Petugas PMI Bangkalan diharuskan mendirikan posko di desa, tempat mereka tinggal untuk mencari pendonor sehat di tengah pandemi Covid-19. Mereka harus berusaha keras di tengah keadaan yang terbatas.
HELMI YAHYA, Bangkalan, RadarMadura.id
PERSEDIAAN darah di Unit Transfusi Darah (UTD) Palang Merah Indonesia (PMI) Bangkalan tinggal 46 kantong per 5 April kemarin.
Stok tersebut terancam terus menipis. Pasalnya, permintaan tak ada hentinya. Tim PMI Bangkalan harus memutar otak dan bekerja keras agar kebutuhan di tengah pandemi Covid-19 tetap terpenuhi.
Biasanya dalam satu bulan ada 300 sampai 700 kantong darah. Namun, saat Covid-19 mewabah, persediaan terus menipis. Hanya tersedia 50–70 kantong darah setiap bulannya. Banyak pendonor atau instansi yang membatalkan sumbangan darahnya.
Kepala UTD PMI Bangkalan Fachrur Rozi harus menegaskan, seluruh petugas selalu siap siaga. Baik yang saat ini ada di markas pusat, ataupun yang kembali dan istirahat di desa-desa.
Semua petugas PMI dilarang mematikan handphone. Jika saat dihubungi ternyata tidak aktif, akan dipecat. ”Yang kami prioritaskan ini nyawa orang lain. Jika petugas seperti kami saja tidak siaga, bagaimana kami akan bermanfaat bagi masyarakat,” tegas dia kemarin (5/4).
Seluruh petugas saat ini diwajibkan mendapatkan minimal satu kantong darah setiap harinya. Dengan karyawan yang berjumlah 46 orang, kemungkinan besar minimal akan ada 46 kantong darah setiap harinya.
Selain itu juga ada petugas pembantu yang biasanya sukarela membantu dan mendonorkan darah. Akan tetapi, mendapatkan satu kantong darah saat keadaan seperti ini sangatlah sulit.
Petugas harus benar-benar melakukan cek pada pasien. Apakah sehat dan tidak terpapar virus. Bahkan sebaliknya, warga masih banyak takut.
Sementara untuk petugas senior diwajibkan untuk mendapatkan tiga kantong setiap harinya. Petugas senior itu sudah biasa mengatasi kekurangan stok darah seperti yang terjadi saat ini. Pengalaman sangat membantu untuk mendapatkan peluang lebih besar mendapatkan darah.
Kekhawatiran masyarakat terhadap wabah Covid-19 juga berdampak pada kesulitan mendapatkan pendonor. Masyarakat yang belum pernah merasakan donor darah dan takut jarum suntik juga menjadi kendala.
Karena itu, petugas harus bisa pintar-pintar mencari celah. Salah satunya melalui kepala desa dan puskesmas. Kerja sama yang dijalin itu untuk memperluas dan memberikan potensi lebih banyak pada stok darah yang akan didapatkan.
Beberapa petugas juga kadang tidak bisa mendapatkan darah. Tetapi, ada juga yang dalam satu hari bisa mendapatkan 20 kantong. Intinya saat ini petugas harus memaksimalkan menjemput bola. Beda dengan sebelum-sebelumnya yang hanya menerima sumbangan darah dari pendonor secara langsung.
”Saya juga menginstruksikan agar mereka mendapatkan pendonor yang ikhlas tanpa embel-embel apa pun, serta menyosialisasikan manfaat dan keunggulan dalam tubuh setelah melakukan donor darah,” paparnya.
Dengan keadaan mendesak dan darurat, pihaknya tetap akan menggunakan cara yang sudah dianjurkan pemerintah. Sebab, darah berasal dari pendonor secara sukarela dan dari keluarga, tidak ada donor darah berbayar. Beberapa tahun lalu, donor darah berbayar itu masih ada. Kekurangan stok darah masih mudah teratasi menggunakan donor darah dari tukang becak, kuli bangunan ataupun sopir angkot. Tetapi karena sudah tidak ada, maka petugas yang harus mencarinya.
Jika ada pasien yang mendesak dan membutuhkan donor darah, sedangkan di markas benar-benar tidak ada, maka akan diarahkan untuk mengambil darah anggota keluarganya yang masih sehat dan sesuai dengan kriteria.
Kantor UTD PMI akan selalu buka selama 24 jam. Secara bergantian ada petugas yang menjaga markas. Hal itu untuk mengantisipasi kekurangan darah di jam-jam yang tidak menentu. Sebab, keadaaan darurat itu tidak bisa diprediksi. ”Kami fasilitasi semua rumah sakit yang membutuhkan, tapi kami utamakan untuk rumah sakit di Bangkalan,” pungkasnya.