21.3 C
Madura
Sunday, April 2, 2023

Airlangga Hartarto: Roadmap Hilirisasi Produk Kelapa Sawit Sudah Ada

JAKARTA – Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas dari sektor pertanian yang memiliki daya tahan dan yang ikut serta menopang pertumbuhan ekonomi di Q3 tahun 2021. Industri kelapa sawit juga berkontribusi dalam penciptaan lapangan kerja, baik langsung maupun tidak langsung.

Pemerintah memiliki visi agar industri sawit Indonesia dapat menjadi produsen sawit terbesar dan mendorong hilirisasi atau pengembangan produk turunannya.

Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto Saat menghadiri Webinar bertema ”Urgensi Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional” yang diselenggarakan The Iconomics pada Jumat lalu (12/11) menuturkan, roadmap hilirisasi telah disiapkan.

Misalnya peningkatan produktivitas, penunjang kegiatan hilir seperti oleofood, oleokimia, dan biofuel. Termasuk penciptaan ekosistem, tata kelola, capacity building, dan pengembangan teknologi untuk pengembangan usaha kelapa sawit.

”Hal ini dilakukan agar kita bisa menjadi penentu harga ataupun price center bagi CPO global,” kata Airlangga Hartarto.

Dengan luas lahan 10 persen dari total global land bank for vegetable oil, sambung dia, Indonesia mampu menjadi negara produsen kelapa sawit terbesar dan menguasai 55 persen pangsa pasar minyak sawit dunia ataupun minyak nabati. Indonesia juga mampu menghasilkan 40 persen dari total minyak nabati dunia yang sangat berperan penting dalam konteks ketahanan pangan di dunia.

Baca Juga :  Peta Jalan Indonesia Digital Dukung Generasi Muda Jadi Game Changer

”Industri kelapa sawit berkontribusi pada ekspor nasional sebesar 15,6 persen dari total ekspor pada 2020. Nilai tersebut tentu menjadi salah satu penyumbang devisa yang secara konsisten terus meningkat meskipun di masa pandemi,” imbuh Airlangga Hartarto.

Dijelaskan, luas tutupan kelapa sawit nasional yang dikoordinasikan oleh Kemenko Bidang Perekonomian RI pada 2019 teridentifikasi sebesar 16,38 juta hektare. Rinciannya, Perkebunan Sawit Rakyat sebesar 41 persen, Perkebunan Besar Negara sebesar 6 persen dan Perkebunan Besar Swasta Nasional sebesar 53 persen.

”Data-data tersebut menunjukan bahwa Perkebunan Sawit Rakyat punya kontribusi signifikan terhadap pengembangan industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia,” ulas Airlangga Hartarto.

Ditambahkan, program PSR menjadi krusial sebagai upaya peningkatan produktivitas dan penguatan sumber daya manusia. Termasuk meningkatkan kesejahteraan petani. Program PSR juga berkontribusi di masa pandemi Covid-19 karena menyerap tenaga kerja dan memunculkan multiplier effect yang positif di daerah.

Baca Juga :  Pastikan Ekonomi Rakyat Tetap Bergerak, Menko Airlangga Tinjau UMKM

”Program PSR merupakan program strategis nasional agar produktivitas masyarakat bisa meningkat, menjaga luasan lahan, dan lahan yang ada bisa dioptimalkan,” tutur Airlangga Hartarto.

Pemerintah juga terus berkomitmen melakukan replanting dengan target seluas 540.000 hektare yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. ”Bagi lahan yang produktivitasnya kurang dari 4 ton bisa ditingkatkan dengan program replanting dan bibit unggul yang berbasis pada good agriculture practices,” ungkap Airlangga Hartarto.

Airlangga Hartarto menyatakan, pada awal November 2021 harga CPO masuk pada level yang tinggi yaitu USD 1.435 per ton. Nilai tukar petani meningkat dengan harga antara Rp2.800 per kilogram sampai Rp3.000 per kilogram untuk tandan buah segar.

”Dari segi tantangan terdapat kompetisi minyak sawit yang semakin kompleks dengan berbagai hambatan nontarif. Misalnya seperti ISPO yang belum dianggap sama standarnya dengan RSPO dan masing-masing negara, termasuk Malaysia yang mempunyai standarnya sendiri yaitu MSPO,” pungkas Airlangga Hartarto. (ltg/fsr/par)

JAKARTA – Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas dari sektor pertanian yang memiliki daya tahan dan yang ikut serta menopang pertumbuhan ekonomi di Q3 tahun 2021. Industri kelapa sawit juga berkontribusi dalam penciptaan lapangan kerja, baik langsung maupun tidak langsung.

Pemerintah memiliki visi agar industri sawit Indonesia dapat menjadi produsen sawit terbesar dan mendorong hilirisasi atau pengembangan produk turunannya.

Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto Saat menghadiri Webinar bertema ”Urgensi Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional” yang diselenggarakan The Iconomics pada Jumat lalu (12/11) menuturkan, roadmap hilirisasi telah disiapkan.


Misalnya peningkatan produktivitas, penunjang kegiatan hilir seperti oleofood, oleokimia, dan biofuel. Termasuk penciptaan ekosistem, tata kelola, capacity building, dan pengembangan teknologi untuk pengembangan usaha kelapa sawit.

”Hal ini dilakukan agar kita bisa menjadi penentu harga ataupun price center bagi CPO global,” kata Airlangga Hartarto.

Dengan luas lahan 10 persen dari total global land bank for vegetable oil, sambung dia, Indonesia mampu menjadi negara produsen kelapa sawit terbesar dan menguasai 55 persen pangsa pasar minyak sawit dunia ataupun minyak nabati. Indonesia juga mampu menghasilkan 40 persen dari total minyak nabati dunia yang sangat berperan penting dalam konteks ketahanan pangan di dunia.

Baca Juga :  Peta Jalan Indonesia Digital Dukung Generasi Muda Jadi Game Changer

”Industri kelapa sawit berkontribusi pada ekspor nasional sebesar 15,6 persen dari total ekspor pada 2020. Nilai tersebut tentu menjadi salah satu penyumbang devisa yang secara konsisten terus meningkat meskipun di masa pandemi,” imbuh Airlangga Hartarto.

- Advertisement -

Dijelaskan, luas tutupan kelapa sawit nasional yang dikoordinasikan oleh Kemenko Bidang Perekonomian RI pada 2019 teridentifikasi sebesar 16,38 juta hektare. Rinciannya, Perkebunan Sawit Rakyat sebesar 41 persen, Perkebunan Besar Negara sebesar 6 persen dan Perkebunan Besar Swasta Nasional sebesar 53 persen.

”Data-data tersebut menunjukan bahwa Perkebunan Sawit Rakyat punya kontribusi signifikan terhadap pengembangan industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia,” ulas Airlangga Hartarto.

Ditambahkan, program PSR menjadi krusial sebagai upaya peningkatan produktivitas dan penguatan sumber daya manusia. Termasuk meningkatkan kesejahteraan petani. Program PSR juga berkontribusi di masa pandemi Covid-19 karena menyerap tenaga kerja dan memunculkan multiplier effect yang positif di daerah.

Baca Juga :  Komisi III Panggil Dinas PUPR, Terkait Dugaan Penarikan Fee Proyek

”Program PSR merupakan program strategis nasional agar produktivitas masyarakat bisa meningkat, menjaga luasan lahan, dan lahan yang ada bisa dioptimalkan,” tutur Airlangga Hartarto.

Pemerintah juga terus berkomitmen melakukan replanting dengan target seluas 540.000 hektare yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. ”Bagi lahan yang produktivitasnya kurang dari 4 ton bisa ditingkatkan dengan program replanting dan bibit unggul yang berbasis pada good agriculture practices,” ungkap Airlangga Hartarto.

Airlangga Hartarto menyatakan, pada awal November 2021 harga CPO masuk pada level yang tinggi yaitu USD 1.435 per ton. Nilai tukar petani meningkat dengan harga antara Rp2.800 per kilogram sampai Rp3.000 per kilogram untuk tandan buah segar.

”Dari segi tantangan terdapat kompetisi minyak sawit yang semakin kompleks dengan berbagai hambatan nontarif. Misalnya seperti ISPO yang belum dianggap sama standarnya dengan RSPO dan masing-masing negara, termasuk Malaysia yang mempunyai standarnya sendiri yaitu MSPO,” pungkas Airlangga Hartarto. (ltg/fsr/par)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/