KEWAJIBAN berpuasa pada bulan Ramadan turun pada bulan Sya’ban tahun kedua setelah hijrahnya umat muslim dari Makkah ke Madinah. Di masyarakat kita sering ditemukan kata-kata salah tafsir manakala Ramadan tiba. Misalnya, takjil, imsak, dan halalbihalal sehingga perlu pengkajian ilmiah dan detail agar tidak menimbulkan bias di masyarakat.
Takjil adalah kata kerja (fi’il)Arab (verb) Inggris yang berarti menyegerakan. Bukan kata benda (isim) Arab (noun) Inggris yang memiliki arti hidangan pembuka (appetizer) atau makanan yang dibagikan menjelang beduk magrib. Awal mula takjil terbentuk adalah ketika masyarakat Arab menyegerakan berbuka puasa dengan buah kurma karena disunahkan ketika azan magrib untuk sesegera mungkin berbuka dan buah kurma adalah yang paling praktis untuk menyegerakan hidangan berbuka. Dengan demikian, pengertian yang diserap oleh masyarakat menjadi bias dan mengartikan takjil dengan kata benda. Takjil berasal dari mashdar (kata dasar) takjiilan dari wazan (pola bentuk bahasa Arab) fa’aala-yufa’ilu-taf’ilan-ajjala-yu’ajjilu-takjiilan.
Dalam kata takjil huruf k pada kata tersebut pengganti huruf ’ain pada tulisan aslinya, sehingga huruf k dibaca tak terdengar. Huruf k tersebut dibaca sebagai huruf ’ain yang berbaris sukun (baris mati). Selain ditulis dengan takjil, terkadang didapati juga sebagian masyarakat menulis ta’jil. Dalam KBBI takjil juga berarti menyegerakan, bukan makanan manis atau semacamnya. Adalah istilah yang keliru manakala menuliskan, ”Bagi-bagi takjil” atau ”berburu takjil” karena takjil adalah kata kerja bukan kata benda yang sama sekali tidak ada korelasi dengan makanan tertentu seperti yang selama ini dipahami masyarakat.
Selain takjil, terdapat imsak. Imsak berasal dari bahasa Arab bentuk mashdar (kata dasar) amsaka-yumsiku-imsaakan yang berarti menahan. Dari pengertian menahan, mengindikasikan bahwa waktu imsak adalah waktu dimulainya menahan sesuatu yang membatalkan puasa.
Pun demikian, saat imsak masih diperbolehkan makan minum selama belum memasuki waktu subuh. Namun, yang umum dipahami mengenai imsak adalah saat seseorang harus memulai stop makan dan minum. Pengertian ini kurang tepat karena tidak ada ketentuan umat Islam harus sudah berpuasa pada waktu imsak, yang berarti belum masuk waktu subuh. Sebab, batas mulai puasa bukan sejak imsak, melainkan sejak waktu subuh. Seharusnya, imsak yang tepat adalah pada waktu subuh, bukan sebelum waktu subuh.
Halalbihalal ditemukan ketika Idul Fitri. Dikemas dalam format reuni keluarga, kerabat, teman sejawat,bahkan para pejabat negara.
Halalbihalal tidak bisa diterjemahkan secara lughowi karena pendefinisian halalbihalal lahir dari kultur masyarakat Indonesia. Jika dipaksa diterjemahkan akan dijumpai arti yang rancu. Bangsa Arab pun tidak akan mengerti maksudnya. Ini disebabkan tidak ada kata halalbihalal dalam nahwu shorrof (gramatika bahasa Arab).
Kata halal berasal dari bahasa Arab yang sudah diserap menjadi bahasa Indonesia, yaitu sebagai antonim dari kata haram. Halal bermakna boleh atau tidak dilarang. Sedangkan kata bi adalah huruf jar yaitu huruf yang bisa membuat bacaan menjadi kasrah dan bisa diartikan dengan. Maka secara etimologi halalbihalal berarti boleh dengan boleh.
Halalbihalal tidak bisa dimaknai secara kebahasaan. Tapi dari segi kulturalnya yaitu budaya saling memaafkan atau dengan berkunjung ke rumah sanak saudara (silaturahmi). Sejarah paling populer mengenai asal-usul halalbihalal dimulai oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I atau dikenal dengan Pangeran Sambernayawa, yang kala itu memimpin Surakarta mengumpulkan para penggawa dan prajurit di balai istana untuk melakukan sungkem kepada sang raja dan permaisuri setelah Idul Fitri.
Hal ini dilakukan untuk menghemat tenaga dan biaya. Sejak saat itu, tradisi kunjungan terhadap orang yang lebih tua atau yang memiliki kedudukan lebih tinggi untuk meminta maaf pada Hari Raya Idul Fitri setelah Ramadan menjadi tradisi dan dilakukan pada tahun berikutya hingga sekarang. Di Arab, baik kata maupun tradisinya, tidak ada sama sekali. Ini menunjukkan halalbihalal adalah asli tradisi masyarakat Indonesia.
Sebelum dibakukan menjadi kata dalam bahasa Indonesia, halalbihalal ditulis sebagai satu kata tanpa spasi sudah ditemukan dalam kamus bahasa Jawa-Belanda kumpulan Dr. Th. Pigeaud terbitan 1938 yang persiapannya dimulai di Surakarta pada 1926 atas perintah Gubernur Jenderal Hindia-Belanda pada 1925. Halalbihalal dalam kamus tersebut terdapat pada entri hurf A dengan kata alal behalal dengan arti yang sama dengan arti halalbihalal yang dibakukan dalam KBBI. Yaitu, acara maaf-memaafkan pada hari Lebaran dan suatu tradisi khas Indonesia.
*Alumni Pondok Pesantren Salafiyah Assirojiyyah Sampang dan pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Al –Ibrohimy Bangkalan.