BANGKALAN – Pemkab Bangkalan memiliki pekerjaan rumah (PR) untuk menyelesaikan masalah kepemilikan lahan. Terutama lahan yang ditempati bangunan lembaga pendidikan. Tidak sedikit status lahan yang belum jelas.
Ketidakjelasan status lahan tersebut berimbas pada upaya peningkatan mutu pendidikan. Salah satunya berkenaan peningkatan gemar membaca siswa. Sebab, dari 704 sekolah dasar (SD), hanya 502 lembaga yang dilengkapi perpustakaan. Sementara 202 lembaga lainnya belum memiliki gedung jantung sekolah itu.
Dana alokasi khusus (DAK) Bangkalan 2019 untuk SD Rp 14,2 miliar. Meski begitu, tidak ada satu pun lembaga yang mendapat alokasi dana untuk pembangunan gedung perpustakaan. Dari 704 sekolah itu terdiri atas 4.606 ruangan.
Kasi Kelembagaan Sarana dan Prasarana Disdik Bangkalan Muhammad Yakub membenarkan masih banyak lembaga yang belum memiliki gedung perpustakaan. Pemicunya adalah ketersediaan lahan sekolah dan anggaran. Masih banyak lembaga pendidikan yang berdiri di atas lahan yang statusnya belum jelas.
Pihaknya khawatir disoal oleh masyarakat jika dibangun gedung baru. ”Kalau masalah tanah tidak begitu. Anggaran memang yang paling utama,” tegasnya kemarin (1/6).
Di samping itu, lanjut Yakub, meskipun ada lahannya, tapi bermasalah, jadi sama. Sama-sama ada kendala. Disdik sudah berupaya mengusulkan anggaran untuk pembangunan lewat DAK dan APBN. ”Tahun 2018 dapat 11 sekolah. Tahun ini DAK hanya untuk perawatan bukan pembangunan,” jelasnya.
Pihaknya mengusulkan pembangunan perpustakaan semua sekolah untuk meningkatkan minat baca. Namun, dari DAK dipastikan tidak ada. ”Kalau yang dari APBN belum. Biasanya direalisasikan pertengahan tahun, bahkan akhir tahun,” tegasnya.
Pihaknya berjanji akan mengambil langkah untuk melegalkan semua status tanah lembaga pendidikan agar menjadi aset pemerintah. Dengan begitu, pembangunan perpustakaan tidak menjadi persoalan. ”Kalau lahannya resmi kan tinggal dibangun gedung perpusnya,” jelasnya.
Ketua Komisi D DPRD Bangkalan Nur Hasan meminta disdik mempercepat legalisasi lahan sekolah. Upaya itu bisa mempercepat pengembangan perpustakaan. ”Harus dilakukan inventarisasi dan dilakukan sertifikasi agar tidak ada yang mengklaim,” pintanya.