MENJELANG pelantikan Presiden dan Wakil Presiden hiruk-pikuk politik menyeruak pasca bertemunya Jokowi dan Prabowo yang menunjukkan sinyal kuat bahwa Partai Gerindra yang sejak 2009 berada diluar pemerintahan akan bergabung dalam koalisi besar pendukung pemerintah. Yang sebelumnya, sinyal serupa datang ketika Jokowi bertemu dengan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) dan Ketua Umum Partai Demokrat.
Adanya oposisi merupakan kontribusi politik yang signifikan bagi pembangunan negara dan terlaksananya demokrasi serta menciptakan check and balances dalam pengelolaan negeri ini. Negara butuh oposisi sebagai kekuatan penyeimbang sehingga rezim penguasa terkontrol dalam membuat kebijakan dan tentunya menguntungkan rakyat.
Disisi legislatif, pemerintah tidak hanya mengandalkan politisi-politisi di kursi parlemen yang lihai mengumbar janji-janji manis. Pemerintah juga butuh oposisi yang kritis untuk menguji setiap usulan dan rancangan anggaran. Oposisi yang baik dan kuat juga akan menjaga pemerintah melenceng dari garis aturan.
Dalih pemerintah dengan besarnya koalisi akan dapat mejaga stabilitas politik dan kelancaran pembangunan hanya omong kosong belaka. Bagaimana tidak? Ketika parlemen legislatif dikuasai oleh blok besar politik, yang akan terjadi justru kongkalikong oligarki semakin masif dilakukan.
Keoligarkian akan semakin menjadi-jadi bilamana partai oposisi yang berada di pusaran parlemen hanya segelintir saja. Dimana sebelumnya, para anggota legislatif telah bertarung keras dalam pemilu akan saling mempertahankan kekuasaan politik dan hak-hak istimewanya tanpa memedulikan aspirasi pemilihnya.
Jika parlemen dan pemerintah berkonsolidasi menghilangkan partai oposisi, maka akan datang oposisi dari arah-arah lain. Kita bisa menyebut oposisi ini adalah rakyat. Rakyat sebagai kekuatan utama dalam melawan pusaran oligarki.
Kesimpulannya, oposisi akan tetap ada. Namun kali ini, oposisi diluar ekstraparlementer. Oposisi di diskusi-diskusi. Oposisi di ruang-ruang kampus. Oposisi dimana-mana rakyat berada.
Akan tetapi, keefektifan oposisi akan semakin kuat bilamana partai oposisi seimbang dengan partai pemerintah dan ditambah lagi oposisi rakyat yang fundamental dalam mengawal dan mengontrol pemerintah sehingga akan menciptakan demokrasi yang baik dan sistem politik yang sehat.
MENJELANG pelantikan Presiden dan Wakil Presiden hiruk-pikuk politik menyeruak pasca bertemunya Jokowi dan Prabowo yang menunjukkan sinyal kuat bahwa Partai Gerindra yang sejak 2009 berada diluar pemerintahan akan bergabung dalam koalisi besar pendukung pemerintah. Yang sebelumnya, sinyal serupa datang ketika Jokowi bertemu dengan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) dan Ketua Umum Partai Demokrat.
Adanya oposisi merupakan kontribusi politik yang signifikan bagi pembangunan negara dan terlaksananya demokrasi serta menciptakan check and balances dalam pengelolaan negeri ini. Negara butuh oposisi sebagai kekuatan penyeimbang sehingga rezim penguasa terkontrol dalam membuat kebijakan dan tentunya menguntungkan rakyat.
Disisi legislatif, pemerintah tidak hanya mengandalkan politisi-politisi di kursi parlemen yang lihai mengumbar janji-janji manis. Pemerintah juga butuh oposisi yang kritis untuk menguji setiap usulan dan rancangan anggaran. Oposisi yang baik dan kuat juga akan menjaga pemerintah melenceng dari garis aturan.
Dalih pemerintah dengan besarnya koalisi akan dapat mejaga stabilitas politik dan kelancaran pembangunan hanya omong kosong belaka. Bagaimana tidak? Ketika parlemen legislatif dikuasai oleh blok besar politik, yang akan terjadi justru kongkalikong oligarki semakin masif dilakukan.
Keoligarkian akan semakin menjadi-jadi bilamana partai oposisi yang berada di pusaran parlemen hanya segelintir saja. Dimana sebelumnya, para anggota legislatif telah bertarung keras dalam pemilu akan saling mempertahankan kekuasaan politik dan hak-hak istimewanya tanpa memedulikan aspirasi pemilihnya.
Jika parlemen dan pemerintah berkonsolidasi menghilangkan partai oposisi, maka akan datang oposisi dari arah-arah lain. Kita bisa menyebut oposisi ini adalah rakyat. Rakyat sebagai kekuatan utama dalam melawan pusaran oligarki.
Kesimpulannya, oposisi akan tetap ada. Namun kali ini, oposisi diluar ekstraparlementer. Oposisi di diskusi-diskusi. Oposisi di ruang-ruang kampus. Oposisi dimana-mana rakyat berada.
- Advertisement -
Akan tetapi, keefektifan oposisi akan semakin kuat bilamana partai oposisi seimbang dengan partai pemerintah dan ditambah lagi oposisi rakyat yang fundamental dalam mengawal dan mengontrol pemerintah sehingga akan menciptakan demokrasi yang baik dan sistem politik yang sehat.