INI kabar gembira. Siapa pun perlu merenungi judul ini: Jangankan Duka, Pesta pun Pasti Berakhir. Perjalanan hidup seseorang laksana roda yang berputar: suatu saat berada di atas, pada saat yang lain berada di bawah. Suatu ketika terasa menyenangkan, pada saat yang lain terasa menyedihkan.
Seseorang bisa ditimpa musibah secara bertubi-tubi, atau musibah besar yang mengerikan. Ia terlarut dalam kesedihan hingga berbulan-bulan. Tak segan-segan ia menyalahkan kerabat, tetangga, atau orang-orang terdekatnya. Padahal, belum tentu mereka yang salah. Bisa juga ia menyalahkan dirinya sendiri. Menyesali segala perbuatannya yang menyebabkan dirinya tertimpa musibah. Padahal, hal itu tak kan mengubah nasib yang menimpanya.
Yang lebih parah lagi, ia menyalahkan Allah atas takdir yang diberikan. Dianggapnya, Allah tidak menyayanginya. Jika dipikir secara jernih, Allah menurunkan cobaan kepada seseorang untuk kebaikan orang tersebut. Kita tidak perlu larut dalam kesedihan ketika ditimpa musibah, sebagaimana kita tidak boleh gembira secara berlebihan ketika mendapat nikmat yang luar biasa.
Guru saya selalu bercerita tentang ulah Abu Nawas. Tokoh ini sering dijadikan tokoh cerita yang lucu. Terkait dengan pembahasan ini, guru saya bercerita tentang Abu Nawas ketika ia sedang berjalan-jalan. Abu Nawas menyadari bahwa setiap lorong selalu ada yang menurun dan ada yang menanjak. Ketika sedang berada di jalan tanjakan, Abu Nawas tertawa. Ia yakin, sebentar lagi ia akan bertemu dengan jalan menurun. Sebaliknya, Abu Nawas akan menangis ketika berada pada jalan menanjak. Sebab, sebentar lagi ia akan menghadapi tanjakan.
Kisah ini memiliki filosofi yang sangat dalam. Perjalanan hidup seseorang selalu berhadapan dengan suka dan duka. Sekaya apa pun, seseorang akan mengalami susah. Dan semiskin apa pun, seseorang akan memiliki cara tersendiri untuk menikmati hidupnya.
Saya setuju terhadap kalimat pernyataan yang ditulis di tembok rumah seorang teman : Kami memang tidak kaya, tetapi kami tahu cara menikmati hidup. Menikmati hidup tidak harus menunggu punya harta melimpah. Pelajaran hidup sangat penting dan kita perlu belajar menikmati hidup agar menjadi lebih bermakna. Belajar hidup akan lebih bermakna ketika kita mau belajar cara mensyukuri kehidupan.
Seseorang yang membiarkan rasa sedih berkepanjangan berarti ia telah menutup perasaan senang yang akan menghinggapi batinnya. Padahal, Allah tidak menutup perasaan seseorang agar merasa senang. Allah mengajarkan kepada manusia cara menikmati hidup dengan mencari ketenangan batin.
Terkadang, kita salah cara dalam menikmati hidup. Kita mengabaikan aturan dan undang-undang sebagai landasan bertutur dan berperilaku. Semisal mengonsumsi narkoba atau berhubungan intim di luar nikah. Sekilas, perilaku seperti ini akan mendatangkan kebahagiaan. Jika direnungkan secara mendalam, hal tersebut merupakan awal dari kehancuran.
Kehidupan manusia selalu dihadapkan pada dua sisi; sedih dan bahagia, susah dan senang, negatif dan positif. Menurut Mohamad Ramdan (2011), segala kehidupan yang berlangsung di semesta ini dapat berjalan karena adanya interaksi dari dua titik ekstrem dalam berbagai hal. Perbedaan potensial antara kutub positif dan negatiflah yang menyebabkan arus listrik dapat mengalir dan kemudian menghasilkan cahaya bola lampu.
Kita juga memiliki dua macam stimulus, yaitu stimulus negatif dan stimulus positif. Stimulus negatif akan menimbulkan perasaan sedih yang mendalam, sedangkan stimulus positif akan menimbulkan perasaan gembira yang amat sangat. Agar menghasilkan ”cahaya”, kita tidak bisa hanya berada pada salah satu titik stimulus. Sebuah keadaan, di mana akal sehat dan emosi kita berada dalam level keseimbangan yang proporsional.
Untuk move on dari segala macam kesedihan, kita harus mengembalikan segala sesuatu kepada Allah. Termasuk ketika kita merasa bahagia, kita tidak boleh berlebihan. Seharusnya, kita harus berpikir agar lebih rajin lagi mensyukuri setiap apa pun yang Allah berikan. Menumpahkan rasa bahagia secara berlebihan akan berdampak negatif. Begitu juga ketika kita ditimpa musibah. Sebesar apa pun musibah yang diberikan kepada kita, seyogianya kita tidak larut dalam kesedihan. Sebab, jangankan duka, pesta pun pesti berakhir.
*Dosen IAIN Madura dan alumnus PP Mambaul Ulum Bata-Bata Pamekasan.