21.6 C
Madura
Friday, June 9, 2023

Yakin Sampang Masih Hijau?

Data baru sebaran coronavirus disease 2019 (Covid-19) selalu menjadi perhatian. Perkembangannya sangat cepat. Pertambahan pasien yng terpapar virus korona meningkat setiap hari.

SELASA (28/4) saya mengunggah status foto berupa data sebaran Covid-19 di aplikasi WhatsApp. Sebaran yang dikeluarkan Gugus Tugas Covid-19 Pemprov Jatim tersebut didominasi warna merah. Hanya Sampang yang hijau dan Ngawi yang oranye (merah per 30 April).

Di hari yang sama, saya menerima pesan masuk yang menanggapi postingan tersebut. Ada yang bertanya, ada juga yang berargumen seakan meragukan data tersebut. Salah satu pertanyaan tertulis, ”Beneran Sampang masih hijau? Atau yakin masih hijau?”

Pertanyaan-pertanyaan semacam itu saya kira wajar. Sebab, di Jawa Timur hanya Kota Bahari yang masih hijau. Sementara 37 kabupaten/kota lain sudah merawat pasien yang terkonfirmasi Covid-19.

Dari data sebaran Covid-19 itu kita dengan mudah mengetahui daerah-daerah yang sudah tidak steril dari korona. Jika melihat sebaran Covid-19, semua provinsi sudah terpapar.

Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat mendahului daerah yang lain. Pusat Ibu Kota itu menjadi provinsi pertama yang mengumumkan pasien terpapar Covid-19 pada 2 Maret. Kemudian, menyebar ke seluruh provinsi yang lain, utamanya di Jawa.

Kecepatan persebaran virus dapat mengubah suatu daerah yang awalnya steril tiba-tiba terjangkiti. Contoh kecil Sumenep yang awal nangkring di zona hijau, berbalik seketika ke zona merah. Kabupaten yang belum terpapar Covid-19 rasanya hal yang ”mustahil”. Apalagi seperti Sampang yang diapit tiga kabupaten zona merah.

Sampang beberapa kali mendapat ”ujian”. Hal itu berpotensi mengubah status zona hijau (yang berupaya dipertahankan) ke oranye, bahkan ke merah. Contoh dua kasus terakhir yang ditangani Gugus Tugas Covid-19 Sampang.

Pertama, kasus Tenaga Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) Sampang yang positif terpapar Covid-19 pada 12 April. Hal itu diumumkan oleh Gugus Tugas Covid-19 Jatim. Pasien pria tersebut pernah mengikuti pelatihan haji di Asrama Haji Sukolilo 9–18 Maret.

Baca Juga :  Memburu Malam Lailatul Qadar

ASN di Puskesmas Tanjung tersebut tidak masuk dalam data sebaran Covid-19 Sampang karena berdomisili di Kecamatan Proppo, Pamekasan.

Setelah itu, Tim Gugus Tugas Covid-19 Sampang melakukan tracing kepada orang-orang yang pernah kontak langsung dengan pasien tersebut. Akhirnya ketemu 30 karyawan puskesmas. Kemudian, 30 karyawan tersebut menjalani tes cepat atau rapid test. Hasilnya negatif.

Dalam kasus tersebut tidak mengubah status Sampang dalam sebaran Covid-19. Masih beruntung Sampang selamat dari pasien korona.

Kedua, kasus satpam Pasar Rongtengah, Kelurahan Rongtengah, Sampang. Pasien pria tersebut menjalani rapid test setelah dicurigai terpapar Covid-19. Hasil dari uji tes cepat tersebut ternyata reaktif.

Pasien berinisial A itu merupakan pengantin baru yang melangsungkan akad nikah pada 5 April. Tim Gugus Tugas Covid-19 Sampang melakukan penelusuran ke empat titik yang berpotensi menjadi sumber penularan. Di samping itu, puluhan warga dilakukan rapid test untuk mengantisipasi persebaran virus korona. Hasilnya dinyatakan nonreaktif.

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Letjen Doni Monardo memberikan pernyataan terkait akurasi dari hasil rapid test. Rapid test merupakan tes kesehatan terkait virus korona dengan metode pengambilan sampel darah kilat. Metode tersebut dinilai tidak efektif dan akurat.

Tim gugus tugas sering kali menggunakan rapid test. Hasilnya menunjukkan pemeriksaan pasien positif virus korona. Namun, saat dilakukan uji swab dengan sistem polymerase chain reaction (PCR), hasilnya berubah menjadi negatif.

Tim Gugus Tugas Covid-19 Sampang sudah melakukan uji swab kepada satpam Pasar Rongtengah. Hal itu dilakukan untuk memastikan apakah pasien yang sedang diisolasi di BLK tersebut benar-benar terpapar Covid-19 atau tidak.

Baca Juga :  Mamin Takjil Mengandung Boraks, Dinkes Janji Lakukan Pemeriksaan

Uji swab sudah dikirim Kamis (30/4). Diperkirakan hasilnya akan diketahui lima hingga tujuh hari. Kita tunggu apakah hasil swab tersebut akan mengubah Sampang menjadi kabupaten terakhir di Jatim yang masuk zona merah.

Lalu, apakah dengan kasus tersebut Sampang steril dari sebaran virus korona? Tentu tidak. Sebab, masuknya virus tersebut karena ada yang membawa. Sementara saat ini sudah banyak pekerja migran Indonesia (PMI) dari berbagai daerah zona merah mudik lebih awal. Mereka digolongkan pada orang dengan risiko (ODR).

Jika melihat data ODR per 1 Mei di Sampang mencapai 25.926. Nah, ini masalahnya. Puluhan ribu perantau dari daerah zona merah tersebut sangat rentan terhadap persebaran Covid-19. Hal itu menimbulkan spekulasi di tengah masyarakat. Apa mungkin pemerintah merahasiakan data pasien yang terpapar Covid-19?

Elina Ciptadi, salah satu relawan kawalcovid19.id pernah mengeluarkan statement bahwa persebaran Covid-19 tidak punya preferensi politik. Semua terkena dampaknya. Karena itu namanya pandemi, bukan lagi epidemi.

Kendati begitu, kedatangan perantau tersebut mulai berkurang setelah pemerintah pusat melarang mudik. Hal ini bisa dimanfaatkan oleh pemerintah daerah untuk memaksimalkan langkah-langkah antisipasi. Misalnya, dengan memperketat ruang gerak ODR dan ODP yang masih dalam pantauan atau belum melewati masa inkubasi.

Jika memungkinkan, pemerintah daerah harus melakukan upaya pemeriksaan cepat, minimal kepada semua perantau tersebut. Dengan begitu, dapat diketahui masyarakat yang terpapar dan steril dari virus korona.

Sementara di Sampang, alat rapid test sangat terbatas. Tidak bisa menjangkau semua masyarakat. Per 30 April masyarakat yang dites cepat hanya 106 orang. Jumlah yang sangat kecil dibandingkan dengan angka ODR dan ODP di kabupaten terkecil di Madura tersebut. 

 

*)Wartawan Jawa Pos Radar Madura

Data baru sebaran coronavirus disease 2019 (Covid-19) selalu menjadi perhatian. Perkembangannya sangat cepat. Pertambahan pasien yng terpapar virus korona meningkat setiap hari.

SELASA (28/4) saya mengunggah status foto berupa data sebaran Covid-19 di aplikasi WhatsApp. Sebaran yang dikeluarkan Gugus Tugas Covid-19 Pemprov Jatim tersebut didominasi warna merah. Hanya Sampang yang hijau dan Ngawi yang oranye (merah per 30 April).

Di hari yang sama, saya menerima pesan masuk yang menanggapi postingan tersebut. Ada yang bertanya, ada juga yang berargumen seakan meragukan data tersebut. Salah satu pertanyaan tertulis, ”Beneran Sampang masih hijau? Atau yakin masih hijau?”


Pertanyaan-pertanyaan semacam itu saya kira wajar. Sebab, di Jawa Timur hanya Kota Bahari yang masih hijau. Sementara 37 kabupaten/kota lain sudah merawat pasien yang terkonfirmasi Covid-19.

Dari data sebaran Covid-19 itu kita dengan mudah mengetahui daerah-daerah yang sudah tidak steril dari korona. Jika melihat sebaran Covid-19, semua provinsi sudah terpapar.

Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat mendahului daerah yang lain. Pusat Ibu Kota itu menjadi provinsi pertama yang mengumumkan pasien terpapar Covid-19 pada 2 Maret. Kemudian, menyebar ke seluruh provinsi yang lain, utamanya di Jawa.

Kecepatan persebaran virus dapat mengubah suatu daerah yang awalnya steril tiba-tiba terjangkiti. Contoh kecil Sumenep yang awal nangkring di zona hijau, berbalik seketika ke zona merah. Kabupaten yang belum terpapar Covid-19 rasanya hal yang ”mustahil”. Apalagi seperti Sampang yang diapit tiga kabupaten zona merah.

- Advertisement -

Sampang beberapa kali mendapat ”ujian”. Hal itu berpotensi mengubah status zona hijau (yang berupaya dipertahankan) ke oranye, bahkan ke merah. Contoh dua kasus terakhir yang ditangani Gugus Tugas Covid-19 Sampang.

Pertama, kasus Tenaga Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) Sampang yang positif terpapar Covid-19 pada 12 April. Hal itu diumumkan oleh Gugus Tugas Covid-19 Jatim. Pasien pria tersebut pernah mengikuti pelatihan haji di Asrama Haji Sukolilo 9–18 Maret.

Baca Juga :  Perlu Sinergisitas Semua Pihak demi Tercapainya Target 1 Juta BOPD

ASN di Puskesmas Tanjung tersebut tidak masuk dalam data sebaran Covid-19 Sampang karena berdomisili di Kecamatan Proppo, Pamekasan.

Setelah itu, Tim Gugus Tugas Covid-19 Sampang melakukan tracing kepada orang-orang yang pernah kontak langsung dengan pasien tersebut. Akhirnya ketemu 30 karyawan puskesmas. Kemudian, 30 karyawan tersebut menjalani tes cepat atau rapid test. Hasilnya negatif.

Dalam kasus tersebut tidak mengubah status Sampang dalam sebaran Covid-19. Masih beruntung Sampang selamat dari pasien korona.

Kedua, kasus satpam Pasar Rongtengah, Kelurahan Rongtengah, Sampang. Pasien pria tersebut menjalani rapid test setelah dicurigai terpapar Covid-19. Hasil dari uji tes cepat tersebut ternyata reaktif.

Pasien berinisial A itu merupakan pengantin baru yang melangsungkan akad nikah pada 5 April. Tim Gugus Tugas Covid-19 Sampang melakukan penelusuran ke empat titik yang berpotensi menjadi sumber penularan. Di samping itu, puluhan warga dilakukan rapid test untuk mengantisipasi persebaran virus korona. Hasilnya dinyatakan nonreaktif.

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Letjen Doni Monardo memberikan pernyataan terkait akurasi dari hasil rapid test. Rapid test merupakan tes kesehatan terkait virus korona dengan metode pengambilan sampel darah kilat. Metode tersebut dinilai tidak efektif dan akurat.

Tim gugus tugas sering kali menggunakan rapid test. Hasilnya menunjukkan pemeriksaan pasien positif virus korona. Namun, saat dilakukan uji swab dengan sistem polymerase chain reaction (PCR), hasilnya berubah menjadi negatif.

Tim Gugus Tugas Covid-19 Sampang sudah melakukan uji swab kepada satpam Pasar Rongtengah. Hal itu dilakukan untuk memastikan apakah pasien yang sedang diisolasi di BLK tersebut benar-benar terpapar Covid-19 atau tidak.

Baca Juga :  Memburu Malam Lailatul Qadar

Uji swab sudah dikirim Kamis (30/4). Diperkirakan hasilnya akan diketahui lima hingga tujuh hari. Kita tunggu apakah hasil swab tersebut akan mengubah Sampang menjadi kabupaten terakhir di Jatim yang masuk zona merah.

Lalu, apakah dengan kasus tersebut Sampang steril dari sebaran virus korona? Tentu tidak. Sebab, masuknya virus tersebut karena ada yang membawa. Sementara saat ini sudah banyak pekerja migran Indonesia (PMI) dari berbagai daerah zona merah mudik lebih awal. Mereka digolongkan pada orang dengan risiko (ODR).

Jika melihat data ODR per 1 Mei di Sampang mencapai 25.926. Nah, ini masalahnya. Puluhan ribu perantau dari daerah zona merah tersebut sangat rentan terhadap persebaran Covid-19. Hal itu menimbulkan spekulasi di tengah masyarakat. Apa mungkin pemerintah merahasiakan data pasien yang terpapar Covid-19?

Elina Ciptadi, salah satu relawan kawalcovid19.id pernah mengeluarkan statement bahwa persebaran Covid-19 tidak punya preferensi politik. Semua terkena dampaknya. Karena itu namanya pandemi, bukan lagi epidemi.

Kendati begitu, kedatangan perantau tersebut mulai berkurang setelah pemerintah pusat melarang mudik. Hal ini bisa dimanfaatkan oleh pemerintah daerah untuk memaksimalkan langkah-langkah antisipasi. Misalnya, dengan memperketat ruang gerak ODR dan ODP yang masih dalam pantauan atau belum melewati masa inkubasi.

Jika memungkinkan, pemerintah daerah harus melakukan upaya pemeriksaan cepat, minimal kepada semua perantau tersebut. Dengan begitu, dapat diketahui masyarakat yang terpapar dan steril dari virus korona.

Sementara di Sampang, alat rapid test sangat terbatas. Tidak bisa menjangkau semua masyarakat. Per 30 April masyarakat yang dites cepat hanya 106 orang. Jumlah yang sangat kecil dibandingkan dengan angka ODR dan ODP di kabupaten terkecil di Madura tersebut. 

 

*)Wartawan Jawa Pos Radar Madura

Artikel Terkait

Sorot Kamera Jadi Pengawas Pemilu

Lapangkan Jalan Pulang

Baju Baru, Ujub dan Korupsi

Lebaran

Most Read

Artikel Terbaru

/