21.5 C
Madura
Monday, March 27, 2023

Menganaktirikan Pantura Madura

Oleh SYAFIUDDIN SYARIF*

(Tinjauan terhadap Wacana Reaktivasi Jalur Kereta Api di Madura)

MADURA merupakan wilayah berbentuk pulau kecil berimpitan dengan Pulau Jawa bagian timur. Antara Pulau Jawa dengan Pulau Madura dipisahkan oleh Selat Madura dengan luas sekitar 9.500 km persegi. Menuju Madura secara sederhana melewati Surabaya. Dahulu menyeberang menggunakan kapal feri dari Pelabuhan Perak, Surabaya, kemudian kapal feri bersandar di Pelabuhan Kamal, Bangkalan. Pada 10 Juni 2009 Jembatan Suramadu diresmikan dan difungsikan sebagai jembatan penghubung Surabaya dengan Madura. Semua kendaraan bermotor sebagai alat mobilitas manusia dan barang melewati jembatan itu. Kemudian, juga direaktivasi Bandara Trunojoyo Sumenep sebagai akses mempermudah mobilitas masyarakat dan barang dari luar daerah menuju Madura.

Dengan kapal feri, secara normal tanpa kemacetan Pelabuhan Kamal dan Pelabuhan Tanjung Perak bisa ditempuh selama 30 menit. Jika melewati Jembatan Suramadu ditempuh sekitar sepuluh menit saja. Sedangkan jika menggunakan pesawat dari Bandara Juanda menuju Bandara Trunojoyo cukup 35 menit.

Secara administratif wilayah Pulau Madura terbagi atas empat kabupaten yang berderetan dari sisi barat menuju sisi timur. Dimulai dari Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep sebagai kabupaten paling ujung timur. Luas Pulau Madura 5.379 km persegi sekitar 10–12 persen dari luas daratan Provinsi Jawa Timur. Sumenep merupakan kabupaten paling luas di Madura sekitar 2.094 km persegi dengan deretan kepulauan yang tersebar luas.

Total populasi penduduk Madura dari empat kabupaten sekitar 4.031.061 jiwa (2021, Wikipedia). Populasi terendah Pamekasan 853.507 jiwa, sedangkan populasi terbesar Sumenep sekitar 1.129.822 jiwa. Penduduk Sumenep tersebar di daratan dan di kepulauan.

Sebagai bentang wilayah, Madura memiliki kekhasan di antaranya memiliki daerah laut yang luas dan garis pantai yang panjang. Wilayah laut yang luas mengandung potensi beragam ikan segar yang berkualitas tinggi. Ikan kerapu, udang, dan teri menjadi komoditas laut Madura yang mampu menyangga kebutuhan ikan nasional. Di samping itu, ikan laut Madura memiliki khas dengan rasanya yang gurih dan lezat. Madura juga memiliki kandungan bahan energi minyak bumi dan gas yang sangat melimpah. RM.id melaporkan bahwa minyak bumi dan gas Madura sebagai pemasok sebesar 70 persen seluruh kebutuhan gas di Jawa Timur.

Selain itu, Madura memiliki wilayah pertanian yang cukup luas. Pulau Madura memiliki areal pertanian sekitar 400.000 hektare (BPS, 2007) baik tegalan atau lahan persawahan. Komoditas pertanian yang sangat potensial di Madura adalah jagung, padi, kedelai, kacang serta bawang merah. Selain itu, yang sangat potensial adalah tembakau sebagai bahan utama pembuatan rokok dan ke depan dikembangkan sebagai bahan utama medis. Area lahan tembakau di Madura seluas 36,3 ribu hektare (Said Abdullah, Radar Madura). Lahan pertanian tembakau tersebar di Sumenep, Sampang, dan yang paling luas Pamekasan.

Tembakau Madura termasuk dalam tembakau kualitas nomor satu di Indonesia. Menurut Hamzah Fansuri Basar, pembina Yayasan Masyarakat Tembakau Madura, tembakau Madura memiliki aroma khas dan sangat kuat. Seluruh pabrik rokok di Indonesia menggunakan 20 persen tembakau Madura sebagai bahan campuran untuk menguatkan rasa dan aroma rokok. Dalam setiap satu batang rokok yang beredar di masyarakat mengandung 20 persen tembakau Madura, sisanya 80 persen merupakan tembakau dari luar Madura. Seluruh pabrik rokok besar di Indonesia baik besar dan kecil menunjuk kuasa pembeli tembakau di Madura, kemudian kuasa pembeli memasok tembakau ke pabrik rokok sesuai jumlah permintaan pabrikan.

Baca Juga :  Nafas Panjang 90 Hari

Sama dengan Pulau Jawa, secara geografis Madura bisa diidentifikasikan ecara dominan atas dua garis wilayah pantai, yaitu pantai utara (pantura) dan pantai selatan. Wilayah pantura Madura merupakan bentang wilayah sekitar sisi utara pantai Madura, sedang pantai selatan bentang wilayah sekitar sisi selatan pantai Madura. Kedua wilayah merupakan kesatuan wilayah Madura, namun keduanya memiliki kekhasan dan perbedaan geografis, juga sosial budaya. Wilayah pantura memiliki kekhasan tipografi landai dan tanah yang gersang dan tandus, sehingga sangat potensial dikembangkan sebagai industri tambak udang. Jarak pantai dengan permukiman penduduk sangat luas.

Wilayah pantai selatan Madura memiliki tipografi daratan yang sedikit lebih tinggi. Jarak antara garis pantai dengan permukiman penduduk sangatlah dekat. Jika musim hujan sering terjadi banjir akibat naiknya air laut dan kiriman air bah. Pantai selatan sangat banyak terbentang lahan pertanian berupa sawah yang cukup subur dengan sumber mata air yang banyak. Bagian daerah pantai yang landai dimanfaatkan sebagai tambak garam, baik yang terbentuk secara alami atau proses membuka lahan dengan mengeruk kemudian meratakan daerah perbukitan dibantu alat berat ekskavator.

Madura merupakan wilayah penghasil garam terbesar di Indonesia. Luas lahan garam di Madura 11.170,96 hektare atau 60 persen dari keseluruhan lahan garam di Indonesia. Kompas.com melaporkan bahwa pada 2017 Indonesia mencatat produksi garam 1.020.925 ton. Dari jumlah tersebut, 372.728 ton disumbangkan dari wilayah Jawa Timur. Sumenep menyumbang produksi garam 126.662 ton sebagai jumlah produksi terbesar dibandingkan dengan kabupaten lain di Jawa Timur.

Terjadi disparitas di Madura antara pantura dengan sisi selatan. Pembangunan segala bidang lebih masif di wilayah selatan Madura. Wilayah selatan lebih ”hidup” dan lebih makmur dibanding wilayah pantura. Kawasan industri dan perdagangan tumbuh menjamur di bagian selatan Madura, sementara pantura cenderung terbengkalai dan termarginalkan. Ibu kota empat kabupaten Madura berada di daerah bagian selatan, sehingga memancing terciptanya sentra industri, perdagangan, dan jasa. Sisi pantura jauh dari kota kabupaten, sedangkan akses menuju kota kabupaten, infrastruktur berupa jalan sangat sempit dan banyak mengalami kerusakan parah. Kondisi ini menyebabkan masyarakat pantura enggan untuk bepergian ke kota kabupaten untuk melakukan aktivitas di sektor industri, perdagangan, dan jasa. Begitupun sebaliknya, masyarakat kota kabupaten ”berat” untuk melakukan aktivitas ekonomi dan jasa menuju pantura karena akses jalan yang sempit dan rusak mengganggu perjalanan dan berisiko menambah beban operasional.

Praktis, antara sisi selatan dan pantura Madura sangat minim terjadi aktivitas perekonomian dan jasa yang berdampak pada terjadinya transaksi dan pertukaran uang. Peredaran uang dan transaksi ekonomi jauh lebih besar di sisi selatan Madura.

Pantura Madura berkembang dengan kemampuan alami dari hasil pertanian sektor kelautan. Selain itu, akibat dari pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah, memaksa masyarakat pantura untuk pergi merantau ke luar negeri seperti Malaysia, Arab Saudi, dan daerah lain di Indonesia sebagai pekerja di sektor informal. Mereka bekerja sebagai buruh bangunan, ART, pengepul barang bekas, jualan di pasar, sektor ekonomi kreatif, dan lain-lain. Setiap bulan atau periode tertentu mereka mengirim uang kepada keluarga, istri dan anak yang tinggal dan berada di pantura Madura. Pengiriman uang dilakukan melalui jasa perbankan. Transaksi pengirim dan penarikan uang dalam jumlah besar memberikan keuntungan besar bagi pelaku bisnis perbankan. Tak ayal banyak bank BUMN dan bank swasta membuka perwakilan berupa unit yang tersebar di seluruh wilayah pantura Madura.

Baca Juga :  Muharam dan Road Show SPAB (Oleh ABD. KADIR)

Disparitas antara sisi selatan dan pantura Madura tidak hanya di sektor pembangunan ekonomi. Di sektor pembangunan manusia juga terjadi ketimpangan yang sangat mencolok. Perguruan tinggi baik negeri ataupun swasta yang ada di Madura seperti UTM, Poltera, IAIN Madura dan Unira, juga Unija Sumenep semuanya berada di sisi selatan Madura. Di pantura Madura tidak ada satu pun perguruan tinggi negeri (PTN), adanya hanya secuil PTS yang dibangun atas semangat dan kenekatan beberapa tokoh yang memiliki kemauan untuk membangun manusia dan wilayah pantura. Dari perkembangan serta pertumbuhan ekonomi dan manusia yang sangat lambat, ada asumsi bahwa wilayah pantura Madura dianaktirikan dalam proses pembangunan. Kue pembangunan lebih banyak beredar dan banyak dinikmati oleh masyarakat wilayah selatan Madura dibanding masyarakat pantura Madura.

Sekalipun antara wilayah selatan dan wilayah pantura Madura sama-sama terdapat infrastruktur berupa jalan transnasional, tidak banyak berpengaruh terhadap kemajuan wilayah pantura. Sebab, jalan transnasional wilayah pantura Madura berukuran sempit dan banyak rusak dibanding dengan jalan transnasional wilayah selatan. Perusahaan angkutan darat berupa bus tidak ada yang beroperasi melayani mengangkut penumpang di wilayah pantura. Selain sepi penumpang, jalannya sempit dan minim penerangan jalan.

Wacana reaktivasi jalur kereta oleh pemerintah pusat melalui PT KAI sejak 2019 (Kompas) yang kini digaungkan kembali oleh bupati Sumenep akan mempertajam disparitas antara Madura wilayah pantura dengan wilayah selatan. Pengaktifan kembali jalur kereta api Madura dari Kalianget sampai Kamal sebagai alat mobilitas manusia dan barang akan semakin menganaktirikan wilayah pantura Madura. Karena rel sebagai lintasan jalur kereta api hanya berada dan terpasang di sepanjang wilayah selatan Madura, sedang wilayah pantura tidak dilalui oleh rel lintasan kereta api.

Reaktivasi jalur kereta Madura hanya akan menarik pertumbuhan ekonomi di wilayah selatan Madura. Sedangkan wilayah pantura Madura sulit untuk tertarik secara ekonomi akibat dari reaktivasi jalur kereta api tersebut, sebab wilayah selatan dan pantura Madura sangat berjauhan dengan tipografi yang menyulitkan. Masyarakat pantura yang akan bepergian ke Surabaya dan kota lain di Pulau Jawa lebih memilih menggunakan jalan transnasional sisi utara Madura. Karena mereka tidak perlu menghabiskan waktu dan mengeluarkan biaya untuk perjalanan dari wilayah pantura menuju stasiun kereta api yang berada di sisi selatan Madura.

Kondisi wilayah selatan Madura yang berhadapan langsung dengan wilayah Jawa menjadi pull factor masifnya pembangunan di daerah tersebut. Wilayah selatan Madura menjadi penyangga atau penopang terhadap pengembangan daerah Jawa terutama wilayah Jawa Timur. Jika wacana pemindahan Ibu Kota Nusantara (IKN) terwujud, dan Ibu Kota Indonesia berpindah dari Jakarta ke Kalimantan, maka akan terjadi perubahan kiblat pengembangan dan dan pembangunan wilayah. Di Madura, akan terjadi pergeseran orientasi pembangun yang semula berpusat di wilayah selatan akan berpindah ke wilayah pantura. Sebab, wilayah pantura Madura yang secara geografis berhadapan langsung dengan Ibu Kota Nusantara di Pulau Kalimantan. Dengan demikian, masa depan Madura adalah wilayah pantai utara atau biasa disebut pantura. (*)

*)Pegiat riset dan guru SMAN 1 Sumenep

Oleh SYAFIUDDIN SYARIF*

(Tinjauan terhadap Wacana Reaktivasi Jalur Kereta Api di Madura)

MADURA merupakan wilayah berbentuk pulau kecil berimpitan dengan Pulau Jawa bagian timur. Antara Pulau Jawa dengan Pulau Madura dipisahkan oleh Selat Madura dengan luas sekitar 9.500 km persegi. Menuju Madura secara sederhana melewati Surabaya. Dahulu menyeberang menggunakan kapal feri dari Pelabuhan Perak, Surabaya, kemudian kapal feri bersandar di Pelabuhan Kamal, Bangkalan. Pada 10 Juni 2009 Jembatan Suramadu diresmikan dan difungsikan sebagai jembatan penghubung Surabaya dengan Madura. Semua kendaraan bermotor sebagai alat mobilitas manusia dan barang melewati jembatan itu. Kemudian, juga direaktivasi Bandara Trunojoyo Sumenep sebagai akses mempermudah mobilitas masyarakat dan barang dari luar daerah menuju Madura.


Dengan kapal feri, secara normal tanpa kemacetan Pelabuhan Kamal dan Pelabuhan Tanjung Perak bisa ditempuh selama 30 menit. Jika melewati Jembatan Suramadu ditempuh sekitar sepuluh menit saja. Sedangkan jika menggunakan pesawat dari Bandara Juanda menuju Bandara Trunojoyo cukup 35 menit.

Secara administratif wilayah Pulau Madura terbagi atas empat kabupaten yang berderetan dari sisi barat menuju sisi timur. Dimulai dari Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep sebagai kabupaten paling ujung timur. Luas Pulau Madura 5.379 km persegi sekitar 10–12 persen dari luas daratan Provinsi Jawa Timur. Sumenep merupakan kabupaten paling luas di Madura sekitar 2.094 km persegi dengan deretan kepulauan yang tersebar luas.

Total populasi penduduk Madura dari empat kabupaten sekitar 4.031.061 jiwa (2021, Wikipedia). Populasi terendah Pamekasan 853.507 jiwa, sedangkan populasi terbesar Sumenep sekitar 1.129.822 jiwa. Penduduk Sumenep tersebar di daratan dan di kepulauan.

Sebagai bentang wilayah, Madura memiliki kekhasan di antaranya memiliki daerah laut yang luas dan garis pantai yang panjang. Wilayah laut yang luas mengandung potensi beragam ikan segar yang berkualitas tinggi. Ikan kerapu, udang, dan teri menjadi komoditas laut Madura yang mampu menyangga kebutuhan ikan nasional. Di samping itu, ikan laut Madura memiliki khas dengan rasanya yang gurih dan lezat. Madura juga memiliki kandungan bahan energi minyak bumi dan gas yang sangat melimpah. RM.id melaporkan bahwa minyak bumi dan gas Madura sebagai pemasok sebesar 70 persen seluruh kebutuhan gas di Jawa Timur.

- Advertisement -

Selain itu, Madura memiliki wilayah pertanian yang cukup luas. Pulau Madura memiliki areal pertanian sekitar 400.000 hektare (BPS, 2007) baik tegalan atau lahan persawahan. Komoditas pertanian yang sangat potensial di Madura adalah jagung, padi, kedelai, kacang serta bawang merah. Selain itu, yang sangat potensial adalah tembakau sebagai bahan utama pembuatan rokok dan ke depan dikembangkan sebagai bahan utama medis. Area lahan tembakau di Madura seluas 36,3 ribu hektare (Said Abdullah, Radar Madura). Lahan pertanian tembakau tersebar di Sumenep, Sampang, dan yang paling luas Pamekasan.

Tembakau Madura termasuk dalam tembakau kualitas nomor satu di Indonesia. Menurut Hamzah Fansuri Basar, pembina Yayasan Masyarakat Tembakau Madura, tembakau Madura memiliki aroma khas dan sangat kuat. Seluruh pabrik rokok di Indonesia menggunakan 20 persen tembakau Madura sebagai bahan campuran untuk menguatkan rasa dan aroma rokok. Dalam setiap satu batang rokok yang beredar di masyarakat mengandung 20 persen tembakau Madura, sisanya 80 persen merupakan tembakau dari luar Madura. Seluruh pabrik rokok besar di Indonesia baik besar dan kecil menunjuk kuasa pembeli tembakau di Madura, kemudian kuasa pembeli memasok tembakau ke pabrik rokok sesuai jumlah permintaan pabrikan.

Baca Juga :  Fauzi Ajak Bupati Se-Madura Surati Presiden

Sama dengan Pulau Jawa, secara geografis Madura bisa diidentifikasikan ecara dominan atas dua garis wilayah pantai, yaitu pantai utara (pantura) dan pantai selatan. Wilayah pantura Madura merupakan bentang wilayah sekitar sisi utara pantai Madura, sedang pantai selatan bentang wilayah sekitar sisi selatan pantai Madura. Kedua wilayah merupakan kesatuan wilayah Madura, namun keduanya memiliki kekhasan dan perbedaan geografis, juga sosial budaya. Wilayah pantura memiliki kekhasan tipografi landai dan tanah yang gersang dan tandus, sehingga sangat potensial dikembangkan sebagai industri tambak udang. Jarak pantai dengan permukiman penduduk sangat luas.

Wilayah pantai selatan Madura memiliki tipografi daratan yang sedikit lebih tinggi. Jarak antara garis pantai dengan permukiman penduduk sangatlah dekat. Jika musim hujan sering terjadi banjir akibat naiknya air laut dan kiriman air bah. Pantai selatan sangat banyak terbentang lahan pertanian berupa sawah yang cukup subur dengan sumber mata air yang banyak. Bagian daerah pantai yang landai dimanfaatkan sebagai tambak garam, baik yang terbentuk secara alami atau proses membuka lahan dengan mengeruk kemudian meratakan daerah perbukitan dibantu alat berat ekskavator.

Madura merupakan wilayah penghasil garam terbesar di Indonesia. Luas lahan garam di Madura 11.170,96 hektare atau 60 persen dari keseluruhan lahan garam di Indonesia. Kompas.com melaporkan bahwa pada 2017 Indonesia mencatat produksi garam 1.020.925 ton. Dari jumlah tersebut, 372.728 ton disumbangkan dari wilayah Jawa Timur. Sumenep menyumbang produksi garam 126.662 ton sebagai jumlah produksi terbesar dibandingkan dengan kabupaten lain di Jawa Timur.

Terjadi disparitas di Madura antara pantura dengan sisi selatan. Pembangunan segala bidang lebih masif di wilayah selatan Madura. Wilayah selatan lebih ”hidup” dan lebih makmur dibanding wilayah pantura. Kawasan industri dan perdagangan tumbuh menjamur di bagian selatan Madura, sementara pantura cenderung terbengkalai dan termarginalkan. Ibu kota empat kabupaten Madura berada di daerah bagian selatan, sehingga memancing terciptanya sentra industri, perdagangan, dan jasa. Sisi pantura jauh dari kota kabupaten, sedangkan akses menuju kota kabupaten, infrastruktur berupa jalan sangat sempit dan banyak mengalami kerusakan parah. Kondisi ini menyebabkan masyarakat pantura enggan untuk bepergian ke kota kabupaten untuk melakukan aktivitas di sektor industri, perdagangan, dan jasa. Begitupun sebaliknya, masyarakat kota kabupaten ”berat” untuk melakukan aktivitas ekonomi dan jasa menuju pantura karena akses jalan yang sempit dan rusak mengganggu perjalanan dan berisiko menambah beban operasional.

Praktis, antara sisi selatan dan pantura Madura sangat minim terjadi aktivitas perekonomian dan jasa yang berdampak pada terjadinya transaksi dan pertukaran uang. Peredaran uang dan transaksi ekonomi jauh lebih besar di sisi selatan Madura.

Pantura Madura berkembang dengan kemampuan alami dari hasil pertanian sektor kelautan. Selain itu, akibat dari pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah, memaksa masyarakat pantura untuk pergi merantau ke luar negeri seperti Malaysia, Arab Saudi, dan daerah lain di Indonesia sebagai pekerja di sektor informal. Mereka bekerja sebagai buruh bangunan, ART, pengepul barang bekas, jualan di pasar, sektor ekonomi kreatif, dan lain-lain. Setiap bulan atau periode tertentu mereka mengirim uang kepada keluarga, istri dan anak yang tinggal dan berada di pantura Madura. Pengiriman uang dilakukan melalui jasa perbankan. Transaksi pengirim dan penarikan uang dalam jumlah besar memberikan keuntungan besar bagi pelaku bisnis perbankan. Tak ayal banyak bank BUMN dan bank swasta membuka perwakilan berupa unit yang tersebar di seluruh wilayah pantura Madura.

Baca Juga :  Belajar Meramal

Disparitas antara sisi selatan dan pantura Madura tidak hanya di sektor pembangunan ekonomi. Di sektor pembangunan manusia juga terjadi ketimpangan yang sangat mencolok. Perguruan tinggi baik negeri ataupun swasta yang ada di Madura seperti UTM, Poltera, IAIN Madura dan Unira, juga Unija Sumenep semuanya berada di sisi selatan Madura. Di pantura Madura tidak ada satu pun perguruan tinggi negeri (PTN), adanya hanya secuil PTS yang dibangun atas semangat dan kenekatan beberapa tokoh yang memiliki kemauan untuk membangun manusia dan wilayah pantura. Dari perkembangan serta pertumbuhan ekonomi dan manusia yang sangat lambat, ada asumsi bahwa wilayah pantura Madura dianaktirikan dalam proses pembangunan. Kue pembangunan lebih banyak beredar dan banyak dinikmati oleh masyarakat wilayah selatan Madura dibanding masyarakat pantura Madura.

Sekalipun antara wilayah selatan dan wilayah pantura Madura sama-sama terdapat infrastruktur berupa jalan transnasional, tidak banyak berpengaruh terhadap kemajuan wilayah pantura. Sebab, jalan transnasional wilayah pantura Madura berukuran sempit dan banyak rusak dibanding dengan jalan transnasional wilayah selatan. Perusahaan angkutan darat berupa bus tidak ada yang beroperasi melayani mengangkut penumpang di wilayah pantura. Selain sepi penumpang, jalannya sempit dan minim penerangan jalan.

Wacana reaktivasi jalur kereta oleh pemerintah pusat melalui PT KAI sejak 2019 (Kompas) yang kini digaungkan kembali oleh bupati Sumenep akan mempertajam disparitas antara Madura wilayah pantura dengan wilayah selatan. Pengaktifan kembali jalur kereta api Madura dari Kalianget sampai Kamal sebagai alat mobilitas manusia dan barang akan semakin menganaktirikan wilayah pantura Madura. Karena rel sebagai lintasan jalur kereta api hanya berada dan terpasang di sepanjang wilayah selatan Madura, sedang wilayah pantura tidak dilalui oleh rel lintasan kereta api.

Reaktivasi jalur kereta Madura hanya akan menarik pertumbuhan ekonomi di wilayah selatan Madura. Sedangkan wilayah pantura Madura sulit untuk tertarik secara ekonomi akibat dari reaktivasi jalur kereta api tersebut, sebab wilayah selatan dan pantura Madura sangat berjauhan dengan tipografi yang menyulitkan. Masyarakat pantura yang akan bepergian ke Surabaya dan kota lain di Pulau Jawa lebih memilih menggunakan jalan transnasional sisi utara Madura. Karena mereka tidak perlu menghabiskan waktu dan mengeluarkan biaya untuk perjalanan dari wilayah pantura menuju stasiun kereta api yang berada di sisi selatan Madura.

Kondisi wilayah selatan Madura yang berhadapan langsung dengan wilayah Jawa menjadi pull factor masifnya pembangunan di daerah tersebut. Wilayah selatan Madura menjadi penyangga atau penopang terhadap pengembangan daerah Jawa terutama wilayah Jawa Timur. Jika wacana pemindahan Ibu Kota Nusantara (IKN) terwujud, dan Ibu Kota Indonesia berpindah dari Jakarta ke Kalimantan, maka akan terjadi perubahan kiblat pengembangan dan dan pembangunan wilayah. Di Madura, akan terjadi pergeseran orientasi pembangun yang semula berpusat di wilayah selatan akan berpindah ke wilayah pantura. Sebab, wilayah pantura Madura yang secara geografis berhadapan langsung dengan Ibu Kota Nusantara di Pulau Kalimantan. Dengan demikian, masa depan Madura adalah wilayah pantai utara atau biasa disebut pantura. (*)

*)Pegiat riset dan guru SMAN 1 Sumenep

Artikel Terkait

Kepada Ipin

Belajar Meramal

Childfree dalam Kosmologi Madura

Surga Nyata Perjuangan Ibu Kepala Keluarga

Most Read

Artikel Terbaru

/