21.4 C
Madura
Monday, March 27, 2023

Hj Hosnanijatun Menulis Babad Sampang Hasil Penelitian 18 Tahun

SAMPANG – Hj Hosnanijatun, 74, tinggal di Jalan Delima, Nomor 12, Kota Sampang. Dia merupakan penulis pertama buku Babad Sampang. Dari hasil penelitiannya sendiri selama 18 tahun.

JANGAN pernah melupakan sejarah,” kata Hosnanijatun, penulis buku sejarah dan situs bersejarah di Sampang saat ditemui di kediamannya pukul 10.00, Kamis (29/3).

Babad Sampang merupakan buku tentang sejarah penting. Yaitu, awal mula orang pertama yang menginjakkan kaki di Madura: Putri Bendoro Gung dan puteranya Raden Segoro.

Putri Bendoro Gung menginjakkan kaki di Gunung Geger pada 936. Sementara Raden Segoro pada 943 di Nepah.

Penulis buku itu dilahirkan dan dibesarkan di Sampang. Hosnanijatun sehari-hari dipanggil Bu Hos. Pada 1963, dia diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS).

Tahun 1976, diangkat sebagai bendaharawan Depdikbud Sampang. Pada 1980 dipromosikan sebagai kepala urusan tata usaha. Dan pada 1998 dipromosikan sebagai penilik kebudayaan Kecamatan Sampang atau penilik pelaksana lanjutan dinas P dan K.

Saat dia menjadi penilik kebudayaan di Kecamatan Sampang, turunlah perintah dari pimpinan untuk melakukan penelitian dan mencari situs-situs bersejarah di Sampang. Tahun 2000, yang dikenal sebagai tahun milenium, perempuan yang dibesarkan dalam keluarga sederhana dengan enam anak itu memulai penjelajahan.

Baca Juga :  Saat Harga Rumput Laut Lesu Minta Pemkab Bangun Pabrik

Kali pertama, Bu Hos melakukan penelitian dan menyusuri sejarah Madegan. Dia mendapatkan petunjuk berdasar keterangan sejumlah tokoh dibantu tulisan-tulisan sejarah. Pada 2004, terbentuklah buku edisi pertama.

Tak berhenti di situ, pencarian dan penelitian sejarah serta situs-situs di Sampang terus berlanjut. Hingga pencarian Bu Hos tuntas di awal 2018 dan terbentuklah buku Babad Sampang.

”Mulai 2000 sampai 2018, saya melakukan penelitian dan penulisan sejarah, kebudayaan, dan situs-situs bersejarah di Sampang ini,” tuturnya.

Pada 2004, Bu Hos sebenarnya sudah menulis buku mengenai sejarah Sampang. Namun saat itu belum sempurna.

”Tahun 2018 penelitian selesai. Selama 18 tahun saya mengetahui secara detail sejarah awal mula penghuni yang menginjakkan kaki di bumi Sampang hingga berkembang seperti saat ini,” jelasnya.

Baca Juga :  Pemuda Lulusan SMK, Ciptakan Simulator Prototipe Kemudi Mobil

Penelitian itu dilakukan sendiri dan dengan biaya sendiri. Itu dilakukan atas dasar semangat dan rasa ingin tahu yang tinggi. Bu Hos mengorbankan waktu, biaya, dan tenaga untuk bisa menyajikan tulisan sejarah kepada masyarakat Sampang dan Madura.

Dia ingin sejarah dijadikan pedoman bagi generasi muda. ”Bacalah sejarah Madura yang nilainya tinggi,” ucapnya.

Dalam buku karya Bu Hos diselingi dengan falsafah Madura yang menjadi pedoman hidup dan selalu diajarkan oleh orang tua kepada putra dan putrinya. Yaitu, Buppa’, Babu’, Guru, Rato.

”Alhamdulillah, saya bisa menyelesaikan buku Babad Sampang ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua yang terlibat dan membantu penulisan buku ini,” katanya.

Bu Hos berpesan kepada generasi muda untuk rajin membaca sejarah. Dengan demikian, perjuangan para pendahulu menjadi teladan dan kebanggaan. ”Bentengi diri dengan sejarah. Semoga pemerintah melestarikan kebudayaan Madura dan bisa mengajarkan sejarah yang baik bagi masyarakat,” pesannya.

 

SAMPANG – Hj Hosnanijatun, 74, tinggal di Jalan Delima, Nomor 12, Kota Sampang. Dia merupakan penulis pertama buku Babad Sampang. Dari hasil penelitiannya sendiri selama 18 tahun.

JANGAN pernah melupakan sejarah,” kata Hosnanijatun, penulis buku sejarah dan situs bersejarah di Sampang saat ditemui di kediamannya pukul 10.00, Kamis (29/3).

Babad Sampang merupakan buku tentang sejarah penting. Yaitu, awal mula orang pertama yang menginjakkan kaki di Madura: Putri Bendoro Gung dan puteranya Raden Segoro.


Putri Bendoro Gung menginjakkan kaki di Gunung Geger pada 936. Sementara Raden Segoro pada 943 di Nepah.

Penulis buku itu dilahirkan dan dibesarkan di Sampang. Hosnanijatun sehari-hari dipanggil Bu Hos. Pada 1963, dia diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS).

Tahun 1976, diangkat sebagai bendaharawan Depdikbud Sampang. Pada 1980 dipromosikan sebagai kepala urusan tata usaha. Dan pada 1998 dipromosikan sebagai penilik kebudayaan Kecamatan Sampang atau penilik pelaksana lanjutan dinas P dan K.

Saat dia menjadi penilik kebudayaan di Kecamatan Sampang, turunlah perintah dari pimpinan untuk melakukan penelitian dan mencari situs-situs bersejarah di Sampang. Tahun 2000, yang dikenal sebagai tahun milenium, perempuan yang dibesarkan dalam keluarga sederhana dengan enam anak itu memulai penjelajahan.

Baca Juga :  Dampak Kerusuhan di Wamena-Papua Meluas, Begini Pernyataan Sikap ACT
- Advertisement -

Kali pertama, Bu Hos melakukan penelitian dan menyusuri sejarah Madegan. Dia mendapatkan petunjuk berdasar keterangan sejumlah tokoh dibantu tulisan-tulisan sejarah. Pada 2004, terbentuklah buku edisi pertama.

Tak berhenti di situ, pencarian dan penelitian sejarah serta situs-situs di Sampang terus berlanjut. Hingga pencarian Bu Hos tuntas di awal 2018 dan terbentuklah buku Babad Sampang.

”Mulai 2000 sampai 2018, saya melakukan penelitian dan penulisan sejarah, kebudayaan, dan situs-situs bersejarah di Sampang ini,” tuturnya.

Pada 2004, Bu Hos sebenarnya sudah menulis buku mengenai sejarah Sampang. Namun saat itu belum sempurna.

”Tahun 2018 penelitian selesai. Selama 18 tahun saya mengetahui secara detail sejarah awal mula penghuni yang menginjakkan kaki di bumi Sampang hingga berkembang seperti saat ini,” jelasnya.

Baca Juga :  Saat Harga Rumput Laut Lesu Minta Pemkab Bangun Pabrik

Penelitian itu dilakukan sendiri dan dengan biaya sendiri. Itu dilakukan atas dasar semangat dan rasa ingin tahu yang tinggi. Bu Hos mengorbankan waktu, biaya, dan tenaga untuk bisa menyajikan tulisan sejarah kepada masyarakat Sampang dan Madura.

Dia ingin sejarah dijadikan pedoman bagi generasi muda. ”Bacalah sejarah Madura yang nilainya tinggi,” ucapnya.

Dalam buku karya Bu Hos diselingi dengan falsafah Madura yang menjadi pedoman hidup dan selalu diajarkan oleh orang tua kepada putra dan putrinya. Yaitu, Buppa’, Babu’, Guru, Rato.

”Alhamdulillah, saya bisa menyelesaikan buku Babad Sampang ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua yang terlibat dan membantu penulisan buku ini,” katanya.

Bu Hos berpesan kepada generasi muda untuk rajin membaca sejarah. Dengan demikian, perjuangan para pendahulu menjadi teladan dan kebanggaan. ”Bentengi diri dengan sejarah. Semoga pemerintah melestarikan kebudayaan Madura dan bisa mengajarkan sejarah yang baik bagi masyarakat,” pesannya.

 

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/