Jumlah koperasi di Madura sangat banyak. Namun, koperasi yang tidak aktif juga tidak sedikit. Bahkan, ada yang dibubarkan dan terancam dibubarkan. Kali ini Jawa Pos Radar Madura (JPRM) menurunkan perbedaan koperasi konvensional dan koperasi syariah.
ZAMAN semakin berkembang. Koperasi konvensional kian banyak. Di sisi lain, koperasi syariah juga menjadi pilihan masa kini. Namun, pemerintah diminta lebih aktif mengawasi keberadaan koperasi.
Kepala Seksi (Kasi) Pemeriksaan dan Kelembagaan Usaha Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Bangkalan Rustam Adi menyampaikan, dulu pemerintah memprogramkan koperasi konvensional. Akan tetapi, dalam perkembangan zaman banyak warga cenderung memilih koperasi berpola syariah. Sedangkan syariah tidak sebanyak konvensional.
Koperasi konvensional secara umum sudah ditentukan soal keuntungan atau jasa. Bukan bunga. Kepada anggota rata-rata satu persen. Sedangkan koperasi syariah itu akad sudah ada ketentuan atau bagi hasil anggota atau pengurus. ”Perbedaannya dari akad,” ujarnya kemarin (9/7). ”Semua koperasi melayani anggota, bukan masyarakat,” imbuhnya.
Rustam menambahkan, pembagian bagi hasil (nisbah) sesuai kesepakatan bersama. Untuk di Bangkalan lebih dominan koperasi konvensional. Tidak menutup kemungkinan, nanti dari konvensional beralih ke koperasi syariah. ”Sudah banyak program dari pemerintah menjadi pola syariah,” ungkapnya.
Terkadang, lanjut Rustam, ada koperasi yang menerapkan pola syariah dan koperaai konvensional. Jika anggota umat Islam cenderung di syariah karena dianggap lebih menarik. Namun, masyarakat tidak melihat atau memandang dari jasa.
Koperasi itu pada prinsipnya milik anggota. Bukan milik dinas koperasi atau pemerintah. ”Dikelola secara demokrasi. Keanggotaannya tidak boleh dipaksa, harus terbuka dan sukarela. Jadi, prinsip koperasi harus dipegang teguh,” jelasnya.
Karena itu, sesuai UU 25/1992 tentang Koperasi, semua anggota harus patuh dan sesuai dengan prinsip koperasi. Upaya yang dilakukan dalam mengembangkan koperasi mengacu pada program pemerintah agar koperasi itu berkualitas. ”Upaya yang dilakukan adalah sosialisasi dan peningkatan keterampilan. Keterampilan itu bukan hanya pengurus atau pelaku koperasi. Tapi anggota harus ada usaha mikro,” bebernya.
Sekretaris Umum MUI Bangkalan Ihsan Fadhlil mengatakan, ide dasar koperasi syariah dan koperasi konvensional sama. Yakni, dalam rangka dari anggota untuk anggota dan oleh anggota. Yang membedakan memang dari akadnya. ”Kalau syariah akadnya menggunakan syariat Islam. Kalau konvensional untuk umum,” katanya.
Utamanya, lanjut Ihsan, dalam pembagian. Kalau koperasi syariah dikenal dengan sebutan nisbah atau bagi hasil. Kalau koperasi konvensional disebut sisa hasil usaha (SHU). ”Kalau praktik hampir sama. Cuma di akadnya yang membedakan,” terangnya.
Dia berpendapat, supaya tidak keliru dan tidak menjadi riba, ikut pendapat yang longgar. Kalau ikut yang ketat, nanti jadi riba semua. ”Jika gotong royong dan sesuai dengan syariat lebih bagus,” tegasnya.
Ihsan menegaskan, koperasi syariah harus mendapatkan dukungan semua pihak. Dia berharap koperasi terdorong untuk lebih maju dan didukung oleh pemerintah. ”Sementara ini dukungan itu masih setengah hati katanya orang. Kalau yang konvesional sudah tidak ada masalah,” tegasnya.
Uswatun Hasanah, dosen entrepreneurship Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Trunojoyo Madura (UTM) mengatakan, koperasi pada dasarnya dari, oleh, dan untuk anggota. Sistem yang berlaku koperasi konvensional mutlak nominal, baik akan meminjam atau menabung. ”Kalau syariah lebih kepada kesepakatan, tidak memberatkan sebelah pihak. Justru itu menguntungkan kedua pihak,” katanya.
Uus menambahkan, dalam teknis beberapa hal memang lebih pada prinsip syariah. Misalnya, bagi hasil. Kalau koperasi konvensional lebih kepada pembagian bunga. ”Kalau syariah ditentukan beberapa bulan. Sedangkan konvensional harus sesuai ketentuan yang berlaku,” tegasnya.
Menurut dia, sistem koperasi diatur lebih baik. Dia tidak ingin ada koperasi yang mengaku pada syariah, tapi praktik di dalamnya tidak syariah. Hal tersebut justru lebih mahal dari koperasi konvensional. ”Peran pemerintah mengawasi, jangan berkedok syariah tapi di dalamnya tidak syariah. Itu harus ditindak,” pintanya.