BANGKALAN, Jawa Pos Radar Madura – Bagi oknum yang tidak bertanggung jawab, pelayanan kesehatan (yankes) menjadi ladang basah untuk meraup keuntungan pribadi. Utamanya, saat ada pasien yang harus dirujuk dari puskesmas ke rumah sakit (RS). Contohnya, pasien yang akan melakukan persalinan.
Sebagian besar tenaga kesehatan (nakes) akan mengarahkan untuk dirujuk ke rumah sakit swasta tertentu ketimbang ke rumah sakit pemerintah. Sebab, mereka akan mendapatkan fee atau cash back dari RS swasta jika berhasil membawa pasien rujukan.
Bidan berinisial I menuturkan, dalam pelayanan persalinan, bidan puskesmas memiliki peranan penting. Terutama dalam memfasilitasi ibu hamil (bumil) yang akan melakukan persalinan di tiap fasilitas kesehatan (faskes). ”Dalam menentukan tempat rujukan, pasien atau keluarganya bergantung pada penjelasan bidan,” ucapnya.
Menurut I, jika pasien bersalin yang harus dirujuk, bidan puskesmas cenderung mengarahkan ke RS swasta. Salah satu argumennya, kualitas pelayanan RS swasta lebih baik ketimbang RS pelat merah. Tetapi di balik itu, bidan yang bisa membawa pasien rujukan dari puskesmas akan mendapat fee dari RS swasta.
”Kalau dari puskesmas disarankan untuk dirujuk, biasanya proses melahirkannya harus operasi,” katanya.
Dia menjelaskan, cash back yang didapat bidan dari RS swasta bisa mencapai Rp 1,6 juta. Biasanya, fee diberikan di awal atau sebelum pasien ditangani. Sementara nominal fee yang diberikan ditentukan RS swasta. ”Setelah pasien diantar, fee langsung diberikan. Pengalaman saya begitu,” ujarnya yang mengaku pernah mendapat cash back tersebut.
Ironisnya, sambung I, ada oknum bidan yang kadang menyarankan bumil untuk dirujuk ke RS swasta meski sebenarnya sudah tahu tetap akan dirujuk ke RS pelat merah. Contohnya, bumil yang akan melahirkan dengan tekanan darah tinggi. ”Bidan itu sebenarnya tahu mana yang harus ditangani rumah sakit (milik pemerintah) dan swasta. Tetapi, tetap saja diarahkan ke RS swasta,” sambungnya.
Sepengetahuan perempuan yang mengenakan masker itu, oknum bidan yang bermain dalam pelayanan itu tersebar di 22 puskesmas di Kota Salak. Tidak heran jika banyak bidan yang berlomba-lomba mengirim pasien rujukan ke RS swasta. ”Saya juga pernah mendapat fee dari klinik yang menangani bedah. Artinya, tidak hanya terjadi di bidang persalinan,” akunya.
Direktur RSUD Syamrabu Nunuk Kristiani mengaku tidak tahu mengenai adanya fee yang diberikan RS swasta atau klinik kepada bidan. Namun, dia menyatakan selama ini banyak pasien rujukan dari RS swasta dan klinik yang angkat tangan menangani pasiennya. ”Kita banyak menerima (pasien) dari klinik dan RS swasta yang tidak bisa menangani pasiennya. Alasannya, keterbatasan alat atau karena positif Covid-19,” terangnya.
Perempuan asal Kecamatan Burneh itu menyatakan, RSUD Syamrabu tidak memberikan fee kepada siapa pun. Namun yang jelas, pendapatan yang didapat dari penanganan pasien akan disetor pada pendapatan asli daerah (PAD). Dengan demikian, memberikan konstribusi di bidang pembangunan di Kabupaten Bangkalan.
”Alat kesehatan kami (RSUD Syamrabu) sudah paling lengkap di Bangkalan. Kami hanya fokus memperbaiki pelayanan kepada masyarakat dan melakukan peningkatan SDM,” katanya.
Syafi, dokter kandungan di Rumah Sakit Ibu dan Anak di Jalan Letnan Singostro, tidak tahu-menahu adanya praktik pemberian fee kepada bidan yang membawa rujukan dari puskesmas. ”Saya dokter dan tugasnya hanya menerima pasien emergency. Apakah pasien perlu dikuret atau operasi, itu yang saya lakukan. Kalau soal itu (pemberian fee) urusan manajemen,” tukasnya.