Ramadan bukan alasan untuk leyeh-leyeh. Bukan alasan untuk mengurangi kinerja. Termasuk petugas unit transfusi darah (UTD) yang menangani ketersediaan darah.
LAYANAN untuk pendonor dimulai pukul 07.30. Para penyumbang darah itu bisa datang ke kantor UTD PMI Sampang hingga pukul 21.00. Waktu layanan tersebut juga berlaku pada bulan Ramadan.
Kepala UTD PMI Sampang Bhakti melalui stafnya, Nurul Komariyah, menjelaskan, mendonorkan darah pada bulan puasa tidak dilarang. Bahkan, melaksanakan donor siang hari juga diperbolehkan. ”Asalkan kondisinya sehat tidak apa-apa donor di siang hari pada bulan puasa,” ujarnya.
Dia kemudian berbagi tips untuk donor darah saat berpuasa. Yaitu, menyiapkan mental, pilih waktu, jangan lupa sahur, dan perbanyak minum air. ”Itu yang perlu diperhatikan bagi para pendonor pada bulan puasa. Jadi, siapkan mental dan pilih waktunya. Jika takut lemas di siang hari, pilih donor setelah maghrib,” tambahnya.
Kebutuhan darah di Sampang tiap bulan mencapai ratusan kantong. Selama empat bulan sejak Januari 2019, darah yang dikeluarkan UTD PMI mencapai 1.829 kantong. Setiap bulan di atas 300 kantong.
Nurul Komariyah mengatakan, kebutuhan darah selama satu bulan, yakni Januari dan April, lebih 500 kantong. Darah yang paling banyak dibutuhkan oleh pasien golongan O. Darah golongan ini selama empat bulan mencapai 743 kantong. Disusul golongan B 596 kantong dan golongan A 369 kantong serta golongan AB 121 kantong.
Permintaan darah paling banyak laki-laki daripada perempuan. Darah yang keluar untuk laki-laki 1.437 kantong dan 392 kantong untuk perempuan. ”Stok darah sampai hari ini keseluruhan dua ratus lima puluh tujuh kantong,” ungkapnya.
Biaya penggantian pengolahan darah (BPPD) satu kantong darah semua golongan Rp 360 ribu. Namun, bagi pasien BPJS, darah diberikan secara gratis. ”Semua darah BPPD sama. Meskipun keluarga pasien cari sendiri pendonor tetap membayar BPPD dengan harga yang sama,” tegas Nurul.
Dana BPPD itu yang dijadikan sebagai biaya operasional UTD PMI Sampang secara keseluruhan. Sebenarnya, kata dia, BPPD yang sekarang ini sudah tidak ideal. Sebab, ada biaya operasional yang naik.
Karena itu, untuk menyiasati, konsumsi bagi pendonor dikurangi. Misalnya, awalnya konsumsi pendonor darah dijatah Rp 20.000 menjadi Rp 15.000. ”Pendonor tetap kami seribu empat ratus enam puluh tiga orang. Yang baru tiga ratus enam puluh enam,” ujarnya.
Anggaran yang tersedia di UTD PMI Sampang Rp 654.440.000. Dana itu berasal dari BPPD Rp 360.000 x 1.829 kantong darah. ”Anggaran yang kami gunakan sumbernya dari BPPD itu,” terangnya.
Sementara itu, Kepala UTD PMI Bangkalan Fachrur Rozi menyatakan, permintaan darah setiap hari antara 60–90 kantong. Diperkirakan dalam setahun untuk 2019 di atas 12 ribu kantong. Stok terbanyak kabupaten di Madura memang Bangkalan.
”Kalau kabupaten lain seperti Pamekasan dan Sumenep jika kekurangan stok minta ke kami,” ujar Rozi di ruang kerjanya kemarin (7/5).
Untuk mengantisipasi kekurangan stok darah, pihaknya melakukan ekspansi ke Surabaya. Di samping itu, melakukan donor darah bagi yang sudah menjalin kerja sama dibuktikan dengan MoU. Stok darah yang dimiliki 70 persen digunakan RSUD Syamrabu. ”Ada rumah sakit baru dan klinik. Jumlahnya enam unit satelit. Kami juga kirim,” bebernya.
Biasanya pada saat Ramadan seperti saat ini dari Surabaya meminta kiriman darah kepada PMI Bangkalan. Permintaan darah ketika stok habis dianjurkan untuk satu jejaring. ”Setiap kali ngirim biasanya 100–200 kantong darah,” jelasnya.
Rozi menjelaskan, seluruh institusi yang membutuhkan darah harus ada MoU bersama PMI. Kerja sama itu menjadi tambahan nilai akreditasi. ”Tidak boleh nanti jika minta-minta saja. Harus ada MoU,” tegasnya.
Dia juga menyebut BPPD yang hanya Rp 360 ribu dinilai perlu perubahan. Sebab, angka itu kini sudah tidak cukup. Di sisi lain masyarakat banyak salah persepsi. ”Ngambilnya gratis, tapi darahnya dijual. Itu keliru,” terangnya.
Tidak semua darah yang didonorkan itu langsung bisa dipakai. Harus diproses. UTD PMI harus mempersiapkan aksesori, kantong darah, insidensi infeksi menular lewat tranfusi darah (IMLTD), cross match, dan lain-lain.
”Di PMI itu membutuhkan pengorbanan. Kadang tekor karena menggunakan uang pribadi,” ungkapnya.
Anggaran dari pemerintah nihil. Kepedulian pemerintah tiap daerah berbeda. Di Bangkalan dana hibah dari pemerintah hanya Rp 100 juta. Itu pun tidak diberikan kepada UTD PMI. Dana tersebut diberikan ke markas PMI.
”Harusnya, kami mendapatkan 20 persen dari Rp 100 juta. Tapi, kami tidak kebagian. Sedangkan kebutuhan sehari-hari diambilkan dari darah yang sudah keluar. Kadang menggunakan uang koperasi PMI,” jelasnya.
Beruntung, banyak dukungan untuk kegiatan donor darah. Mulai perguruan tinggi, SMA, pondok pesantren, swasta, OPD, Polri, hingga TNI. Biasanya tiga bulan sekali dan ketika ada event, digelar donor darah. ”Tidak ada perbedaan pelayanan khusus bagi pasien BPJS maupun pasien umum. Semua sama,” tandasnya.