MENARIK ketika kita membaca tulisan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa Hijrah Menuju Kebangkitan Pascapandemi di Jawa Pos, Senin, 1 Agustus 2022. Ada pesan hijrah yang bisa dimaknai dari berbagai perspektif. Bisa dalam perspektif ibadah, maupun sosial-ekonomi dan lain sebagainya. Intinya, bahwa hijrah itu menurut beliau perubahan menuju hal yang lebih baik, lebih produktif, dan lebih memberikan harapan.
Dalam perspektif situasi pandemi yang dialami bangsa ini, Muharam tahun ini memang berbeda dengan tahun sebelumnya. Bahwa ada pelonggaran atas berbagai batasan interaksi sebagaimana diterapkan ketika Covid-19 melanda negeri ini sejak dua tahun kemarin. Nah, di sinilah bahwa pelonggaran ini tentu akan memberikan suntikan motivasi untuk menyambut tahun baru Hijriah ini.
Dalam perspektif ini, hijrah merupakan sarana untuk beradaptasi dengan berbagai perubahan yang terjadi di sekitar kita. Diakui atau tidak, perubahan sosial telah menjadi niscaya dalam kehidupan. Maka, momentum tahun baru ini menjadi titik balik untuk bisa terus beradaptasi dan menebar manfaat bagi sesama.
Di akhir tahun Hijriah kemarin, bupati Sumenep telah mengeluarkan edaran bahwa dalam rangka menyambut tahun baru Hijriah tahun ini dianjurkan untuk melaksanakan ”ritual” Khatmil Qur’an bagi semua kantor/OPD di bawah naungan Pemkab Sumenep maupun masjid/musala. Kita secara massal dianjurkan menyambut tahun baru Hijriah ini dengan penguatan amalan-amalan yang bisa mengantarkan kabupaten ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Artinya, bahwa momentum ini perlu diterjemahkan dalam sebuah amaliyah yang dapat memberikan efek manfaat yang bisa dirasakan bersama-sama.
Pada ranah ini, sebagai implementasi tebar manfaat dan melaksanakan aktivitas lebih produktif, BPBD pun mencoba melakukan upaya yang lebih memberikan harapan dan manfaat. Momen Muharam tahun ini disambut dengan agenda pencerahan dan edukasi yang dilakukan kepada keluarga besar BPBD. Selain itu, ada agenda lanjutan yang akan dilakukan untuk mengedukasi seputar kebencanaan kepada para peserta didik di lembaga-lembaga pendidikan setingkat PAUD. Agenda ini dilaksanakan berkolaborasi bersama Dharma Wanita Persatuan Kabupaten Sumenep dengan melaksanakan road show ke beberapa kecamatan di Sumenep.
Diakui atau tidak bahwa edukasi kebencanaan ini perlu terus disebarluaskan karena kita semua berharap bahwa setiap satuan pendidikan harus menjelma satuan pendidikan aman bencana (SPAB). Langkah utama melaksanakan sosialisasi untuk anak-anak setingkat PAUD, adalah agar mereka memiliki stimulus kebencanaan sejak dini. Artinya, bahwa apa yang didapatkan dalam edukasi nanti adalah mutiara yang berharga dan akan diingat sampai ia dewasa. Minimal, anak-anak kita bisa diberi pemahaman tentang situasi bencana: banjir atau gempa bumi, menambah pengetahuan dan keterampilan anak tentang bencana mulai dari mengenali tanda-tanda atau fenomena alam di sekitarnya, hal-hal yang harus dilakukan ketika bencana terjadi hingga membiasakan anak untuk menjaga lingkungan sekitarnya dalam rangka mencegah terjadinya bencana sesuai dengan aspek perkembangannya.
Dengan pengenalan ini, diharapkan mereka bisa menerimanya sebagai sebuah khazanah yang suatu saat akan bermanfaat bagi mereka, khususnya dalam hal kesiapsiagaan terhadap bencana. Atau, minimal mereka bisa tahu tentang ”bahasa-bahasa” kebencanaan yang bisa jadi dialami mereka (meskipun semua berharap dijauhkan dari bencana) dan bisa megetahui langkah awal yang harus mereka lakukan ketika terjadi bencana. Ini semua akan menjadi bekal bagi anak-anak kita nanti.
Dalam perspektif ini pula, ada multiple value yang secara substantif akan terinternalisasi dalam edukasi kebencanaan ini. Mulai dari nilai kognitif (pengetahuan), nilai agama dan moral, nilai sosial ekonomi dan nilai yang lain, nilai bahasa, nilai fisik-motorik dan lainnya yang akan diterima anak.
Kita semua tidak berharap tertimpa bencana, tetapi minimal mengenalkan seputar kebencanaan dengan berbagai upaya pencegahannya mungkin akan memberikan mafaat kepada mereka. Semoga! (*)
*)Sekretaris BPBD Sumenep