23.5 C
Madura
Monday, May 29, 2023

Membangun Kebersamaan dalam Perbedaan

DI pondok pesantren diajarkan berbagai kitab turats (kitab klasik) dari berbagai mualif (pengarang) yang kadang terdapat perbedaan pendapat dan pandangan dari mualif yang satu dan yang lain. Bahkan kitab al-Madzahib al-Arba’ah yakni mazhab Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’ie, dan Imam Hambali yang diajarkan terdapat pendapat dan pandangan berbeda.

Santri sudah biasa mengaji dan menerima ilmu dari berbagai mualif melalui kiai atau ustaz. Santri yang mondok atau datang ke pondok pesantren dari berbagai lapisan masyarakat, bermacam golongan, pangkat, bahkan dari paham yang berbeda. Namun, kebersamaan dan persaudaraan sangat tercipta dalam kehidupan yang menyatu.

Dalam dunia pesantren, kehidupan santri senantiasa berada dalam sosial yang intens. Dalam kegiatan belajar pun, mereka akan melakukan bersama-sama. Misalnya sewaktu ditugaskan menghafal teks-teks tertentu, mereka akan melakukan secara bersama-sama di bilik masing-masing.

Kedisiplinan di pondok pesantren telah dilakukan dengan berbagai kegiatan seperti salat berjamaah Duhur, Asar, Magrib, Isya, dan Subuh. Juga kegiatan lain semisal mengikuti pengajian kitab turats, baik yang diasuh kiai maupun oleh ustaz. Selain itu, kedisiplinan dan keteladanan kiai diikuti oleh santri.

Seperti (1) tumbuhnya sikap rendah hati (tawadu) terhadap yang lebih bawah dan sikap hormat (takzim) kepada yang lebih atas. Terutama dalam hal ilmu dan ibadah; (2) terbentuk kepribadian yang berpola hidup hemat dan sederhana; (3) terbiasa hidup mandiri, terbiasa mengerjakan hal-hal yang kelihatan hina tapi mulia seperti mencuci, membersihkan kamar tidur, dan memasak sendiri; (4) tumbuhnya jiwa suka menolong kepada orang lain. Hal ini disebabkan suasana pergaulan di pesantren yang familier dan menjunjung tinggi kesetaraan dan kebersamaan; (5) terbentuknya sikap disiplin; (6) terbentuknya kesanggupan untuk hidup prihatin untuk mencapai tujuan mulia.

Baca Juga :  Pemilu yang Tidak Memilukan

Di pondok pesantren diajarkan berbagai ilmu, baik pendidikan agama maupun pendidikan umum, khususnya pesantren semimodern. Sebab,  dalam pola pendidikan pesantren terdapat model tradisional (salafy), modern (khalafy), dan perpaduan keduanya atau semimodern (Azyumardi Azra dalam Modernisasi Pendidikan Islam).

Pondok pesantren yang mengembangkan model semimodern mempertahankan pendidikan salaf dan menerima pendidikan modern yang lebih bermanfaat. Merujuk pada kaidah fiqh al-muhaafadhah ’alaa al-qadimi al-shalih wal al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah (mempertahankan nilai-nilai keislaman yang lama yang  masih baik dan menerima yang baru yang lebih baik).

Keilmuan yang diterima santri dari pesantren menjadi bekal di masyarakat. Apalagi dari alumni pesantren yang memadukan salafy dan modern, sehingga wawasan, sikap, dan perbuatannya akan lebih luas dan lebih membangun wawasan kebangsaan serta keilmuan yang lebih luas pula.

Sehubungan dengan peran pesantren tersebut, demikian pula puasa dapat dimaknai ”Puasa membangun kebersamaan dalam perbedaan”. Puasa melatih dan mendidik kita, umat Islam, memiliki sikap membangun kebersamaan dalam perbedaan.  Dalam puasa umat Islam boleh jadi memulai berpuasa ada yang tanggal 6, tanggal 5, bahkan ada yang tanggal 7 Mei 2019. Namun ketika waktu magrib tiba, azan dikumandangkan dan beduk dibunyikan, semua serentak berbuka, baik yang memulai puasa tanggal 5, tanggal 6, bahkan yang tanggal 7. Ini mempunyai arti bahwa puasa melatih dan mendidik membangun kebersamaan dalam perbedaan.

Baca Juga :  Manusia dan Alam

Dari dua institusi ini dapat dikembangkan dan saling melengkapi untuk membekali santri sebagai kader-kader pemimpin bangsa. Pesantren dengan berbagai sistem dan metode yang diajarkan kepada santri dapat dijadikan bekal terjun di masyarakat walaupun tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan.

Demikian pula puasa yang memiliki banyak dampak positif. Tidak hanya mencegah makan dan minum. Anggota badan dipuasakan, bahkan hati juga dipuasakan. Sebagaimana dikatakan dalam kitab Dzurratun Nashihin halaman 12. Bahwa tingkatan puasa ada tiga. Pertama, puasanya orang awam, hanya mencegah makan dan minum. Kedua, puasanya orang-orang khusus atau orang-orang saleh. Selain mencegah makan dan minum, juga anggota badan dipuasakan (pancaindra). Ketiga, puasanya orang khususnya khusus. Selain mencegah makan, minum, anggota badan, hati juga dipuasakan (tidak dengki dan sebagainya). Maka, puasa tidak hanya menahan makan dan minum, tetapi juga anggota badan dan hati, yang akan memberikan atsar atau dampak positif. Sebagaimana dalam akhir ayat 183 dari surah Al-Baqarah la’allakum tattaquun.

Dengan bekal ilmu pengetahuan, santri diharapkan membangun kebersamaan dalam perbedaan. Kebersamaan dan perbedaan selama mengenyam pendidikan di pesantren sudah dilakukan. Demikian juga puasa. Apabila dilakukan dengan baik sesuai tuntunan syariat, akan menjadi orang-orang baik dan kader pemimpin yang baik. 

 

*)Alumnus Ponpes Bahrul Ulum Tambak Beras, Jombang

DI pondok pesantren diajarkan berbagai kitab turats (kitab klasik) dari berbagai mualif (pengarang) yang kadang terdapat perbedaan pendapat dan pandangan dari mualif yang satu dan yang lain. Bahkan kitab al-Madzahib al-Arba’ah yakni mazhab Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’ie, dan Imam Hambali yang diajarkan terdapat pendapat dan pandangan berbeda.

Santri sudah biasa mengaji dan menerima ilmu dari berbagai mualif melalui kiai atau ustaz. Santri yang mondok atau datang ke pondok pesantren dari berbagai lapisan masyarakat, bermacam golongan, pangkat, bahkan dari paham yang berbeda. Namun, kebersamaan dan persaudaraan sangat tercipta dalam kehidupan yang menyatu.

Dalam dunia pesantren, kehidupan santri senantiasa berada dalam sosial yang intens. Dalam kegiatan belajar pun, mereka akan melakukan bersama-sama. Misalnya sewaktu ditugaskan menghafal teks-teks tertentu, mereka akan melakukan secara bersama-sama di bilik masing-masing.


Kedisiplinan di pondok pesantren telah dilakukan dengan berbagai kegiatan seperti salat berjamaah Duhur, Asar, Magrib, Isya, dan Subuh. Juga kegiatan lain semisal mengikuti pengajian kitab turats, baik yang diasuh kiai maupun oleh ustaz. Selain itu, kedisiplinan dan keteladanan kiai diikuti oleh santri.

Seperti (1) tumbuhnya sikap rendah hati (tawadu) terhadap yang lebih bawah dan sikap hormat (takzim) kepada yang lebih atas. Terutama dalam hal ilmu dan ibadah; (2) terbentuk kepribadian yang berpola hidup hemat dan sederhana; (3) terbiasa hidup mandiri, terbiasa mengerjakan hal-hal yang kelihatan hina tapi mulia seperti mencuci, membersihkan kamar tidur, dan memasak sendiri; (4) tumbuhnya jiwa suka menolong kepada orang lain. Hal ini disebabkan suasana pergaulan di pesantren yang familier dan menjunjung tinggi kesetaraan dan kebersamaan; (5) terbentuknya sikap disiplin; (6) terbentuknya kesanggupan untuk hidup prihatin untuk mencapai tujuan mulia.

Baca Juga :  Menagih Janji Calon Terpilih

Di pondok pesantren diajarkan berbagai ilmu, baik pendidikan agama maupun pendidikan umum, khususnya pesantren semimodern. Sebab,  dalam pola pendidikan pesantren terdapat model tradisional (salafy), modern (khalafy), dan perpaduan keduanya atau semimodern (Azyumardi Azra dalam Modernisasi Pendidikan Islam).

Pondok pesantren yang mengembangkan model semimodern mempertahankan pendidikan salaf dan menerima pendidikan modern yang lebih bermanfaat. Merujuk pada kaidah fiqh al-muhaafadhah ’alaa al-qadimi al-shalih wal al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah (mempertahankan nilai-nilai keislaman yang lama yang  masih baik dan menerima yang baru yang lebih baik).

- Advertisement -

Keilmuan yang diterima santri dari pesantren menjadi bekal di masyarakat. Apalagi dari alumni pesantren yang memadukan salafy dan modern, sehingga wawasan, sikap, dan perbuatannya akan lebih luas dan lebih membangun wawasan kebangsaan serta keilmuan yang lebih luas pula.

Sehubungan dengan peran pesantren tersebut, demikian pula puasa dapat dimaknai ”Puasa membangun kebersamaan dalam perbedaan”. Puasa melatih dan mendidik kita, umat Islam, memiliki sikap membangun kebersamaan dalam perbedaan.  Dalam puasa umat Islam boleh jadi memulai berpuasa ada yang tanggal 6, tanggal 5, bahkan ada yang tanggal 7 Mei 2019. Namun ketika waktu magrib tiba, azan dikumandangkan dan beduk dibunyikan, semua serentak berbuka, baik yang memulai puasa tanggal 5, tanggal 6, bahkan yang tanggal 7. Ini mempunyai arti bahwa puasa melatih dan mendidik membangun kebersamaan dalam perbedaan.

Baca Juga :  Pesantren Periodik Kaum Beriman

Dari dua institusi ini dapat dikembangkan dan saling melengkapi untuk membekali santri sebagai kader-kader pemimpin bangsa. Pesantren dengan berbagai sistem dan metode yang diajarkan kepada santri dapat dijadikan bekal terjun di masyarakat walaupun tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan.

Demikian pula puasa yang memiliki banyak dampak positif. Tidak hanya mencegah makan dan minum. Anggota badan dipuasakan, bahkan hati juga dipuasakan. Sebagaimana dikatakan dalam kitab Dzurratun Nashihin halaman 12. Bahwa tingkatan puasa ada tiga. Pertama, puasanya orang awam, hanya mencegah makan dan minum. Kedua, puasanya orang-orang khusus atau orang-orang saleh. Selain mencegah makan dan minum, juga anggota badan dipuasakan (pancaindra). Ketiga, puasanya orang khususnya khusus. Selain mencegah makan, minum, anggota badan, hati juga dipuasakan (tidak dengki dan sebagainya). Maka, puasa tidak hanya menahan makan dan minum, tetapi juga anggota badan dan hati, yang akan memberikan atsar atau dampak positif. Sebagaimana dalam akhir ayat 183 dari surah Al-Baqarah la’allakum tattaquun.

Dengan bekal ilmu pengetahuan, santri diharapkan membangun kebersamaan dalam perbedaan. Kebersamaan dan perbedaan selama mengenyam pendidikan di pesantren sudah dilakukan. Demikian juga puasa. Apabila dilakukan dengan baik sesuai tuntunan syariat, akan menjadi orang-orang baik dan kader pemimpin yang baik. 

 

*)Alumnus Ponpes Bahrul Ulum Tambak Beras, Jombang

Artikel Terkait

Lapangkan Jalan Pulang

Baju Baru, Ujub dan Korupsi

Lebaran

Tebar Pesona di Tahun Politik

Most Read

Artikel Terbaru

/