BANGKALAN – Daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur XI banyak diburu politikus untuk bisa melenggang menuju Senayan. Dari 112 calon anggota DPR RI untuk Pemilu 2019, lebih separo tinggal di luar Madura. Namun, mereka mencalonkan diri sebagai anggota legislatif (caleg) dari Pulau Garam.
Terdapat 61 calon wakil rakyat berdomisili di luar Madura. Sedangkan mereka yang tinggal di Pulau Garam hanya 51 orang. Data tersebut berdasar kabupaten/kota tempat tinggal versi daftar calon tetap (DCT) KPU RI.
Sebagian memang ada beberapa putra daerah yang pindah kependudukan dengan alasan untuk kemudahan administrasi. Namun, banyak juga caleg bukan penduduk asli Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.
Termasuk, delapan caleg incumbent yang kini maju lagi dari dapil Madura. Satu orang bukan putra daerah. Sementara sisanya dari Pulau Garam.
Ketua DPP Partai Gerindra Moh. Nizar Zahro mengakui banyak caleg dari luar maju melalui dapil Madura. Itu menunjukkan bahwa perkembangan demokrasi di Madura berjalan dinamis. Dengan demikian, kompetisi untuk merebut hati rakyat mulai berkualitas. Para caleg nantinya bakal adu program, gagasan, dan kreativitas.
”Nggak masalah (caleg dari luar Madura, Red). Yang penting sudah melalui tahapan di KPU,” kata dia saat dihubungi kemarin (28/9). Menurut dia, meskipun caleg tersebut bukan penduduk Madura tidak akan melanggar undang-undang. Sebab, dalam UU 7/2017 tentang Pemilu, caleg bebas memilih dapil.
”Diperbolehkan asalkan punya KTP dan kartu anggota parpol serta sudah melalui tahapan DCT,” ujarnya.
Mengapa banyak caleg dari luar memilih dapil Madura? Politikus asal Bangkalan itu mengaku tidak tahu secara persis. Sebab, hal tersebut hak parpol dan caleg yang mau maju. Hanya, sebagai pengurus Gerindra dan putra daerah Madura, dia sangat menyambut baik politisi yang ingin berkompetisi dari dapil Madura.
Itu berarti ingin bersama-sama menyemarakkan pemilu yang damai, aman, dan bersih. ”Yang jelas, bagus untuk perkembangan demokrasi ke depan,” terangnya.
Nizar mengungkapkan, dapil DPR RI untuk Pemilu 2019 berjumlah 80. Dari puluhan dapil itu dibutuhkan 575 kursi. ”Dulu pada Pileg 2014, jumlah kursi DPR RI itu hanya 560 kursi. Jadi, sekarang naik 15 kursi,” ungkap caleg incumbent tersebut.
Sementara itu, Wakil Sekjen DPP PPP Ach. Baidowi menyatakan, pemilihan dapil tersebut terserah partai dan caleg. Jika ada caleg dari luar Madura maju dari dapil Jatim XI, itu sah saja dan tidak bertentangan dengan undang-undang. Asalkan, warga negara Indonesia (WNI) dan jelas berkontribusi untuk Madura.
”Dapil lain juga demikian. Bahkan, ada caleg dari Madura memilih nyaleg di luar Madura,” bebernya. Namun, menurut dia, kalau bukan putra asli Madura, akan terkendala di komunikasi. Sebab, banyak warga Madura, terutama di pelosok desa, banyak tidak bisa berbahasa Indonesia.
”Misalnya di Bujur, Pamekasan, itu banyak penduduknya yang tidak mengerti bahasa Indonesia. Paling kesulitannya di pola komunikasi saja,” jelasnya. Meski demikian, para caleg itu bisa mengandalkan tim lokal di tiap kabupaten agar terbantu dalam hal komunikasi. ”Sekarang tinggal pemilih yang menentukan pilihannya sesuai hati nurani,” tuturnya.
Mantan jurnalis itu mengatakan, caleg dari dapil Madura tapi tercatat di kota lain itu hanya untuk mempermudah kepengurusan administrasi kependudukan. ”Misalnya, seperti saya. Saya pindah kependudukan. Bukan berarti lupa tentang Madura,” ucapnya.
Hanya, ketika ada urusan mendadak yang berkenaan dengan kepengurusan administrasi kependudukan, tidak mungkin langsung pulang ke Madura. ”Kalau butuh keterangan dari kepala desa mendadak, tidak mungkin saya pulang ke Madura. Ya, hanya untuk memudahkan tugas saja,” jelasnya.
Salah satu caleg pendatang baru untuk DPR RI pada Pemilu 2019 adalah Syafiuddin Asmoro. Politikus PKB itu mengaku siap berkompetisi secara sehat merebut suara pemilih. Putra daerah atau bukan putra daerah bagi dirinya tidak bermasalah. Yang penting, tujuannya jelas untuk memajukan Madura dalam penentuan kebijakan nasional.
”Nawaitu caleg ini seperti apa untuk memberikan kontribusi ke Madura. Orang Madura atau tidak, tidak jadi patokan,” pungkas pria asal Bangkalan itu.