JAKARTA – Sejak 3 Juli, pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat di Pulau Jawa dan Bali dimulai. Per 6 Juli, PPKM mikro tahap XII difokuskan pada daerah-daerah di luar Pulau Jawa dan Bali.
Dibanding provinsi lainnya di Pulau Jawa dan Bali, jumlah kasus aktif di enam provinsi di Pulau Jawa cukup banyak, yakni 239.555 kasus atau 77,28 persen. Sementara total kasus aktif nasional 309.999 kasus per 5 Juli 2021.
Ada lima provinsi dengan jumlah kasus aktif terbesar dan di atas 10 ribu kasus. Perinciannya DKI Jakarta 91.458 kasus, Jawa Barat 70.596 kasus, Jawa Tengah 43.110 kasus, Daerah Istimewa Jogjakarta 14.166 kasus, dan Jawa Timur 11.885 kasus.
Untuk tingkat keterisian tempat tidur (TT) di RS atau bed occupancy ratio (BOR) pada enam provinsi di Jawa, semuanya lebih dari 80 persen. Lebih tinggi dari BOR nasional sebesar 75 persen per 4 Juli 2021.
Sedangkan di luar Jawa, ada tiga provinsi yang memiliki BOR tertinggi yaitu Lampung 74 persen, Papua Barat 72 persen, dan Kalimantan Timur 71 persen.
Jika dilihat dari zonasi risikonya, enam provinsi di Jawa memiliki risiko tinggi. Sementara di luar Jawa ada 10 provinsi berisiko tinggi. Perinciannya, Lampung, Kalimantan Timur, Papua Barat, Bengkulu, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Sumatera Barat, Papua, dan Kalimantan Tengah.
”10 provinsi dengan risiko tinggi di luar Jawa-Bali tersebut diukur dari beberapa parameter. Misalnya tingkat BOR lebih dari 65 persen dan jumlah kasus aktif di atas 4.000 kasus,” ucap Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Konferensi Pers Perpanjangan dan Pengetatan Pelaksanaan PPKM Mikro secara virtual di Jakarta, Senin (5/7).
Menurut dia, data indikator asesmen situasi pandemi terhadap seluruh kabupaten/kota di luar Jawa sudah dikantongi. Hasilnya, 43 kabupaten/kota berada di level 4; sebanyak 187 kabupaten/kota di level 3; dan 146 kabupaten/kota di level 2.
”Karena itu, diputuskan memperpanjang PPKM mikro tahap XII mulai 6–20 Juli di semua provinsi di luar Jawa-Bali. Termasuk melakukan pengetatan pada 43 kabupaten/kota yang memiliki level asesmen 4 yang berada di 20 provinsi. Regulasi ini selaras dengan pengetatan di Jawa-Bali,” kata Airlangga.
Menko Airlangga meyakinkan, meski diterapkan PPKM darurat (di Jawa-Bali) dan PPKM mikro diperketat (di luar Jawa-Bali), kegiatan di sektor esensial tetap beroperasi. Dengan begitu, tidak akan memicu kekhawatiran gelombang PHK kembali.
”Juga terus dijaga dengan mendorong kegiatan ekspor, termasuk ekspor dari UMKM. Lalu, bantuan sosial dilanjutkan dan dipercepat. Seperti diskon listrik dan kegiatan lain yang menopang sektor produktif. Kita akan memonitor dan mengevaluasi mulai sekarang atau setelah 20 Juli,” janjinya.
Sementara, dalam pengaturan di PPKM mikro tahap XII (6–20 Juli 2021) juga telah diatur tentang pengaturan ibadah pada Hari Raya Idul Adha. Hal itu berdasar SE Menteri Agama Nomor 16 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Malam Takbiran, Salat Idul Adha, dan Pelaksanaan Kurban 1442 H di Luar Wilayah PPKM Darurat.
Peraturan itu membahas ketentuan malam takbiran dan larangan takbir keliling; salat Idul Adha di daerah risiko tinggi ditiadakan; pelaksanaan penyembelihan hewan kurban dilakukan di rumah potong hewan, dan pendistribusian daging langsung diantar ke warga.
Mengenai percepatan realisasi anggaran oleh pemerintah daerah (pemda), harus didorong untuk mempercepat realisasi earmarked 8 persen DAU/DBH untuk penanganan Covid-19. Penyaluran dana desa dan BLT desa dipercepat dengan menggunakan KPM tahun 2020. Harus memprioritaskan penduduk miskin yang terdampak pandemi dan belum permah menerima bantuan.
”Dalam situasi seperti sekarang, yang terpenting adalah earmarked DAU/DBH dengan total 8 persen atau Rp 35,1 triliun se-Indonesia. Ini baru terserap 10,53 persen. Ini terbagi untuk penanganan Covid-19, dukungan vaksinasi, dukungan kelurahan, insentif tenaga kesehatan, serta belanja kesehatan lainnya dan kegiatan prioritas yang ditetapkan pemerintah pusat,” tutur Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menambahkan, untuk daerah dengan level asesmen tinggi yakni level 4 dapat diartikan kasus konfirmasi tinggi. Untuk menurunkan jumlah kasus, diperlukan peningkatan testing. Level 4 disematkan jika jumlah rawat inap dan jumlah kematian di RS tinggi.
”Yang juga menjadi prioritas adalah percepatan vaksinasi. Saat ini di luar Jawa-Bali masih rendah sekitar 8–59 persen. Sementara Kepri mencapai 59 persen dan penduduk yang divaksinasi akan terus ditingkatkan. Dengan demikian, setelah Agustus bisa mencapai 2–2,5 juta suntikan per hari,” ucapnya.
Selain Kepala BNPB Letjen TNI Ganip Warsito, konferensi kali ini dihadiri oleh Plh Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Suhajar Diantoro. (*/par)