JAKARTA – Indonesia secara resmi memegang Presidensi Group of Twenty (G20) selama setahun penuh. Terhitung mulai dari 1 Desember 2021 hingga KTT G20 yang dijadwalkan November 2022. Serah terima presidensi dari Italia (selaku Presidensi G20 2021) kepada Indonesia dilakukan secara langsung pada Minggu (31/10) di Roma, Italia.
Presidensi G20 mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger”. Melalui tema tersebut, Indonesia mengajak seluruh dunia untuk bersama-sama mencapai pemulihan ekonomi yang lebih kuat dan berkelanjutan. Jika perekonomian global terintegrasi, keberhasilan penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi di suatu negara akan lebih cepat. Melalui forum G20 tersebut, Indonesia berkesempatan mendorong upaya kolektif dunia mewujudkan kebijakan yang dapat mempercepat pemulihan ekonomi global secara inklusif.
“Ini momentum untuk menjaga Kawasan Indo Pasifik yang netral. Sebab, pertumbuhan ekonominya yang relatif tinggi. Saat ini merupakan eranya untuk Asia. Setelah G20, Indonesia juga akan memimpin ASEAN. Waktu pelaksanaan (G20) sangat tepat. Sebab, saat ini ASEAN merupakan wilayah cukup tenang dengan pertumbuhan ekonomi tinggi. Semoga Indonesia bisa membawa basis filosofi yaitu konsultasi dan konsensus. Dalam forum tersebut, konkretnya adalah musyawarah mufakat,” kata Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara Power Lunch CNBC Indonesia bertema “Mau Dibawa Ke Mana G20 di Era Presidensi Indonesia?” di Jakarta pada Jumat (19/11).
Airlangga Hartarto mengungkapkan, sedikitnya terdapat tiga manfaat besar bagi Indonesia dengan menjadi Presidensi G20. Yakni manfaat ekonomi, pembangunan sosial, dan politik. Dari aspek ekonomi, beberapa manfaat langsung dapat terealisasi (terutama jika pertemuan G20 dilaksanakan secara fisik). Misalnya peningkatkan konsumsi domestik hingga Rp 1,7 triliun, penambahan PDB nasional hingga R p7,4 triliun, dan pelibatan UMKM dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor sekitar 33 ribu.
Secara agregat, manfaat ekonominya diperkirakan dapat mencapai 1,5 sampai 2 kali lebih besar dari pelaksanaan IMF-WBG Annual Meetings 2018 di Bali. Sebab, pertemuan G20 tahun depan bakal dibagi dalam 150 pertemuan dan side events selama 12 bulan. “Terutama untuk sektor akomodasi, makan-minum, dan pariwisata. Yang terpenting adalah branding Indonesia di dunia internasional. Dalam jangka panjang, branding itu akan meningkatkan confidence negara-negara lain terhadap Indonesia. Artinya, Indonesia dapat menjadi central stage di dunia,” imbuh Airlangga Hartarto.
Hingga saat ini, rangkaian pertemuan G20 Presidensi 2022 berjumlah 150 events. Ratusan even itu terdiri dari Pertemuan Working Groups, Engagement Groups, Deputies/Sherpa, Ministerial, dan KTT G20, serta Side Events. Tiga topik utama yang akan diangkat adalah Sistem Kesehatan Dunia, Transformasi Ekonomi dan Digital, serta Transisi Energi.
Airlangga Hartarto menerangkan, Indonesia harus memperkuat sisi kesehatan yaitu vaksin dalam negeri. Sehingga, memiliki resiliensi untuk mengatasi masalah jika terjadi masalah ppada gelombang berikutnya. “Vaksin merah putih, vaksin nusantara atau vaksin lainnya yang bisa kerja sama dengan perusahaan farmasi (baik dengan BUMN dan swasta) akan terus didorong. Selain untuk menangani Covid-19, juga untuk menghemat devisa,” terangnya.
Terkait digitalisasi, Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pemerintah sudah memiliki roadmap dan mendorong infrastruktur digitalisasi. Indonesia harus mampu memanfaatkan sistem komunikasi satelit orbit rendah atau low earth orbit satellite untuk menjangkau layanan komunikasi hingga wilayah terpencil dan lebih terjangkau. Teknologi ini diyakini dapat mengatasi kesenjangan digital. Di sisi lain, melakukan inklusi keuangan melalui fintech dan digitalisasi. Terutama membuat regulatory sandbox untuk melindungi transaksi keuangan masyarakat.
“Untuk transisi energi, Indonesia akan membuat prototipe atau percontohan. Termasuk dukungan finansialnya. Sehingga paket percontohan ini bisa direplikasi dan dievaluasi jelang KTT G20 nanti,” ujarnya.
Mengenai investasi, Indonesia telah melakukan reformasi struktural melalui UU Cipta Kerja. Implementasinya adalah dengan sistem yang dibangun di Kementerian Investasi dengan OSS RBA. Indonesia membuat kebijakan melakukan hilirisasi dengan menciptakan nilai tambah untuk melengkapi Global Value Chain. Misalnya Indonesia mendorong sustainable palm oil agar menjadi komoditas ekspor andalan.
“Tentu ekosistem terkait hilirisasi bisa terus didorong. Sebab, menjadi salah satu sektor unggulan Indonesia (baik kompetitif maupun komparatif). Sektor manufaktur sangat diminati. Bekal pengalaman menangani pandemi Covid-19, berbagai negara sadar akan terkena resiko kalau hanya bergantung kepada satu negara saja dalam Global Supply Chain-nya,” ucap Airlangga Hartarto.
Ditambahkan, Indonesia juga akan berupaya melakukan koordinasi kebijakan global yang berkontribusi terhadap tata kelola dunia yang lebih seimbang. Sehingga G20 lebih adaptif terhadap krisis dan memperjuangkan kepentingan nasional di forum global. (rep/fsr/hls/par)