BANGKALAN – Kamal pernah ramai dengan aktivitas penyeberangan laut sembilan tahun lalu. Tepatnya sebelum Jembatan Suramadu diresmikan sejak 2009. Setelah itu Kamal berangsur sepi. Hingga kini upaya mengembalikan kejayaan Kamal terus dilakukan.
Puluhan kendaraan roda dua masih menunggu kedatangan KMP Tongkol untuk menyeberang ke Ujung Perak, Surabaya. Beberapa unit mobil juga terlihat Sabtu (8/12). KMP Jokotole baru saja berangkat. Langit di atas Pelabuhan Barat Kamal cerah pagi itu.
Di lapangan depan kantor angkutan sungai danau dan penyeberangan (ASDP), tumpukan ban dicat warna-warni. Anak-anak bermain di antara ban raksasa yang disusun itu. Bahkan, ada yang naik hingga puncak tumpukan ban melalui celah. Anak-anak itu baru pulang sekolah.
Ada beberapa orang berfoto dengan latar ban bekas yang bertuliskan Kamal Jaya di tengahnya itu. Merah, biru, kuning kunyit, hijau, dan putih. Warna-warni menghiasi 15 ban raksasa. Rupanya tumpukan ban warna-warni itu mulai ada sejak pergelaran Festival Bahari Kamal (FBK) 30 November 2018.
Belasan ban yang disusun ini sisa dari tumpukan ban yang mengalami insiden kebakaran di Pelabuhan Timur beberapa waktu lalu. ”Kalau sore kadang banyak anak muda nongkrong di sini,” kata Basiruddin, warga yang saat itu berteduh dari terik matahari di bangunan dekat loket.
Keberadaan tumpukan ban itu rupanya salah satu upaya meramaikan kunjungan ke Kecamatan Kamal. Agar tak hanya ramai saat festival dan karnaval. Ban warna-warni itu disusun untuk spot foto selfie. Agar ada tempat tongkrongan baru bagi muda mudi.
Jika tumpukan ban warna-warni itu lebih banyak, akan nampak lebih indah. Namun untuk mendapat ban raksasa tidak mudah. Kata Camat Kamal Ahmad Ahadiyan, dulu rencananya ada puluhan ban yang akan dicat. Puluhan ban yang ada di Pelabuhan Timur Kamal akan dicat saat FBK digelar. Sayangnya, ban lebih dulu terbakar.
Andai saja tak dilalap si jago merah, tumpukan ban yang dicat bisa jadi destinasi wisata. Namun hanya 15 ban saja yang tersisa. Itu pun karena ban tersebut luput dari kebakaran karena letaknya terpisah. ”Kalau bannya banyak pasti bagus,” ucap camat muda itu.
Inisiatif menjadikan tumpukan ban bekas itu menjadi wisata warna-warni sudah terbayang sejak awal 2018. Tak segera dilakukan karena masih momen politik. Yaitu pemilihan kepala daerah (pilkada). Pengecatan ban khawatir dikira bermuatan politis.
”Rencananya, setelah pilkada, ban akan dicat lalu disusun biar jadi wisata. Tapi tidak jadi karena musibah,” ungkapnya.
Ada bayangan untuk ditambah dengan tumpukan ban mobil biasa. Rupanya tak cocok ketika disandingkan dengan ban raksasa. Menurutnya sudah ada permintaan warga untuk kembali meramaikan Kamal dengan wisata. Menyulap ban bekas merupakan salah satu upaya.
”Ada warga yang bilang, Pak Camat, Sampean punya PR. Apa? Kata saya. Meramaikan kembali daerah Kamal. Saya langsung kepikiran membuat wisata ban warna-warni itu,” papar Ahmad Ahadiyan.
Rupanya memindahkan dan menyusun ban raksasa tak semudah membalikkan telapak tangan. Dengan bobot mencapai 4 ton per unit, butuh tenaga mesin untuk mengangkat ban tersebut. Kendaraan yang memindahkannya dari Pelabuhan Timur ke Barat saja tak mampu memuat 15 ban sekligus.
”Jangankan bawa semua, baru satu ban yang dinaikkan waktu itu suspensi truk patah. Itu baru satu,” tuturnya sembari tertawa. Usaha itu tidak sia-sia. Sejumlah pihak menyambut baik.
Kemudian ada FBK. Festival tahunan dengan berbagai kegiatan. Mulai dari menyajikan penampilan seni, budaya, olahraga bahari, hingga sajian produk-produk usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Bangkalan. Tujuannya sama. Menciptakan momentum kembalinya kejayaan Kamal.
”FBK tiga hari digelar. Ada 10 kegiatan. Ini sebagai upaya mewujudkan aspirasi masyarakat bahwa Kamal sepi sejak digratiskannya Suramadu,” terang Ahadiyan.
Upaya mengembalikan kejayaan Kamal menurutnya tidak akan berhenti. Masih ada rencana mengembangkan ban warna-warni atau wisata lain. Atau mengembangkan sektor lainnya. ”Pasti akan diupayakan,” tukas dia.