24.4 C
Madura
Sunday, May 28, 2023

Pasien Meninggal setelah Melahirkan

BANGKALAN, Jawa Pos Radar Madura – Tangis bayi laki-laki membuat keluarga Abdul Roni dan Fadilah bahagia. Namun, kebahagiaan itu kemudian diselimuti duka. Sebab, Fadilah, perempuan yang baru melahirkan itu meninggal dunia dua jam 40 menit setelah persalinan.

Warga Desa Parseh, Kecamatan Socah, itu mengembuskan napas terakhir di RSUD Syamrabu Bangkalan pada Rabu malam (6/10). Sebelumnya, dia melahirkan anak ketiganya di Rumah Sakit (RS) Anna Medika. Kematian ibu yang baru melahirkan itu memunculkan dugaan keterlambatan rujukan ke rumah sakit pelat merah.

Wakil Direktur Pelayanan Medik RSUD Syamrabu Farhat Suryaningrat mengutarakan, Fadilah tiba di RSUD sekitar pukul 22.40. Perempuan 35 tahun itu datang dengan keadaan pendarahan. Berdasarkan analisis dokter yang menangani, keadaannya sudah buruk.

”Masuk UGD (unit gawat darurat) dalam keadaan berat (kritis) dan saturasi oksigennya turun,” terangnya kemarin (7/10).

Setelah menjalani perawatan kurang dari setengah jam, Fadilah dinyatakan meninggal dunia. Menurut analisis dokter, ada indikasi keterlambatan dalam rujukan. Sehingga, saat tiba di RSUD kondisinya sudah sangat kritis dan nyawanya tidak tertolong. ”Memang ada indikasi ke situ (telat dirujuk),” tutur pria yang juga ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bangkalan tersebut.

Untuk mencari masalahnya, sambung Farhat, dinas kesehatan (dinkes) pasti melakukan pemeriksaan ketika penanganan persalinan. Sebab, angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) menjadi atensi pemerintah pusat dan daerah.

”Akan ada audit dari dinkes. Nanti yang dipanggil dokter dan organisasi profesi. Yaitu IDI, IBI (Ikatan Bidan Indonesia), dan POGI (Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia),” kata Farhat.

Wijaja, dokter yang menangani operasi Fadilah di RS Anna Medika membenarkan pasiennya itu meninggal. Penyebabnya, pendarahan yang terjadi pasca persalinan.

Baca Juga :  Joker Digital Printing Bagi-Bagi Takjil kepada Abang Becak

Dia menceritakan, saat di meja operasi, kondisi Fadilah baik-baik saja. Untuk mengantisipasi terjadinya kontraksi, pihaknya memberikan obat sebelum operasi dilakukan. Namun, berselang beberapa saat pasca-operasi, kondisinya memburuk dan mengalami pendarahan. ”Mungkin karena kelelahan, jadi kontraksi kurang baik. Itu yang menyebabkan pendarahan,” terangnya.

Wijaja tidak memungkiri pasien yang ditangani itu tidak langsung dirujuk ke RSUD saat terjadi pendarahan. Dia berusaha memberikan pelayanan dengan baik. Namun, kondisinya semakin parah. Itulah yang menyebabkan pasien akhirnya dirujuk ke RSUD dalam keadaan gawat.

”Kami masih tangani dan berusaha dulu, masak langsung lempar-lempar. Karena kejadian kontraksi kurang baik ini tidak bisa diprediksi,” imbuhnya.

Sementara itu, Kabid Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Dinkes Bangkalan Aris Budhiarto mengatakan, lembaganya pasti melakukan audit maternal perinatal (AMP) setiap kali terjadi kasus kematian ibu dan bayi. Pihaknya akan memanggil dokter yang menangani, ketua IDI, IBI, dan POGI. ”Kami akan uraikan masalahnya di AMP nanti,” imbuhnya.

Dikutip dari laman resmi Kementerian Kesehatan, AMP adalah serangkaian kegiatan penelusuran sebab kematian atau kesakitan ibu, perinatal, dan neonatal guna mencegah kesakitan dan kematian serupa di masa yang akan datang. AMP dilakuan untuk menentukan sebab dan faktor terkait dalam kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.

Selain itu, untuk memastikan tempat dan penyebab berbagai sistem dan program gagal dalam mencegah kematian. Juga untuk menentukan jenis intervensi dan pembinaan yang diperlukan.

Sumber yang sama menyebutkan, bahwa AMP di Indonesia yang dilaksanakan sejak 1997 belum berdampak pada perbaikan kesehatan maternal dan perinatal. Beberapa kendala menghambat keberhasilan program tersebut. Seperti, implementasi di lapangan sangat bervariasi dan pelaporan pelaksanaan AMP tidak terdokumentasikan dengan baik.

Selain itu, banyak daerah belum mempunyai tim pengkaji. Ada juga hasil pengkajian hanya menjadi dokumen dan belum ditindaklanjuti. Penyebab lain, rekomendasi belum dilaksanakan dengan optimal.

Baca Juga :  Hasil Penelitian Jagung dan Garam Sejahterakan Masayarakat

Aris menambahkan, meninggalnya Fadilah yang hanya 15 menit saat tiba di RSUD Syamrabu dibutuhkan analisis secara bersama-sama. Tujuannya, mencari tahu penyebab pasien meninggal. ”Apakah karena telat merujuk, emboli, atau lainnya,” sambung dia.

Pria berkacamata itu menambahkan, jika hasil AMP ditemukan fakta adanya kelalaian dokter yang menangani, akan dikenakan sanksi. Rencana AMP meninggalnya Fadilah menunggu informasi lebih lanjut dari RSUD Syamrabu.

Ketua Pengurus Cabang (PC) IBI Bangkalan Nur Hotibah mengatakan, pihaknya sudah menerima informasi meninggalnya Fadilah dari dinkes. Pihaknya langsung menindaklanjuti kepada pengurus tingkat ranting untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan. ”Dari pengumpulan data-data itu akan diketahui kronologisnya,” ungkapnya.

Dari data itu, akan diketahui ada indikasi keterlambatan rujukan atau tidak. Apakah karena rujukan dari bawah ke RS Anna Medika atau dari Anna Medika ke RSUD Syamrabu. Pihaknya memastikan akan menghadiri pemanggilan dari dinkes. ”Pasti kami hadir,” tutur perempuan yang juga kepala Puskesmas Kamal itu.

Pengurus POGI Cabang Surabaya Komisariat Madura Koordinator Bangkalan Muliadi Amanullah juga akan datang jika diundang Dinkes Bangkalan terkait AMP meninggalnya Fadilah. Dirinya biasanya diminta keterangan tentang proses pelayanan yang dilakukan dokter. ”Biasanya dimintai keterangan tentang jalannya penanganan. Apakah sudah sesuai dengan prosedur atau tidak,” ujarnya.

Uswatun Hasanah, menantu Fadilah mengatakan, keluarganya tidak mempersoalkan atas meninggalnya pasien. Sementara, bayi laki-laki yang lahir pukul 20.00 itu dalam kondisi selamat. Bagi pihak keluarga, meninggalnya Fadilah sudah takdir. Dengan demikian, pihak keluarga tidak akan menuntut apa pun. ”Pelayanan rumah sakit bagi kami sudah maksimal,” katanya.

BANGKALAN, Jawa Pos Radar Madura – Tangis bayi laki-laki membuat keluarga Abdul Roni dan Fadilah bahagia. Namun, kebahagiaan itu kemudian diselimuti duka. Sebab, Fadilah, perempuan yang baru melahirkan itu meninggal dunia dua jam 40 menit setelah persalinan.

Warga Desa Parseh, Kecamatan Socah, itu mengembuskan napas terakhir di RSUD Syamrabu Bangkalan pada Rabu malam (6/10). Sebelumnya, dia melahirkan anak ketiganya di Rumah Sakit (RS) Anna Medika. Kematian ibu yang baru melahirkan itu memunculkan dugaan keterlambatan rujukan ke rumah sakit pelat merah.

Wakil Direktur Pelayanan Medik RSUD Syamrabu Farhat Suryaningrat mengutarakan, Fadilah tiba di RSUD sekitar pukul 22.40. Perempuan 35 tahun itu datang dengan keadaan pendarahan. Berdasarkan analisis dokter yang menangani, keadaannya sudah buruk.


”Masuk UGD (unit gawat darurat) dalam keadaan berat (kritis) dan saturasi oksigennya turun,” terangnya kemarin (7/10).

Setelah menjalani perawatan kurang dari setengah jam, Fadilah dinyatakan meninggal dunia. Menurut analisis dokter, ada indikasi keterlambatan dalam rujukan. Sehingga, saat tiba di RSUD kondisinya sudah sangat kritis dan nyawanya tidak tertolong. ”Memang ada indikasi ke situ (telat dirujuk),” tutur pria yang juga ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bangkalan tersebut.

Untuk mencari masalahnya, sambung Farhat, dinas kesehatan (dinkes) pasti melakukan pemeriksaan ketika penanganan persalinan. Sebab, angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) menjadi atensi pemerintah pusat dan daerah.

”Akan ada audit dari dinkes. Nanti yang dipanggil dokter dan organisasi profesi. Yaitu IDI, IBI (Ikatan Bidan Indonesia), dan POGI (Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia),” kata Farhat.

- Advertisement -

Wijaja, dokter yang menangani operasi Fadilah di RS Anna Medika membenarkan pasiennya itu meninggal. Penyebabnya, pendarahan yang terjadi pasca persalinan.

Baca Juga :  Hasil Penelitian Jagung dan Garam Sejahterakan Masayarakat

Dia menceritakan, saat di meja operasi, kondisi Fadilah baik-baik saja. Untuk mengantisipasi terjadinya kontraksi, pihaknya memberikan obat sebelum operasi dilakukan. Namun, berselang beberapa saat pasca-operasi, kondisinya memburuk dan mengalami pendarahan. ”Mungkin karena kelelahan, jadi kontraksi kurang baik. Itu yang menyebabkan pendarahan,” terangnya.

Wijaja tidak memungkiri pasien yang ditangani itu tidak langsung dirujuk ke RSUD saat terjadi pendarahan. Dia berusaha memberikan pelayanan dengan baik. Namun, kondisinya semakin parah. Itulah yang menyebabkan pasien akhirnya dirujuk ke RSUD dalam keadaan gawat.

”Kami masih tangani dan berusaha dulu, masak langsung lempar-lempar. Karena kejadian kontraksi kurang baik ini tidak bisa diprediksi,” imbuhnya.

Sementara itu, Kabid Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Dinkes Bangkalan Aris Budhiarto mengatakan, lembaganya pasti melakukan audit maternal perinatal (AMP) setiap kali terjadi kasus kematian ibu dan bayi. Pihaknya akan memanggil dokter yang menangani, ketua IDI, IBI, dan POGI. ”Kami akan uraikan masalahnya di AMP nanti,” imbuhnya.

Dikutip dari laman resmi Kementerian Kesehatan, AMP adalah serangkaian kegiatan penelusuran sebab kematian atau kesakitan ibu, perinatal, dan neonatal guna mencegah kesakitan dan kematian serupa di masa yang akan datang. AMP dilakuan untuk menentukan sebab dan faktor terkait dalam kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.

Selain itu, untuk memastikan tempat dan penyebab berbagai sistem dan program gagal dalam mencegah kematian. Juga untuk menentukan jenis intervensi dan pembinaan yang diperlukan.

Sumber yang sama menyebutkan, bahwa AMP di Indonesia yang dilaksanakan sejak 1997 belum berdampak pada perbaikan kesehatan maternal dan perinatal. Beberapa kendala menghambat keberhasilan program tersebut. Seperti, implementasi di lapangan sangat bervariasi dan pelaporan pelaksanaan AMP tidak terdokumentasikan dengan baik.

Selain itu, banyak daerah belum mempunyai tim pengkaji. Ada juga hasil pengkajian hanya menjadi dokumen dan belum ditindaklanjuti. Penyebab lain, rekomendasi belum dilaksanakan dengan optimal.

Baca Juga :  Pemprov-Pusat Dorong Percepatan Penanganan Covid-19

Aris menambahkan, meninggalnya Fadilah yang hanya 15 menit saat tiba di RSUD Syamrabu dibutuhkan analisis secara bersama-sama. Tujuannya, mencari tahu penyebab pasien meninggal. ”Apakah karena telat merujuk, emboli, atau lainnya,” sambung dia.

Pria berkacamata itu menambahkan, jika hasil AMP ditemukan fakta adanya kelalaian dokter yang menangani, akan dikenakan sanksi. Rencana AMP meninggalnya Fadilah menunggu informasi lebih lanjut dari RSUD Syamrabu.

Ketua Pengurus Cabang (PC) IBI Bangkalan Nur Hotibah mengatakan, pihaknya sudah menerima informasi meninggalnya Fadilah dari dinkes. Pihaknya langsung menindaklanjuti kepada pengurus tingkat ranting untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan. ”Dari pengumpulan data-data itu akan diketahui kronologisnya,” ungkapnya.

Dari data itu, akan diketahui ada indikasi keterlambatan rujukan atau tidak. Apakah karena rujukan dari bawah ke RS Anna Medika atau dari Anna Medika ke RSUD Syamrabu. Pihaknya memastikan akan menghadiri pemanggilan dari dinkes. ”Pasti kami hadir,” tutur perempuan yang juga kepala Puskesmas Kamal itu.

Pengurus POGI Cabang Surabaya Komisariat Madura Koordinator Bangkalan Muliadi Amanullah juga akan datang jika diundang Dinkes Bangkalan terkait AMP meninggalnya Fadilah. Dirinya biasanya diminta keterangan tentang proses pelayanan yang dilakukan dokter. ”Biasanya dimintai keterangan tentang jalannya penanganan. Apakah sudah sesuai dengan prosedur atau tidak,” ujarnya.

Uswatun Hasanah, menantu Fadilah mengatakan, keluarganya tidak mempersoalkan atas meninggalnya pasien. Sementara, bayi laki-laki yang lahir pukul 20.00 itu dalam kondisi selamat. Bagi pihak keluarga, meninggalnya Fadilah sudah takdir. Dengan demikian, pihak keluarga tidak akan menuntut apa pun. ”Pelayanan rumah sakit bagi kami sudah maksimal,” katanya.

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/