PESTA demokrasi terakbar 17 April 2019 sudah selesai digelar secara serentak di seluruh Indonesia. Begitu juga di luar negeri. Para kandidat capres-cawapres dan calon legislatif tinggal menunggu nasib. Mujur atau justru dia akan tergusur dan tersungkur. Sejak awal, semua calon peserta pasti memiliki keinginan untuk terpilih sebagai pemimpin atau wakil rakyat yang siap melayani, bukan untuk dilayani.
Jika rakyat menghendaki, yakinlah, pilihan rakyat kepada siapa saja yang dia pilih adalah sebagai hasil ikhtiar yang dilakukan selama kurang lebih 8 bulan. Sejak perhelatan pesta demokrasi digulirkan, kandidat capres-cawapres dan calon legislatif mulai memproklamasikan dirinya kepada konstituen dan publik. Tujuannya, agar para kandikat tersebut bisa terekspos sehingga memudahkan rakyat untuk memilah dan memilih yang layak dijadikan sebagai publik figur yang siap membawa dan memperjuangkan nasibnya.
Pasca pemungutan surat suara 17 April, semua kontestan ketar-ketir. Diselimuti perasaan galau. Cemas campur aduk menjadi satu. Mereka sadar perjuangan yang dilakukan banyak menguras tenaga, pikiran, dan bahkan finansial. Pesta demokrasi memang membutuhkan cost politic tidak sedikit. Tidak heran jika ada sebagian calon yang menemui kegagalan dalam meraih kesuksesan, dan pada akhirnya banyak mencari jalan pintas.
Kegagalan hari ini adalah kesuksesan yang tertunda. Tidak ada alasan untuk berhenti berjuang. Jatuh, bangkitlah kembali. Perjuangan belum berakhir. Kesungguhan yang dilakukan sejak beberapa bulan lalu akan membuahkan keberhasilan. Man jadda wajada: siapa yang bersungguh-sungguh, maka dia akan berhasil.
Rasa optimisme ini memang harus ada dalam setiap diri calon. Hal tersebut akan memengaruhi laju perjalanan dan langkahnya untuk menyongsong kegemilangan di hari esok. Pemilu sudah berlalu, harapan kemenangan semakin membuncah karena sebagian di antara para peserta pemilu sudah bisa memprediksi apakah akan mulus menuju kursi pimpinan dan parlemen.
Beberapa jam setelah proses pencoblosan di seluruh daerah di Indonesia, banyak lembaga survei yang merilis hasil hitung cepat (quick count) perolehan suara masing-masing calon capres-cawapres dan legislatif. Dari hasil quick count tersebut setidaknya akan menjadi deskripsi sementara kepada seluruh kontestan tentang nasibnya yang selama ini masih terkatung-katung.
Banyak yang mengklaim calon tertentulah yang dinyatakan sebagai pemenang. Hasil hitung cepat berbagai lembaga survei substansinya belum secara absah dapat dijadikan tolok ukur atas kemenangan calon tertentu. Sebab, hakim garis, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum menentukan secara resmi melalui hitung manual siapa yang menjadi juara.
Para kandidat sudah memiliki strategi khusus agar terpilih. Untuk bisa mendongkrak tingkat keterpilihannya, peserta pemilu melakukan berbagai macam cara agar betul-betul bisa melenggang ke Istana Negara dan parlemen. Tak jarang kita temui, kandidat selalu tebar pesona, mengumbar janji-janji manis untuk menghipnotis calon pemilih.
Akankah janji itu bisa ditepati bila nanti dia menjadi pemimpin dan wakil rakyat? Butuh pembuktian secara riil dari calon terpilih nanti. Selama ini, banyak orang masih menyangsikan akan ketulusan ucapan dan janji politis di negeri ini. Janji politik politisi tak ubahnya sumpah serapah yang seakan menjadi hal biasa-biasa saja sehingga ketika pada saatnya terpilih mereka lupa.
Dalam setiap pergelaran kontestasi politik, peserta pemilu selalu membawa visi-misi atas nama rakyat. Semisal slogan, ”mari berjuang bersama rakyat”, ”memperjuangkan nasib rakyat” atau ”membela rakyat”, dan lain sebagainya. Semuanya atas nama rakyat. Namun, jika para pemimpin dan wakil rakyat terpilih tidak melaksanakan slogan itu, rakyat yang mana yang diperjuangkan sementara kontribusinya terhadap kemajuan dan perkembangan taraf hidup rakyat tetap saja tidak kunjung berubah?
Para calon terpilih harus menyadari keterpilihannya bukan semata-mata untuk kepentingan sendiri. Tetapi ada sejuta harapan yang dititipkan rakyat di pundak untuk disuarakan di Istana dan parlemen demi untuk perubahan dari suatu keadaan kepada keadaan yang lebih baik.
Sebagai rakyat biasa, kita pun berharap, siapa pun calon yang akan terpilih benar-benar dapat membela dan memperjuangkan nasib rakyatnya sehingga tidak merasa menjadi orang asing di negaranya sendiri dan mendapatkan kehidupan layak. Menepati janji politik pada saat pencalonan selalu ditunggu rakyat. Jangan sampai amanah yang diberikan disia-siakan.
Tunaikan amanah yang diberikan oleh rakyat agar kelak tidak menemukan kesulitan ketika akan mempertanggungjawabkan kepada rakyat yang memilihnya, terutama kepada Tuhan YME. ”Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kepemimpinan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT (HR Bukhari dan Muslim).
Sekecil apa pun tanggung jawab yang diberikan, ada konsekuensi logis yang akan kita tanggung sebagai akibat dari amanah yang dititipkan. Memikirkan kemaslahatan umat harus menjadi prioritas dalam setiap perjuangan yang dilakukan.
Ketika pemimpin negeri ini sibuk memikirkan kepentingan diri sendiri dan kelompoknya, apalagi demi kepentingan warga asing, jangan berharap kesejahteraan, keadilan, dan kemakmuran akan dirasakan rakyat. Karena itu, pilihan kita tidak boleh salah, apalagi memilih orang yang salah, karena nasib kita ditentukan oleh diri kita sendiri. Bukan oleh orang lain. Objektif dalam memilih pemimpin akan mengantarkan negeri ini kepada negeri yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Menagih Janji Calon Terpilih
*Alumnus Ponpes Raudlah Najiyah Lengkong, Bragung, Guluk-Guluk, Sumen