USAI makan malam, seorang jurnalis di Kota Bahari bertanya, benarkah RBT alias Ra Baddrut Tamam akan mencalonkan diri pada pilwali Surabaya? Saya tidak bisa menjawab. Karena pertanyaan tersebut sangat pribadi dan saya belum pernah menanyakan langsung kepada bupati Pamekasan itu.
Tetapi, pertanyaan tersebut langsung mengingatkan saya pada Syahrini. Pemilik nama asli Rini Fatimah Jaelani itu. Saya teringat dengan jambul khatulistiwanya, bulu mata antibadai, dan Tudung Fatimah alias busana muslimah warna kuning yang superketat. Sebuah busana yang kemudian dipeleset oleh haters-nya sebagai baju ekstrak kulit pisang.
Saya pun mengacak-acak kembali informasi tentang Syahrini. Lalu, ketemulah tulisan berjudul Aku Syahrini, Maka Aku Ada. Tulisan Edi AH Iyubenu ini menelanjang isi pelantun Jangan Memilih Aku dengan menggunakan metode keterasingan Descartes.
”Kita menyaksikan Syahrini yang super kemilau melalui indra yang kemudian menjelma fondasi nalar; ya mata, ya telinga, ya berita, lalu ya pikiran.” Demikian ungkap Edi, penulis beken sekaligus pengusaha buku tajir asal Sumenep yang bermukim di Jogjakarta. Oleh Edi, Syahrini digambarkan sebagai sosok yang mampu membumikan kredo cogito ergo sum Descartes dalam dunia keartisan. Syahrini mampu menyihir mata, telinga, serta pikiran pencinta dan pembencinya.
Syahrini memang berbeda dengan artis kebanyakan. Selalu ada cara untuk dibicarakan banyak orang. Entah tingkahnya, pakaiannya, gaya hidupnya, hingga kata-katanya.
Misalnya, dia memopulerkan kata ”sesuatu” yang kemudian oleh Charly Van Houten digubah menjadi lirik yang mudah dinyanyikan. Lagu itu booming dan dinyanyikan oleh banyak orang. Baik yang suka atau benci kepadanya terlihat asyik menyanyikan lagu ”sesuatu”.
Selain ”sesuatu”, ada beberapa kata populer Syahrini yang kemudian menjadi lagu superhit. Seperti kata ”syantik” yang kemudian digubah menjadi lagu Lagi Syantik yang kelak membuat Siti Badriah, si penyanyinya, tambah ngetop. Ada pula kata Maju Mundur Cantik yang menjadi judul lagu yang dinyanyikan oleh Rina Nose.
Begitulah Syahrini, artis dengan sederet sensasi dan kontroversi. Demikian juga RBT yang kerap kali juga melakukan hal-hal tak terduga, di luar mainstream. Atau RBT menarasikannya dengan istilah out of the box thinking. Soal haters, bukalah Facebook warga Pamekasan, terutama rival politiknya, maka akan kau temukan kritik, nyinyiran, hingga hujatan-hujatan di sana.
Sejak mendeklarasikan diri maju hingga menjadi bupati Pamekasan, RBT memang kerap melakukan hal-hal cukup unik, tidak lazim, bahkan kontroversi. Misalnya, dia menggunakan batik lokal Pamekasan sebagai strategi kampanye. Banyak yang menyukai dengan cara tersebut, terutama karena dinilai menguntungkan bagi perajin batik.
Di masa kampanye, RBT memasang foto dengan pose meletakkan tangan di dada. Salam satu hati, katanya. Yang tak suka dengan gaya ini kemudian memelesetkannya dengan sebutan salam ”sakit hati” atau salam ”sesak napas”.
Tetapi, salam ini justru populer di masyarakat. Tak sedikit yang meniru gaya ini. Termasuk penyelenggara pemilu, mungkin berniat guyonan, meniru, lalu tertangkap kamera, kemudian jadi kontroversi.
Menyulutkan rokok lawan bicara, memperbaiki songkok, letak dasi, dan kancing baju adalah cerita yang lain tentang RBT. Tetapi, cara-cara itu yang justru membuat mantan anggota DPRD Jawa Timur dua periode itu terus dibicarakan banyak orang. Popularitasnya terus naik hingga akhirnya dia terpilih menjadi bupati Pamekasan didampingi Raja’e sebagai wakil bupati.
Ketika sudah dilantik jadi bupati, banyak hal baru dia lakukan. Misalnya, dengan branding batik pada mobil dinas di lingkungan Pemkab Pamekasan. Kemudian, membuka mal pelayanan publik hanya dalam waktu kurang dari 100 hari kerja pertama. Dua terobosan ini pun diganjar dengan penghargaan Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri).
Ketika kerap terjadi demo dengan membawa tuntutan tembakau murah, Baddrut Tamam mengeluarkan statemen kontroversi. Menurut dia, ada pendemo yang dibayar. Sebuah pernyataan yang mungkin saja benar, mungkin juga sebaliknya. Sebab, tak mungkin dia berstatemen tanpa bukti kuat.
Tetapi, statemen ini justru diserang balik dengan tuduhan yang juga menonjok. Rivalnya menyebut RBT dinilai menerima setoran dari parbikan tembakau. Lalu, keluarlah sumpah ”wallahi”, ”billahi”, dan ”tallahi,” bahwa dirinya tidak pernah menerima serupiah pun dari pabrikan. Sumpah ini pun ditiru oleh rival-rival politiknya dengan gaya supernyinyir.
Terbaru, RBT menyatakan siap untuk maju dalam pilwali Surabaya jika diperintahkan oleh PKB. Sebuah lembaga survei yang berbasis di Surabaya menyebut bahwa dirinya cocok menggantikan Tri Risma Harini. Sebab, RBT dinilai visioner dan memiliki terobosan dalam memimpin daerah.
Lagi-lagi, statemen siap maju di pilwali Surabaya ini menuai pro dan kontra di masyarakat. Ada yang mendukung ada pula yang menentang. Mereka yang menentang beralasan RBT masih belum selesai menuntaskan janji-janji politiknya saat kampanye dulu.
Tetapi, itulah RBT. Selalu ada cara yang dia lakukan agar bisa membuat orang lain membicarakannya. Seperti juga Syahrini yang kerap sensasional dan membuat pencinta dan pembencinya sibuk berkomentar.
Lalu, apakah RBT benar-benar akan maju di pilwali Surabaya? Saya menduga itu hanya bagian dari political branding. Ada dua pihak yang akan mendapatkan efek keuntungan dari strategi tersebut.Yakni, dirinya dan PKB. Strategi ini akan semakin mengukuhkan RBT sebagai rising stars PKB, khususnya di Jawa Timur.
Bukankah PKB memang hobi memasarkan tokoh yang lagi populer untuk menaikkan popularitas partainya? Rhoma Irama, Mahfud MD, dan Jusuf Kalla adalah sederet nama besar yang ditarik untuk menaikkan popularitas partai berlambang bumi tersebut pada Pemilu 2014 lalu. Bahkan, PKB juga pernah menyebut akan mengusung Syahrini maju dalam Pilgub Jateng 2018.
Nah di sinilah ungkapan kesediaan RBT maju dalam pilwali Surabaya menemukan titik relevansinya. Jika political branding RBT sukses, maka PKB akan mendapat efeknya. PKB bisa memiliki nilai tawar lebih untuk terus memanaskan mesin politik guna merebut kursi wali kota yang sebentar lagi akan ditinggalkan oleh Tri Risma Harini.