SURABAYA – Suhu dingin dirasakan masyarakat Jawa Timur pada malam hari. Sebab, memasuki musim kemarau, matahari berada jauh di sebelah utara garis khatulistiwa. Kondisi suhu dingin menyebabkan embun beku pada dataran tinggi. Curah hujan dan perkiraan peluang curah hujan sangat rendah.
Artinya, telah terjadi hari tanpa hujan (HTH) di beberapa wilayah. Hal tersebut berdampak pada potensi kekeringan meteorologis (iklim) dengan status siaga hingga awas di beberapa daerah. Status awas dan prospek peluang curah hujan rendah di Jogjakarta, Jawa Timur (Sampang dan Malang), dan NTT. Kemudian, Jabar (Indramayu) dan Bali. Beberapa daerah status siaga di Jakarta Utara, Banten, NTB, dan Jawa Tengah.
Kepala Kelompok Forecaster Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Maritim Tanjung Perak, Surabaya, Ari Widjajanto mengatakan, berdasarkan gerak semu matahari, posisinya berada di utara garis khatulistiwa. Yakni, sekitar 23 derajat. Sebagian daerah Indonesia terletak di selatan khatulistiwa. ”Kalau posisinya dekat dengan matahari akan turun hujan. Daerah khatulistiwa tidak kenal musim lantaran tetap ada panas dan hujan,” terangnya kemarin (1/7).
Saat ini suhu tertinggi siang hari mencapai 36 derajat Celsius. Sementara terjadi penurunan suhu lumayan drastis pada malam hari. Kisaran 22–24 derajat Celsius. Sehingga, suhu malam terasa sangat dingin. ”Ada yang sudah matikan AC-nya,” jelasnya.
Kondisi itu akan berangsur berkurang jika matahari terus bergerak menuju selatan. Pihaknya memprediksi sekitar September matahari sudah berada di garis khatulistiwa. ”Di situ kita sudah mulai merasakan adanya hujan,” ujarnya.
Kemarau Juli–September 2019 bisa dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat. Khususnya petani tembakau dan garam untuk meningkatkan produksi. Sementara masyarakat daerah tadah hujan harus bisa mengatur pola air.
Musim kemarau disertai angin kencang diprediksi akan meningkatkan kekeringan di beberapa daerah Jawa Timur. Termasuk Madura. Juga akan mengurangi kelembapan udara sehingga berpotensi mengganggu kesehatan. Seperti terjadinya dehidrasi dan gangguan pernapasan lantaran banyak debu. ”Masyarakat harus mengantisipasi jika beraktivitas di luar ruangan,” jelasnya.
Selain itu, yang perlu diantisipasi adalah kebakaran dan gelombang tinggi disertai angin kencang di lautan. Nelayan diimbau tidak memaksakan diri melaut jika cuaca ekstrem.