BANGKALAN – Guru dan tenaga kependidikan honorer nonkategori (GTKHNK) melakukan audiensi ke Komisi D DPRD Bangkalan kemarin (12/2). Mereka menuntut diperhatikan dan diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
Ketua GTKHNK Bangkalan Lutfi Samsuri mengutarakan, kedatangannya ke kantor dewan untuk meminta dukungan agar bisa diangkat menjadi PNS tanpa tes. Sebab, selama ini keberadaannya kurang diperhatikan. ”Kami ini honorer di luar kategori, baik K1 dan K2, semacam tenaga sukwan. Honornya pun sukarela,” kata dia.
Atas dasar itu, pihaknya berinisiatif mengadu ke komisi D. Honor yang diterima tenaga honorer nonkategori sangat kecil. Sebagian ada yang menerima Rp 200 ribu hingga Rp 500 ribu. Tetapi, pembayarannya tiga bulan sekali. Menunggu BOS cair.
”Minimal honor yang kami terima sesuai dengan UMK. Tapi, bukan lagi dibebankan ke BOS, melainkan ke APBN,” ujarnya.
Honor guru SMP Rp 15 ribu per jam. Bahkan, ada yang di bawah itu. ”Kalau di SD itu mayoritas kisaran Rp 200 ribu ke atas,” ungkapnya.
Sementara fakta di lapangan, guru tiap SD yang berstatus PNS hanya satu hingga dua orang. Selebihnya THL dan tenaga sukwan. ”Kalau THL yang kategori itu masih jelas honornya. Kalau kami ini, ya bergantung sekolah,” sebutnya.
Jumlah honorer nonkategori itu cukup banyak. Jika rata-rata tiap desa tiga orang dan setiap desa ada tiga sekolah bisa mencapai 4 ribuan di Bangkalan. ”Padahal di bawah itu, ada satu desa bisa sampai lima sekolah,” ucapnya.
Ketua Komisi D DPRD D DPRD Bangkalan Nur Hasan mengaku sangat prihatin atas nasib tenaga honorer nonkategori. Sudah saatnya mereka diangkat menjadi PNS karena pengabdiannya cukup lama. ”Tetapi, kami tidak punya kewenangan dan pemerintah pusatlah yang bisa menentukan nasib mereka,” katanya.
Menurut dia, untuk diangkat menjadi PNS memang tidak mungkin. Namun, kalau honornya disamakan dengan besaran UMK, pihaknya setuju. ”Andai saja pemerintah kabupaten bisa menganggarkan itu pasti dilakukan. Tapi masalahnya tidak ada regulasinya,” jelasnya.
Pemerintah kabupaten itu tidak boleh mengeluarkan anggaran tanpa berdasarkan regulasi. Sementara tenaga honorer nonkategori itu di luar K1 dan K2. ”Karena itu, satu-satunya hanya pemerintah pusat yang bisa menolong mereka,” pungkasnya.