24 C
Madura
Wednesday, June 7, 2023

Jangan Biarkan Glaukoma Merenggut Penglihatan

BANGKALAN – Glaukoma merupakan salah satu penyakit yang patut diwaspadai. Sebab, penyakit tersebut bisa menjadi pemicu kebutaan. Dengan begitu, glaukoma sering dijuluki dengan ”Si Pencuri Penglihatan”.

Dokter Penanggung Jawab Poli Mata RSUD Syamrabu dr. Fitria Romadiana, Sp.M (K) menjelaskan, glaukoma adalah kerusakan saraf optikus yang mengakibatkan gangguan lapang pandangan dengan peningkatan tekanan bola mata sebagai salah satu faktor risiko. ”Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua setelah katarak dengan prevalensi mencapai  20 persen. Kerusakan akibat glaukoma bersifat progresif dan permanen,” katanya.

Menurut Fitri, glaukoma sering dijuluki sebagai ”Si Pencuri Penglihatan”. Sebab, penderita tidak mengalami rasa sakit sebelumnya dan tidak merasakan gangguan penglihatan kecuali jika kerusakan saraf optikusnya sudah berat. ”Seorang penderita glaukoma sering kali tidak menyadari kalau dirinya menderita glaukoma,” ujarnya.

Dia menerangkan, ada beberapa kelompok yang rentan dan berpotensi menderita glaukoma. Di antaranya, orang yang berusia lebih dari 60 tahun,  memiliki riwayat keluarga yang menderita glaukoma, hipertensi, diabetes mellitus (DM), penderita jantung, atau penderita kelainan vaskular yang lain.

Baca Juga :  Tekan AKI-AKB melalui Seminar Kebidanan

”Kelompok lain yang berisiko adalah orang yang memiliki riwayat rabun dekat atau hipermetropia, pernah menjalani operasi mata sebelumnya, dan memiliki riwayat cedera pada mata. Demikian juga orang yang sering mengonsumsi obat-obatan. Obat dimaksud adalah obat mata atau obat minum lain  yang mengandung kortikosteroid,” sebutnya.

Perempuan berhijab itu menambahkan, gejala glaukoma sering dirasakan ketika tekanan bola mata tinggi. Misalnya, mata mendadak buram, nyeri, dan merah. Kemudian, mengalami nyeri kepala yang sangat hebat setengah bagian kepala.

Gejala lain yang sering muncul adalah lapang pandangan menyempit. Saat berjalan sering tersandung atau menabrak benda-benda di sekitar. Apabila hal ini terjadi, kerusakan saraf optikus sudah cukup berat dan sifatnya permanen.

Lalu, melihat pelangi di sekitar bola lampu, mual, dan muntah juga bisa menjadi salah satu gejala glaukoma. Sering kali keluhan tersebut dianggap sebagai keluhan gangguan pencernaan sehingga penanganannya pun menjadi terlambat.

”Tujuan  pengobatan glaukoma  hanya memperlambat progresivitas kerusakan saraf optikus, tidak dapat memperbaiki kerusakan yang terjadi,” terangnya.

Baca Juga :  Mengenal Penyakit Hidrosefalus

Pemberian obat tetes mata ataupun obat yang harus diminum serta tindakan laser maupun pembedahan dapat dilakukan untuk menurunkan tekanan bola mata. Karena itu, deteksi dini dan pengobatan yang tepat akan mencegah penderita glaukoma.

Dia menjelaskan, World Glaucoma Association (WGA) menginisiasi kegiatan World Glaucoma Week yang dilaksanakan setiap tahun dan tahun ini dilaksanakan pada 12–18 Maret. Kegiatan tersebut melibatkan pasien glaukoma, penyedia layanan kesehatan mata, kantor-kantor kesehatan, dan masyarakat luas di seluruh dunia.

”Tujuannya, meningkatkan kesadaran tentang glaukoma dengan cara melakukan pemeriksaan mata secara rutin. Termasuk pemeriksaan saraf optikus sehingga glaukoma terdeteksi sejak dini,” katanya.

Dokter Fitri menambahkan, orang yang memiliki riwayat keluarga penderita glaukoma harus rutin memeriksakan diri ke dokter spesialis mata. Bagi yang usianya belum 40 tahun, pemeriksaan dua sampai empat tahun sekali. Sementara yang usianya di atas 40 tahun, minimal melakukan pemeriksaan sekali dalam dua tahun. ”Jangan biarkan glaukoma merenggut penglihatan kita,” imbaunya. (jup/daf/par)

 

 

 

BANGKALAN – Glaukoma merupakan salah satu penyakit yang patut diwaspadai. Sebab, penyakit tersebut bisa menjadi pemicu kebutaan. Dengan begitu, glaukoma sering dijuluki dengan ”Si Pencuri Penglihatan”.

Dokter Penanggung Jawab Poli Mata RSUD Syamrabu dr. Fitria Romadiana, Sp.M (K) menjelaskan, glaukoma adalah kerusakan saraf optikus yang mengakibatkan gangguan lapang pandangan dengan peningkatan tekanan bola mata sebagai salah satu faktor risiko. ”Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua setelah katarak dengan prevalensi mencapai  20 persen. Kerusakan akibat glaukoma bersifat progresif dan permanen,” katanya.

Menurut Fitri, glaukoma sering dijuluki sebagai ”Si Pencuri Penglihatan”. Sebab, penderita tidak mengalami rasa sakit sebelumnya dan tidak merasakan gangguan penglihatan kecuali jika kerusakan saraf optikusnya sudah berat. ”Seorang penderita glaukoma sering kali tidak menyadari kalau dirinya menderita glaukoma,” ujarnya.


Dia menerangkan, ada beberapa kelompok yang rentan dan berpotensi menderita glaukoma. Di antaranya, orang yang berusia lebih dari 60 tahun,  memiliki riwayat keluarga yang menderita glaukoma, hipertensi, diabetes mellitus (DM), penderita jantung, atau penderita kelainan vaskular yang lain.

Baca Juga :  Hari Ini Terakhir, Situs Pendaftaran SDM PKH Trouble

”Kelompok lain yang berisiko adalah orang yang memiliki riwayat rabun dekat atau hipermetropia, pernah menjalani operasi mata sebelumnya, dan memiliki riwayat cedera pada mata. Demikian juga orang yang sering mengonsumsi obat-obatan. Obat dimaksud adalah obat mata atau obat minum lain  yang mengandung kortikosteroid,” sebutnya.

Perempuan berhijab itu menambahkan, gejala glaukoma sering dirasakan ketika tekanan bola mata tinggi. Misalnya, mata mendadak buram, nyeri, dan merah. Kemudian, mengalami nyeri kepala yang sangat hebat setengah bagian kepala.

Gejala lain yang sering muncul adalah lapang pandangan menyempit. Saat berjalan sering tersandung atau menabrak benda-benda di sekitar. Apabila hal ini terjadi, kerusakan saraf optikus sudah cukup berat dan sifatnya permanen.

- Advertisement -

Lalu, melihat pelangi di sekitar bola lampu, mual, dan muntah juga bisa menjadi salah satu gejala glaukoma. Sering kali keluhan tersebut dianggap sebagai keluhan gangguan pencernaan sehingga penanganannya pun menjadi terlambat.

”Tujuan  pengobatan glaukoma  hanya memperlambat progresivitas kerusakan saraf optikus, tidak dapat memperbaiki kerusakan yang terjadi,” terangnya.

Baca Juga :  Hindari Kecanduan Gadget

Pemberian obat tetes mata ataupun obat yang harus diminum serta tindakan laser maupun pembedahan dapat dilakukan untuk menurunkan tekanan bola mata. Karena itu, deteksi dini dan pengobatan yang tepat akan mencegah penderita glaukoma.

Dia menjelaskan, World Glaucoma Association (WGA) menginisiasi kegiatan World Glaucoma Week yang dilaksanakan setiap tahun dan tahun ini dilaksanakan pada 12–18 Maret. Kegiatan tersebut melibatkan pasien glaukoma, penyedia layanan kesehatan mata, kantor-kantor kesehatan, dan masyarakat luas di seluruh dunia.

”Tujuannya, meningkatkan kesadaran tentang glaukoma dengan cara melakukan pemeriksaan mata secara rutin. Termasuk pemeriksaan saraf optikus sehingga glaukoma terdeteksi sejak dini,” katanya.

Dokter Fitri menambahkan, orang yang memiliki riwayat keluarga penderita glaukoma harus rutin memeriksakan diri ke dokter spesialis mata. Bagi yang usianya belum 40 tahun, pemeriksaan dua sampai empat tahun sekali. Sementara yang usianya di atas 40 tahun, minimal melakukan pemeriksaan sekali dalam dua tahun. ”Jangan biarkan glaukoma merenggut penglihatan kita,” imbaunya. (jup/daf/par)

 

 

 

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/