21.4 C
Madura
Friday, June 2, 2023

Pemerintah Tingkatkan Kemampuan Produksi Vaksin

JAKARTA – Fraksionasi plasma memiliki potensi pasar yang besar dan secara global permintaan produk derivat plasma berjumlah 25 juta liter per tahun. Hal itu diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara seminar dan rapat kerja teknis tingkat nasional Unit Donor Darah Palang Merah Indonesia (UDD PMI) di Jakarta Selasa (14/12).

Dalam kegiatan bertema Fraksionasi Plasma itu dia menyatakan, berdasar pengalaman dalam penanganan Covid-19, kemampuan industri farmasi dalam negeri menjadi penting. Selain menyelamatkan devisa negara, juga menciptakan respons cepat terhadap kebutuhan dalam negeri. ”Alhamdulillah, kemampuan sektor kesehatan kita sudah cukup responsif. Apalagi kalau ditambah kemampuan fraksionasi darah,” kata Menko Airlangga.

Airlangga menjelaskan, pandemi Covid-19 menjadi momentum bagi Indonesia untuk terus melakukan penguatan dan transformasi sistem kesehatan nasional. Muaranya menuju Indonesia yang mandiri dan memiliki ketahanan kesehatan yang baik. Pemerintah terus mendorong berbagai upaya penguatan.

Baca Juga :  Pelaku Penembakan Menyerahkan Diri ke Mapolres Sampang

Termasuk percepatan kemandirian dan pengembangan fraksionasi plasma yang menghasilkan produk derivat plasma agar dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri serta meningkatkan daya saing industri dan kapasitas industri Indonesia.

Dari sisi regulasi, berbagai aturan telah dikeluarkan sebagai bukti keseriusan pemerintah dalam upaya pengembangan fraksionasi plasma. Antara lain, Peraturan Pemerintah (PP) 7/2011 tentang Pelayanan Darah. Selain itu, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 15/2019 yang mengatur mengenai Penyelenggaraan Fraksionasi Plasma.

Dalam PP 7/2011, pemerintah membuat regulasi yang memungkinkan badan usaha menjadi fasilitas penyelenggara fraksionasi plasma. Badan usaha itu tentu telah berbadan hukum dan memiliki izin produksi dari menteri. Produk hasil fraksionasi plasma harus memenuhi standar mutu keamanan dan kemanfaatan untuk melindungi pengguna produk.

Permenkes 15/2019 mensyaratkan fasilitas fraksionasi plasma memiliki sertifikat CPOB (cara pembuatan obat yang baik) untuk produk obat derivat plasma. Dengan demikian, konsumen dapat meyakini bahwa produk derivat plasma yang dihasilkan berkualitas baik.

Baca Juga :  Presiden Jokowi dan PM Australia Bertemu, Ini yang Mereka Bahas

”Salah satu target Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional adalah meningkatkan kemampuan produksi dalam negeri. Terutama, vaksin, terapeutik, termasuk urusan darah. Terkait fraksionasi plasma ini, regulasinya sudah ada, tinggal implementasinya bahwa ini tidak hanya melibatkan BUMN, tetapi juga boleh melibatkan swasta,” papar Menko Airlangga.

Seminar dan rapat kerja teknis tingkat nasional UDD PMI itu juga dihadiri menteri kesehatan yang diwakili Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dan Ketua Umum PMI Jusuf Kalla beserta jajaran. Selain itu, Direktur Standardisasi Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif Badan Pengawas Obat dan Makanan Lucia Rizka Andalusia serta Kepala Divisi Perencanaan dan Strategi Bisnis PT Bio Farma (Persero) Taufik Wilmansyah. (*/luq/par)

JAKARTA – Fraksionasi plasma memiliki potensi pasar yang besar dan secara global permintaan produk derivat plasma berjumlah 25 juta liter per tahun. Hal itu diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara seminar dan rapat kerja teknis tingkat nasional Unit Donor Darah Palang Merah Indonesia (UDD PMI) di Jakarta Selasa (14/12).

Dalam kegiatan bertema Fraksionasi Plasma itu dia menyatakan, berdasar pengalaman dalam penanganan Covid-19, kemampuan industri farmasi dalam negeri menjadi penting. Selain menyelamatkan devisa negara, juga menciptakan respons cepat terhadap kebutuhan dalam negeri. ”Alhamdulillah, kemampuan sektor kesehatan kita sudah cukup responsif. Apalagi kalau ditambah kemampuan fraksionasi darah,” kata Menko Airlangga.

Airlangga menjelaskan, pandemi Covid-19 menjadi momentum bagi Indonesia untuk terus melakukan penguatan dan transformasi sistem kesehatan nasional. Muaranya menuju Indonesia yang mandiri dan memiliki ketahanan kesehatan yang baik. Pemerintah terus mendorong berbagai upaya penguatan.

Baca Juga :  Warga Keluhkan Truk Pengangkut Pasir


Termasuk percepatan kemandirian dan pengembangan fraksionasi plasma yang menghasilkan produk derivat plasma agar dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri serta meningkatkan daya saing industri dan kapasitas industri Indonesia.

Dari sisi regulasi, berbagai aturan telah dikeluarkan sebagai bukti keseriusan pemerintah dalam upaya pengembangan fraksionasi plasma. Antara lain, Peraturan Pemerintah (PP) 7/2011 tentang Pelayanan Darah. Selain itu, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 15/2019 yang mengatur mengenai Penyelenggaraan Fraksionasi Plasma.

Dalam PP 7/2011, pemerintah membuat regulasi yang memungkinkan badan usaha menjadi fasilitas penyelenggara fraksionasi plasma. Badan usaha itu tentu telah berbadan hukum dan memiliki izin produksi dari menteri. Produk hasil fraksionasi plasma harus memenuhi standar mutu keamanan dan kemanfaatan untuk melindungi pengguna produk.

Permenkes 15/2019 mensyaratkan fasilitas fraksionasi plasma memiliki sertifikat CPOB (cara pembuatan obat yang baik) untuk produk obat derivat plasma. Dengan demikian, konsumen dapat meyakini bahwa produk derivat plasma yang dihasilkan berkualitas baik.

Baca Juga :  Pelaku Penembakan Menyerahkan Diri ke Mapolres Sampang

- Advertisement -

”Salah satu target Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional adalah meningkatkan kemampuan produksi dalam negeri. Terutama, vaksin, terapeutik, termasuk urusan darah. Terkait fraksionasi plasma ini, regulasinya sudah ada, tinggal implementasinya bahwa ini tidak hanya melibatkan BUMN, tetapi juga boleh melibatkan swasta,” papar Menko Airlangga.

Seminar dan rapat kerja teknis tingkat nasional UDD PMI itu juga dihadiri menteri kesehatan yang diwakili Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dan Ketua Umum PMI Jusuf Kalla beserta jajaran. Selain itu, Direktur Standardisasi Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif Badan Pengawas Obat dan Makanan Lucia Rizka Andalusia serta Kepala Divisi Perencanaan dan Strategi Bisnis PT Bio Farma (Persero) Taufik Wilmansyah. (*/luq/par)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/