SUMENEP– Seiring bergulirnya waktu, nama badan usaha milik daerah (BUMD) di naungan Pemkab Sumenep yang bermasalah dan kini dibidik kejari akhirnya terkuak. Perusahaan pelat merah tersebut adalah PT Sumekar (Perseroda) yang sebelumnya bernama PT Sumekar Line.
Hal itu dibenarkan Komisaris PT Sumekar (Perseroda) Ahmad Zainullah. Menurut dia, proses permintaan klarifikasi kepada mantan bupati Sumenep berinisial ABK dilakukan pada Selasa (30/8) lalu. ”Iya, memang sudah ada laporan. Beberapaorang, utamanya jajaran direksi lama diperiksa,” katanya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon seluler kemarin (4/9).
Meski demikian, Zain mengaku tidak tahu jumlah danidentitas orang-orang yang sudah dimintai keterangan oleh tim penyelidik Kejari Sumenep. Sebab, hal itu bukan wewenangnya, melainkan wewenang penyelidik. ”Kalau nama-namanya saya tidak tahu,” ulasnya.
Zain membenarkan jika yang diusut adalah proses pengadaan dua unit kapal yang diduga tidak sesuai regulasi. Yaitu, kapal tongkang Dharma Bahari Sumekar (DBS) V sebesar Rp 1,8 miliar dan kapal cepat senilai Rp 2,4 miliar. Pembelian dua kapal tersebut tidak tertera di rencana kegiatan anggaran (RKA). Akibatnya, menimbulkan kerugian keuangan negara dan menyisakan polemik.
Kabag Hukum Setkab Sumenep Hizbul Wathan mengaku sudah menerima informasi penyelidikan kasus yang membelit PT Sumekar (Perseroda) tersebut. Karena proses hukum kasus tersebut sedang berjalan, dia enggan memberi keterangan lebih jauh. ”Itu bukan ranah saya. Yang jelas, kami (pemkab) akan kooperatif. Kita tunggu saja hasil penyelidikan kejari,” terangnya.
Sementara itu, Jawa Pos Radar Madura (JPRM) beberapa kali menghubungi Kasi Intelijen Kejari Sumenep Novan Bernadi dan Kasipidsus Dony Suryahadi Kusuma. Namun, keduanya tidak bisa dimintai keterangan lebih lanjut. Beberapa kali dihubungi melalui sambungan telepon selulernya, keduanya kompak tidak merespons.
Kapal tongkang DBS V itu dibeli pada 2019 senilai Rp 1,8 miliar. Tetapi, sampai saat ini tidak memberikan kontribusi apa-apa terhadap perusahaan. Pada saat pembelanjaan 2019, kapal DBS V dibeli tanpa RKA. Karena itu, 2020 perusahaan tidak mengakui sebagai aset. ”Kapal tongkang itu dibelanjakan oleh direksi yang lama,” ungkap Humas PT Sumekar (Perseroda) Eko Wahyudi pada 22 Februari 2022.
Atas dasar itulah pembelian kapal DBS V dibebankan kepada direksi lama. Menurut Eko, terhitung 2020, DBS V menjadi utang direksi lama. Ketika direksi lama itu berhenti jadi utang.
Direksi lama yang dimaksud pada masa kepemimpinan Direktur Utama (Dirut) Mohammad Syafiie dan Direktur Operasional Achmad Zainal Arifin. Utang itu berkaitan dengan pembelian kapal tongkang DBS V dan kapal cepat. Pengadaan armada itu diputuskan tidak diakui sebagai aset perusahaanberdasar hasil rapat umum pemegang saham (RUPS) pada 2020.
Uang yang sudah dikeluarkan Rp 4,2 miliar. Pembelian kapal tongkang DBS V itu menelan dana Rp 1,8 miliar. Sementara pembelian kapal cepat baru berupa uang muka (DP). Dari Rp 9 miliar, baru dibayar Rp 2,4 miliar. Kapal cepat itu pesan ke Kabupaten Sorong, Papua Barat.
Pada pertengahan Maret 2022, mantan Direktur Operasional PT Sumekar (Perseroda) Achmad Zainal Arifin mengaku tidak tahu-menahu mengenai proses rencana pembelian kapal. Sebab, kala itu, meski posisinya sebagai direktur operasional, dia mengaku tidak dipakai. ”Yang paham betul itu Syafiie urusan pembelian kapal,” katanya.
Mantan Dirut PT Sumekar (Perseroda) Mohammad Syafiie mengaku siap membayar utang itu. Tetapi, dia tidak menentukan kapan akan melunasi. Dia beralasan sedang berada di Malaysia. ”Namanya utang, ya harus siap bayar,” katanya Senin, 14 Maret 2022.
Syafiie tidak menyangkal pembelanjaan kapal tongkang DBS V dan kapal cepat tidak masuk RKA. Namun, dia tidak menjelaskan secara detail utang yang harus dibayar. Pihaknya sempat mengutus orang kepercayaan ke Kabupaten Sorong. Namun, orang itu ditolak perusahaan penyedia kapal cepat itu. ”Karena saya dianggap bukan direksi lagi,” katanya.
Pemkab Sumenep melalui Sekkab Edy Rasiyadi sempat mendesak perusahaan untuk menagih utang kepada direksi lama. Setidaknya, hal itu bisa mengurangi beban keuangan perusahaan di masa sulit.
Desakan itu karena kondisi keuangan PT Sumekar (Perseroda) sedang kering. Sementara kapal yang dikelola tidak berlayar. Gaji karyawan belum terbayar. Utang direksi lama yang diharapkan bisa menambal juga belum dikantongi.
Seluruh kru kapal dan karyawan badan usaha milik daerah (BUMD) milik Pemkab Sumenep itu tidak digaji berbulan-bulan. BUMD yang bergerak di bidang transportasi laut tersebut juga tidak punya biaya untuk docking. Dana yang harus disediakan ditaksir bisa menelan Rp 1,5 miliar untuk dua unit kapal (KMP DBS I dan DBS III). (di/yan/luq)