BANGKALAN, Jawa Pos Radar Madura – Demonstrasi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja belum usai. Setelah Sumenep dan Pamekasan, kemarin (9/10) giliran mahasiswa di Bangkalan dan Sampang yang turun jalan. Belasan anggota dewan sepakat menolak undang-undang sapu jagat yang baru disahkan DPR RI tersebut.
Unjuk rasa di Kota Salak digelar aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Selain berorasi, mereka membentangkan poster penolakan terhadap UU Omnibus Law. Juga, mengusung keranda jenazah sebagai simbol keadilan sudah mati.
Mereka menilai aturan baru tersebut tidak mencerminkan kepentingan masyarakat. Terutama, kaum buruh. Karena itu, mereka menuntut segera dicabut.
Sejumlah tuntutan disampaikan. Termasuk, pakta integritas yang harus ditandatangani pimpinan dewan dan pimpinan komisi. Enam anggota DPRD Bangkalan akhirnya meneken selembar kertas tersebut.
Enam legislator itu Fatkurrahman (PDIP), Hosyan (PPP), Syamsul Arifin (Gerindra), Nur Hasan (PPP), Ahmad Rofik (PPP), dan Fadhur Rosi (Demokrat).
Pakta integritas itu berisi empat pernyataan. Yakni, DPRD Bangkalan menyatakan menolak tegas UU Ciptaker dan DPRD Bangkalan akan menyurati presiden untuk mengeluarkan perppu mencabut UU Omnibus Law. Lalu, DPRD Bangkalan akan mengirimkan surat penolakan terhadap UU Omnibus Law pada DPR RI, dan DPRD Bangkalan komitmen tidak akan menerapkan UU Omnibus Law.
Empat poin isi pakta integritas itu dibacakan di depan peserta aksi. Bahkan, lengkap dengan tanda tangan di atas meterai.
Ketua Umum PC PMII Bangkalan Arif Komaruddin menolak keras UU Cipta Kerja. Sebab, UU tersebut lebih banyak berpihak dan menguntungkan elite dan pengusaha. ”UU Cipta Kerja itu sama sekali tidak pro rakyat, terutama kaum buruh,” katanya.
Wakil Ketua DPRD Bangkalan Fatkurrahman mengaku sehati dengan tuntutan mahasiswa. Dengan tegas politikus PDIP itu menolak undang-undang itu. ”Kami ini satu suara dengan adik-adik mahasiswa. Apa yang dituntut soal UU Cipta Kerja, kami juga menolak tegas,” tandasnya.
Di Kota Bahari, demonstrasi dilakukan aktivis PMII dan Forum Mahasiswa Sampang (Formasa). Mereka berunjuk rasa di depan gedung DPRD Sampang di Jalan Wijaya Kusuma.
Sebelum massa tiba di lokasi, seorang demonstran membawa kemenyan. Kemenyan tersebut sebagai simbol runtuhnya keadilan karena keberpihakan anggota dewan sudah tidak ada lagi terhadap rakyat.
Dalam aksi tersebut, ratusan mahasiswa membawa pakta integritas penolakan terhadap UU yang dianggap tidak pro rakyat. Surat itu harus ditandatangani anggota DPRD sebagai bentuk komitmen penolakan UU Cipta Kerja.
Beberapa waktu kemudian, sejumlah petinggi fraksi keluar menemui ratusan demonstran. Mereka didampingi Ketua DPRD Fadol dan Wakil Bupati Sampang Abdullah Hidayat.
Secara bergantian para petinggi fraksi tersebut menandatangani pakta integritas yang disodorkan mahasiswa. Selain ketua dewan dan wakil bupati, delapan legislator membubuhkan tanda tangan di atas meterai.
Mereka adalah Moh. Faisol Riyadi (anggota fraksi Golkar), Nasafi (sekretaris fraksi PAN), Lutfianto (ketua fraksi PKS), dan Baihaki (ketua fraksi PKB). Selain itu, Mohammad Farok (sekretaris fraksi PPP), Moh. Fathurrosi (ketua fraksi Nasdem), Shohebus Sulton, (anggota fraksi Gerindra), dan Abdus Salam (ketua fraksi Demokrat).
Korlap Aksi Hatman menyampaikan, aksi tersebut dilakukan untuk mengajak elemen masyarakat, khususnya DPRD Sampang agar menolak UU Ciptaker. Termasuk meminta legislatif dan eksekutif menandatangani pakta integritas sebagai bentuk komitmen dalam menolak UU tersebut.
”Kami berangkat (atas nama) dari masyarakat, khususnya buruh, menolak keras atas pengesahan UU Cipta Kerja,” katanya.
Pihaknya membakar kemenyan di depan DPRD Sampang sebagai simbol keadilan di negeri ini sudah tidak ada. Dia berharap DPRD lebih memerhatikan masyarakat.
Ketua DPRD Sampang Fadol mengapresiasi mahasiswa yang melakukan aksi damai. Pihaknya akan menampung semua aspirasi mereka, termasuk memenuhi tuntutan aktivis. ”Mendukung penolakan itu. Semua fraksi sudah menandatangani pakta integritas yang diajukan oleh PMII dan Formasa,” katanya. (iqb)