Korban coronavirus disease 2019 (Covid-19) tidak pandang bulu. Tenaga kesehatan dan tenaga medis sekalipun terpapar. Bahkan, dua dokter dan seorang bidan di Madura meninggal dunia.
AIR mata duka kepergian dokter Dibyo Hardianto dan dokter Deni Dwi Fitriyanto belum kering. Meninggalnya dua sosok terbaik itu bisa menjadi cermin bahwa virus korona benar-benar berbahaya. Mereka mengembuskan napas terakhir sebelum dinyatakan sembuh.
Data yang dihimpun Jawa Pos Radar Madura (JPRM), virus korona telah menginfeksi 30 orang yang berprofesi di bidang kesehatan di Pulau Garam. Perinciannya, delapan dokter, tiga bidan, 11 perawat, dan dua sopir ambulans. Lalu, dua apoteker, dua pegawai dinas kesehatan (dinkes), seorang surveilans, dan seorang staf klinik kesehatan.
Dari 30 kasus tersebut, sebelas di antaranya terjadi di Bangkalan. Perinciannya, tiga dokter, tiga bidan, dua perawat, dua sopir ambulans, dan seorang surveilans. Dari sebelas kasus itu, dua orang meninggal dunia. Yakni, dokter Dibyo Hardianto dan bidan Maisura.
Humas Gugus Tugas Bangkalan dr. Catur Budi Keswardiono mengutarakan, Covid-19 tidak memandang siapa. Tenaga medis dan tenaga kesehatan pun bisa jadi korban. Karena itu, dia mengajak masyarakat bahu-membahu mencegah persebaran. ”Tenaga medis punya risiko besar. Setiap hari melayani pasien positif,” terangnya kemarin (16/6).
Catur mengungkapkan, melayani pasien positif Covid-19 itu bertaruh nyawa. Namun, pihaknya sama sekali tidak gentar demi kesembuhan pasien yang terinfeksi virus korona. Meski banyak tuduhan mencari keuntungan. ”Yang kami prioritaskan sekarang kesembuhan. Perkara banyak tuduhan ini itu, saya anggap angin berlalu,” ujarnya.
Catur mengatakan, tenaga medis juga manusia. Ketika mendengar tuduhan semacam itu, dirinya sangat sedih. ”Kami yang mati-matian berjuang masih saja dituding tidak benar. Rasanya sakit sekali,” ucapnya.
Banyak yang dirugikan oleh mewabahnya virus korona. Contoh sederhana, waktu dengan keluarga berkurang. Kemudian, kerja tanpa batas. ”Itu semata-mata demi melayani pasien,” tuturnya.
Tiga dokter, dua perawat, dan seorang staf klinik kesehatan di Sampang juga terpapar. Satu dari tiga dokter itu meninggal dunia. Yakni, dokter Deni Dwi Fitriyanto yang bertugas di Puskesmas Tambelangan.
Anggota Tim Kesehatan Gugus Tugas Covid-19 Sampang Agus Mulyadi mengatakan, tenaga kesehatan lebih rentan tertular. Sebab, mereka yang berhadapan langsung dengan pasien yang terpapar. Karena itu, tidak sedikit tenaga kesehatan (nakes) yang menjadi korban.
”Kalau masyarakat tidak menerapkan protokol kesehatan pasti berisiko kepada nakes. Sebab, nakes juga melayani pasien dan berisiko menularkan kepada orang lain sehingga muncul siklus mata rantai penularan,” paparnya.
Agus menilai, masyarakat belum sepenuhnya menyadari bahaya Covid-19. Bisa dilihat dari penerapan protokol kesehatan. Masih banyak yang mengabaikan penggunaan masker, cuci tangan, dan jaga jarak. Terutama saat melakukan pemeriksaan kesehatan.
Ketika melakukan pemeriksaan, nakes sudah dilengkapi alat pelindung diri (APD). Namun, hal itu dinilai belum cukup memberikan perlindungan. Masyarakat juga harus mengantisipasi dengan mengenakan masker. ”Dua-duanya harus terlindungi,” ujarnya.
Penggunaan masker berpotensi menurunkan risiko penularan. Dengan demikian, masyarakat yang sakit diharapkan semakin berkurang. Dengan begitu, yang akan periksa ke nakes berkurang sehingga potensi penularan menipis.
”Masyatakat jangan sampai sakit. Kalaupun sakit harus mengikuti protokol. Kalau sudah banyak yang ke dokter, ancaman kepada dokter semakin tinggi,” jelas Agus.
Di Pamekasan, Covid-19 juga menyasar lima perawat, dua apoteker, dan dua pegawai dinkes. Dari sembilan kasus itu, tinggal dua perawat dan dua apoteker yang masih menjalani perawatan.
Sembilan pekerja kesehatan tersebut itu terdiri atas lima tenaga kesehatan di puskesmas. Dua apoteker dan dua lagi adalah seorang pegawai di lingkungan kantor Dinas Kesehatan (Dinkes) Pamekasan.
Lima orang yang sembuh itu ialah Fathor Rahman dan Umar Said. Keduanya merupakan perawat di Puskesmas Pakong. Kemudian, Jamaludin, perawat di Puskesmas Tanjung, Sampang. Lalu, Subhan dan Sri Agustin. Keduanya adalah pegawai Dinkes Pamekasan. Empat orang yang lain masih dirawat di RSUD Smart Pamekasan.
”Sama saja protokolnya (pekerja kesehatan atau bukan), jaga jarak, pakai APD,” ungkap Ketua Tim Penanganan Covid-19 RSUD Smart Pamekasan dr. Syaiful Hidayat. Potensi tertularnya tenaga kesehatan bisa dari luar aktivitas kesehatan. ”Seperti TKHI kan tertular dari luar,” imbuhnya.
Seorang apoteker kemungkinan ditulari kerabatnya yang sebelumnya dinyatakan positif. Artinya, tidak tertular ketika melakukan aktivitas kesehatan. Tim medis yang setiap hari masuk ruang pasien positif mengikuti protap yang ekstraketat. Yakni, memakai APD berlevel, dari level satu hingga level tiga yang disesuaikan dengan potensi terpaparnya.
Di Sumenep, dua dokter dan dua perawat juga kena korona. Dua di antara mereka sudah sembuh. Yakni, perawat Ibnu Fadirul Wahed dan dokter Riza Wulandari Hariyani. Dua orang lainnya masih menjalani perawatan. Menunggu hasil swab evaluasi untuk dinyatakan sembuh.
Riza Wulandari Hariyani sangat bersyukur bisa sembuh setelah menjalani perawatan 38 hari di sumah sakit. Layanan kesehatan RSUD dr. H. Moh. Anwar baik. Dukungan dari tim kesehatan sangat ampuh untuk menghilangkan kejenuhan. Sebagai OTG, memang tidak ada keluhan fisik, tapi lebih pada tekanan psikis.
Sampai saat ini, dirinya masih menjalani isolasi mandiri. Dia menyayangkan apabila masih ada kalangan yang meremehkan persebaran virus ini.
Kondisi Ibnu Fadirul Wahed sudah pulih. Aktivitas kedinasan sudah dilakoninya sejak 9 Juni 2020. Meski demikian, kewaspadaan tetap manjadi perhatian. ”Saya diperbolehkan masuk kerja per 9 Juni,” jelasnya.
Ketua Tim Pencegahan Covid-19 Sumenep Andri Dwi Wahyudi mengungkapkan, kondis fisik mereka sehat karena termasuk orang tanpa gejala (OTG). Sementara, seorang dokter lainnya masih dirawat. ”Dinas di Sidoarjo. Karena sakit, pihak keluarga meminta dirawat di Sumenep,” jelasnya. (bil/ky/jun)