BANGKALAN – Memijat perut pada saat hamil masih menjadi kebiasaan bagi sebagian besar masyarakat. Mereka percaya pemijatan perut pada masa kehamilan oleh dukun dapat memperbaiki posisi janin.
Selain itu, dipercaya membuat pertumbuhan bayi lebih baik dan melancarkan persalinan. Bagaimanakah tinjauan medis terkait kebiasaan itu? Berikut penjelasan dokter penanggung jawab poli kandungan RSUD Syamrabu dr. Desak Ketut Ayu Aryani, Sp.OG.
Dokter spesialis obgyn itu menjelaskan, pemijatan ibu hamil (bumil) oleh orang yang tidak memiliki kompetensi dilarang. Ironisnya, masih banyak masyarakat yang melakukan hal tersebut hingga saat ini.
Dia menjelaskan, perut merupakan daerah yang tidak dilindungi oleh tulang atau rangka. Jadi, jaringan dan organ lunak di dalamnya akan mudah mengalami trauma ketika dipijat. Apalagi dengan tekanan yang keras.
”Perempuan yang tidak hamil saja, pijat perut bisa menyebabkan perlengketan usus. Jika mempunyai kista bisa pecah. Tidak jarang memerlukan tindakan operasi segera karena kistanya menjadi terpuntir,” ujarnya.
Perempuan berkacamata itu mengungkapkan, pemijatan terhadap bumil bisa berakibat fatal. Sebab, bisa pendarahan dalam rahim yang disebabkan plasenta terlepas dan kontraksi. Bahkan, ketuban pecah dini yang bisa menimbulkan persalinan prematur.
”Kalau pijatan perut terjadi pada trimester pertama bisa menyebabkan keguguran. Selain itu, gerakan pijat untuk memutar janin bisa menyebabkan janin terlilit tali pusar, plasenta terlepas, janin kekurangan oksigen, hingga bayi meninggal dalam rahim,” ujarnya.
Perempuan yang biasa dipanggil dokter Desak itu mengaku kerap menjumpai pasien dengan keadaan janin meninggal di dalam rahim. Baik di trimester pertama maupun pada kehamilan yang sudah besar. ”Saat ditanya riwayatnya, kebanyakan dari bumil mengaku baru saja melakukan pijatan perut,” sambungnya.
Atas ketidakpahaman itu, seorang ibu harus merelakan kebahagiaan melihat bayinya terlahir dengan selamat ke dunia. Ironisnya, yang mengalami kejadian seperti itu tidak sedikit perempuan yang sudah lama menikah dan ingin segera memiliki anak.
”Bayangkan saja, pasien itu baru mempunyai anak pertama setelah menikah lima tahun dan karena tradisi turun-temurun pijat perut yang tidak terbukti aman, akhirnya anak yang diharapkan meninggal,” tuturnya.
Desak mengaku pernah menjumpai seorang perempuan belum menikah datang dengan keluhan nyeri perut hebat. Saat dilakukan pemeriksaan didapatkan ada kista. Setelah dioperasi, ternyata kistanya terpuntir dan pecah.
”Sehingga kemungkinan untuk punya anak tipis. Setelah ditanyakan riwayatnya sama, yaitu pijat perut karena kebiasaan dan anjuran keluarga,” katanya.
Dia meyarankan agar perempuan tidak memijat area perut, baik yang sudah memiliki anak maupun yang belum. Bagian tubuh yang lain tidak bermasalah. ”Saya berharap, tradisi pijat perut di masyarakat jangan dilanjutkan. Mengingat, banyak kerugian dibandingkan manfaatnya,” katanya. (jup/han/par)