut ada beberapa makam tokoh yang sekadar bisa diketahui namanya. Sejarahnya, siapa sosok tersebut dan perannya pada masa kerajaan, belum kami ketahui. Namun dari segi masa, kebanyakan berada di kisaran abad ke-19.

”Kalau dilihat dari tahun wafatnya rata-rata abad ke-18 awal. Dekade kedua, dekade ketiga,” tuturnya.

Ada Kiai Raksa Jaya di sebelah barat cungkup ibu Pangeran Letnan Kolonel. Di sebelah timur ada makam Kiai Asma Wiguna. Kemudian, di sebelah utara ada cungkup serupa. Namun, belum bisa dilakukan identifikasi. Sebab, meskipun nisannya utuh, tidak ada keterangan pada batu nisan.

Penyisiran terus dilakukan ke barat. Makam-makam kuno semakin banyak yang ditemukan. Juga belum ada akses masuk. Di kawasan yang sama ada makam tokoh abad ke-17 Kiai Saung Galing. Tokoh tersebut ada pada masa Bindara Saod naik singgasana.

Sebelum dibabat, situs makam itu sudah ada yang mengunjungi. Peziarah yang terbiasa menyepi. Informasi mengenai keberadaan makam ini pun diketahui dari peziarah tersebut. Mengenai pohon besar yang tumbuh di atas konstruksi bangunan, Farhan menyebut di situ letak keunikan situs itu.

Biasanya, pohon tumbuh di tanah. Pohon dan bangunan cungkup seakan-akan saling berbagi manfaat. Pohon memanfaatkan konstruksi bangunan untuk menancapkan akar. Sedangkan lilitan akar itu juga menjadi bagian untuk menahan beban bangunan.

Saat ini semakin banyak peziarah yang datang. Dari luar Sumenep juga ada. Bahkan, ada yang menginap di lokasi tersebut. Farhan mamaparkan, nama istri Sultan Abdurrahman di makam itu memang belum diketahui pasti. Sebab, ada keterputusan informasi. Sementara dari catatan sejarah, hanya diterangkan bawa Sultan Abdurrahman memiliki beberapa istri.

Farhan menambahkan, berdasar riwayat tutur sesepuh keluarga, ada yang mengatakan bahwa ibu Pangeran Letnan bernama Nyai Cempaka. Tapi, tidak ada bukti otentik. Jika itu benar, Nyai Cempaka juga masih memiliki hubungan dengan keluarga keraton. Informasi dari riwayat itu, Nyai Cempaka merupakan anak Raden Ardi Kusumo. Salah seorang penghulu keraton pada masa Panembahan Sumolo.

Baca Juga :  Langkah Pemkab Pasca Data Dinsos dan Bulog Tak Sinkron

Panembahan Sumolo merupakan orang tua Sultan Abdurrahman. Setelah ditelusuri dalam catatan, nama Raden Ardi Kusumo ada di dalamnya. Kebetulan, masih saudara seibu Panembahan Sumolo. ”Masih terus kami telusuri,” ucap Farhan.

Siang itu, M. Hairil Anwar juga ada di lokasi situs makam kuno tersebut. Perbincangan berlanjut di warung kopi. Pria yang juga bagian pegiat STD itu menambahkan, ada yang menarik dari temuan situs tersebut. Keluarga keturunan juga tidak mengetahui pasti mengenai siapa dan di mana makam ibu Pangeran Letnan Kolonel. Baru pada 2016, catatan silsilah keturunan itu kian terang.

Sisi menarik lainnya, STD sempat mendapat peta kompleks Asta Tinggi yang dibuat pemerintah kolonial. Ternyata, luas Asta Tinggi tidak hanya di dalam pagar situs bersejarah yang banyak dikunjungi wisatawan religi saat ini. Pemakaman itu hanya kompleks utama. Sedangkan kawasannya lebih luas.

”Dari situlah kami juga banyak menemukan cungkup-cungkup dengan gaya dum-dum Eropa. Ternyata, ini bagian dari klaster keluarga kerajaan. Dari tata letak makam, para pendahulu Sumenep sudah mendesain sedemikian rupa untuk membentuk pola pemakaman yang rapi,” kata Hairil yang juga masih generasi ke-8 keturunan Sultan Abdurrahman.

Hairil menyebut bentuk dan kondisi bangunan tidak akan diubah. Meski dalam undang-undang terkait cagar budaya diperbolehkan menebang pohon yang berpotensi merusak bangunan bersejarah itu. Namun, akar pohon dan bangunan cungkup sudah menjadi satu kesatuan. Kalau pohonnya ditebang, khawatir bangunan ikut roboh.

”Objek yang diduga cagar budaya harus mendapat perlakuan sama dengan objek yang ditetapkan sebagai cagar budaya,” ujar pria berkacamata itu.

STD dan Ngoser telah mengajukan situs tersebut ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) agar bisa dicatat sebagai cagar budaya. Pengajuan dapat dilakukan langsung karena komunitas STD dan Ngoser memiliki akun di Data Pokok Kebudayaan (Dapokbud) Kemendikbud.

”Dari situ, kami bermitra. Kami informasikan bahwa ada temuan situs yang diduga cagar budaya. Sudah kami daftarkan registrasinya tahun ini. Baru kami ajukan karena ada beberapa prosedur yang harus dilalui,” jelas Hairil.

Kajian lebih dalam akan dilakukan oleh para ahli untuk mengungkap siapa saja tokoh di kompleks pemakaman itu. Para pencinta sejarah tetap melakukan penelusuran lebih lanjut. Dimulai dengan mencari referensi silsilah hingga bukti-bukti pendukung lainnya. ”Menelusuri sejarah Sumenep ini tidak akan ada habisnya. Karena masih banyak yang terpendam dan belum diketahui,” jelas Hairil.

Kompleks pemakaman Asta Tinggi tidak seperti yang diketahui umum. Cakupannya lebih luas. Bahkan, peninggalan sejarah di luar pagar kompleks utama makam para raja Sumenep ini memiliki nilai keunikan tersendiri.

BADRI STIAWAN, Sumenep, RadarMadura.id

ANEH, tapi nyata. Pohon besar tumbuh di atas cungkup makam. Akar pohon melilit konstruksi bangunan. Akar pohon juga menjadi penahan kanan kiri pintu masuk. Jika bangunan itu roboh, akan terlihat akar pohon melindungi tiga makam kuno di bawahnya. Akar pohon kesambi itu malah menahan beban konstruksi bangunan agar tak ambruk dimakan usia.


Situs makam tersebut terletak di Desa Kebunagung, Kecamatan Kota Sumenep. Searah dengan jalan menuju Asta Tinggi. Sekitar 200 meter sebelum kompleks utama pemakamam raja-raja Sumenep itu, ada jalan paving. Kira-kira 50 meter. Setelah itu, akses yang bisa dilalui hanya jalan setapak. Rimbun pohon dan tumbuhan liar mengelilingi kawasan itu. Situs tersebut masih satu kesatuan kompleks Asta Tinggi.

Sejumlah warga dan pegiat komunitas sejarah tengah melakukan kerja bakti pada Minggu (5/7). Bersih-bersih area pemakaman. Dari Ngopi Sejarah (Ngoser) hingga Sumenep Tempo Doeloe (STD). Di kawasan itu, ada beberapa cungkup. Bentuknya seperti di Asta Tinggi. Namun, belum semua makam teridentifikasi.

Termasuk makam dalam cungkup yang di atasnya tumbuh pohon besar. Dari tiga makam, baru satu yang diketahui. Paling tengah. Pada batu nisan, terdapat petunjuk bahwa makam tersebut merupakan ibunda Pangeran Letnan Kolonel. Salah seorang putra Sultan Abdurrahman yang pernah menduduki takhta kerajaan di Kota Keris. Namun, nama pasti sosok perempuan bangsawan itu belum diketahui. Dua makam yang mengapitnya juga belum teridentifikasi.

”Baru 2016 lalu situs ini mulai ditemukan, dalam tanda kutip diketahui jika makam tersebut adalah ibu Pangeran Letnan,” ungkap M. Farhan Muzammily, pegiat Ngoser, membuka perbincangan.

- Advertisement -

Penelusuran situs bersejarah tersebut bermula dari informasi orang yang gemar berziarah ke makam-makam kuno. Peziarah ini bermimpi seorang sosok misterius yang menyampaikan bahwa ada situs makam di luar kompleks utama Asta Tinggi. Tepatnya di bagian daratan rendah kawasan tersebut. Makam itu merupakan ibu Sultan Abdurrahman. Mendapat informasi tersebut, Farhan penasaran. Sepengetahuannya, makam ibu Sultan Abdurrahman berada di kompleks utama Asta Tinggi.

Dia beserta beberapa pegiat Ngoser lainnya melanjutkan penelusuran dengan mendatangi lokasi tersebut. Saat itu kondisi area pemakaman tersebut rimbun. Situs-situs tertutup tumbuhan liar. Sebab, belum banyak orang yang tahu bahwa di wilayah itu ada makam bersejarah yang masih menjadi bagian Asta Tinggi.

Penelusuran juga dilakukan dengan mencari informasi keluarga bangsawan di Sumenep untuk mengetahui identitas makam itu. Namun, ada keterputusan informasi. Para sesepuh juga tidak mengetahui. Beruntung, pada batu nisan berbungkus kain itu masih ada keterangan mengenai makam tersebut. Tapi bukan nama. Hanya disebutkan bahwa makam itu merupakan ibu Pangeran Letnan Kolonel. Salah seorang keturunan Sultan Abdurrahman.

Baca Juga :  Bripka Eko Purwanto Berhasil Redam Konflik Sunni-Syiah Sampang

”Ada bukti otentiknya. Berupa tulisan Arab. Kemudian, kami dari komunitas Ngoser berinisiatif melakukan kegiatan babat lokasi pemakaman. Sebab, saat itu tempatnya sulit dilalui. Tidak ada akses ke sana,” tutur pria generasi ke-8 keturunan Sultan Abdurrahman itu.

Setelah diputuskan mekakukan bersih-bersih, yang datang bukan hanya dari komunitas Ngoser. Komunitas pencinta sejarah lainnya di Sumenep juga ikut serta. Misalnya, STD. Ada juga dari komunitas fotografi. Termasuk keturunan atau generasi muda Pangeran Letnan Kolonel di Kelurahan Kepanjin.

Selain makam itu, para pegiat komunitas sejarah dan keluarga bangsawan kembali menemukan banyak makam kuno lain. Hingga saat ini, tertutup rimbun tumbuhan liar. Di kawasan pemakaman tersebut ada beberapa makam tokoh yang sekadar bisa diketahui namanya. Sejarahnya, siapa sosok tersebut dan perannya pada masa kerajaan, belum kami ketahui. Namun dari segi masa, kebanyakan berada di kisaran abad ke-19.

”Kalau dilihat dari tahun wafatnya rata-rata abad ke-18 awal. Dekade kedua, dekade ketiga,” tuturnya.

Ada Kiai Raksa Jaya di sebelah barat cungkup ibu Pangeran Letnan Kolonel. Di sebelah timur ada makam Kiai Asma Wiguna. Kemudian, di sebelah utara ada cungkup serupa. Namun, belum bisa dilakukan identifikasi. Sebab, meskipun nisannya utuh, tidak ada keterangan pada batu nisan.

Penyisiran terus dilakukan ke barat. Makam-makam kuno semakin banyak yang ditemukan. Juga belum ada akses masuk. Di kawasan yang sama ada makam tokoh abad ke-17 Kiai Saung Galing. Tokoh tersebut ada pada masa Bindara Saod naik singgasana.

Sebelum dibabat, situs makam itu sudah ada yang mengunjungi. Peziarah yang terbiasa menyepi. Informasi mengenai keberadaan makam ini pun diketahui dari peziarah tersebut. Mengenai pohon besar yang tumbuh di atas konstruksi bangunan, Farhan menyebut di situ letak keunikan situs itu.

Biasanya, pohon tumbuh di tanah. Pohon dan bangunan cungkup seakan-akan saling berbagi manfaat. Pohon memanfaatkan konstruksi bangunan untuk menancapkan akar. Sedangkan lilitan akar itu juga menjadi bagian untuk menahan beban bangunan.

Saat ini semakin banyak peziarah yang datang. Dari luar Sumenep juga ada. Bahkan, ada yang menginap di lokasi tersebut. Farhan mamaparkan, nama istri Sultan Abdurrahman di makam itu memang belum diketahui pasti. Sebab, ada keterputusan informasi. Sementara dari catatan sejarah, hanya diterangkan bawa Sultan Abdurrahman memiliki beberapa istri.

Farhan menambahkan, berdasar riwayat tutur sesepuh keluarga, ada yang mengatakan bahwa ibu Pangeran Letnan bernama Nyai Cempaka. Tapi, tidak ada bukti otentik. Jika itu benar, Nyai Cempaka juga masih memiliki hubungan dengan keluarga keraton. Informasi dari riwayat itu, Nyai Cempaka merupakan anak Raden Ardi Kusumo. Salah seorang penghulu keraton pada masa Panembahan Sumolo.

Baca Juga :  KH Fuad Amin Imron Wafat, Irwan DA'2 Ikut Berbelasungkawa

Panembahan Sumolo merupakan orang tua Sultan Abdurrahman. Setelah ditelusuri dalam catatan, nama Raden Ardi Kusumo ada di dalamnya. Kebetulan, masih saudara seibu Panembahan Sumolo. ”Masih terus kami telusuri,” ucap Farhan.

Siang itu, M. Hairil Anwar juga ada di lokasi situs makam kuno tersebut. Perbincangan berlanjut di warung kopi. Pria yang juga bagian pegiat STD itu menambahkan, ada yang menarik dari temuan situs tersebut. Keluarga keturunan juga tidak mengetahui pasti mengenai siapa dan di mana makam ibu Pangeran Letnan Kolonel. Baru pada 2016, catatan silsilah keturunan itu kian terang.

Sisi menarik lainnya, STD sempat mendapat peta kompleks Asta Tinggi yang dibuat pemerintah kolonial. Ternyata, luas Asta Tinggi tidak hanya di dalam pagar situs bersejarah yang banyak dikunjungi wisatawan religi saat ini. Pemakaman itu hanya kompleks utama. Sedangkan kawasannya lebih luas.

”Dari situlah kami juga banyak menemukan cungkup-cungkup dengan gaya dum-dum Eropa. Ternyata, ini bagian dari klaster keluarga kerajaan. Dari tata letak makam, para pendahulu Sumenep sudah mendesain sedemikian rupa untuk membentuk pola pemakaman yang rapi,” kata Hairil yang juga masih generasi ke-8 keturunan Sultan Abdurrahman.

Hairil menyebut bentuk dan kondisi bangunan tidak akan diubah. Meski dalam undang-undang terkait cagar budaya diperbolehkan menebang pohon yang berpotensi merusak bangunan bersejarah itu. Namun, akar pohon dan bangunan cungkup sudah menjadi satu kesatuan. Kalau pohonnya ditebang, khawatir bangunan ikut roboh.

”Objek yang diduga cagar budaya harus mendapat perlakuan sama dengan objek yang ditetapkan sebagai cagar budaya,” ujar pria berkacamata itu.

STD dan Ngoser telah mengajukan situs tersebut ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) agar bisa dicatat sebagai cagar budaya. Pengajuan dapat dilakukan langsung karena komunitas STD dan Ngoser memiliki akun di Data Pokok Kebudayaan (Dapokbud) Kemendikbud.

”Dari situ, kami bermitra. Kami informasikan bahwa ada temuan situs yang diduga cagar budaya. Sudah kami daftarkan registrasinya tahun ini. Baru kami ajukan karena ada beberapa prosedur yang harus dilalui,” jelas Hairil.

Kajian lebih dalam akan dilakukan oleh para ahli untuk mengungkap siapa saja tokoh di kompleks pemakaman itu. Para pencinta sejarah tetap melakukan penelusuran lebih lanjut. Dimulai dengan mencari referensi silsilah hingga bukti-bukti pendukung lainnya. ”Menelusuri sejarah Sumenep ini tidak akan ada habisnya. Karena masih banyak yang terpendam dan belum diketahui,” jelas Hairil.

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/