28 C
Madura
Monday, May 29, 2023

20 TKI Terancam Hukuman Mati

BANGKALAN – Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri berkunjung ke Bangkalan Sabtu (31/3). Kunjungannya untuk menghadiri Musyawarah Besar (Mubes) I Alumni dan Simpatisan Pondok Pesantren Syaichona Mohammad Cholil (Asschol).

Hanif menyampaikan, kasus yang ditemui terkait tenaga kerja Indonesia (TKI) di antaranya banyak pekerja ilegal. Padahal, jalur ilegal menjadi TKI sangat merugikan bagi para pengais rezeki di luar negeri. Termasuk TKI ilegal asal Madura.

”Bekerja ke luar negeri itu berisiko. Pastikan melalui jalur resmi. Jangan sampai nekat jadi TKI ilegal karena itu berbahaya. Para TKI ilegal sangat rentan akan timbulnya masalah,” katanya.

Madura menjadi salah satu penyumbang TKI. Namun banyak informasi mengenai banyaknya TKI ilegal asal Madura. ”Saya sendiri pernah bertemu TKI asal Madura yang ilegal. Saya tanya, dari Madura, Bu? Iya. Ilegal? Iya Pak,” ujar Hanif bercerita.

Menurutnya, untuk menjadi TKI setidaknya siap tiga hal. Yaitu mental, bahasa, dan keterampilan. Mental diperlukan untuk menghadapi segala macam perbedaan di tempat kerja. Misalnya kebudayaan, kebiasaan, hingga aturan hukum yang berlaku.

Keterampilan dibutuhkan agar pekerjaan yang dilakukan para TKI lebih baik dibandingkan hanya menjadi pembantu rumah tangga. ”Harus paham bahasa. Jangan sampai disuruh ngambil kopi, malah ngambil setrika. Setidaknya bekerja dengan profesi yang lebih baik,” ujar menteri kelahiran Semarang itu.

Profesi pembantu rumah tangga untuk kawasan Timur Tengah seperti Arab Saudi sudah ditiadakan. Dia meminta jika ada calo, tekong, atau oknum yang menawarkan pekerjaan menjadi pembantu rumah tangga di daerah Timur Tengah, tidak memercayai ajakan tersebut.

”Timur Tengah untuk pembantu rumah tangga sudah kami tutup sejak 2015. Jadi saya titip bagi saudara-saudara di Madura kalau ada yang menawarkan jangan langsung percaya,” tegas pria berkacamata ini.

Baca Juga :  Ratusan GTT  SMA/SMK Tunggu Pencairan Tunjangan

Terkait masalah hukum, pemerintah terus melakukan pembenahan. Salah satu yang menjadi landasan saat ini yakni Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Diterangkan, pemerintah terus berupaya melakukan pembahasan mendalam agar perlindungan TKI di kawasan Timur Tengah lebih kuat.

Hanif memaparkan, saat ini di Arab Saudi ada sekitar 102 TKI terancam hukuman  mati. Dari 102 itu, 79 orang sudah berhasil dibebaskan. Tiga TKI sudah dieksekusi mati. Saat ini tersisa 20 TKI yang terancam hukuman mati. Pemerintah menurutnya tidak tinggal diam. Semua jalur untuk bisa membebaskan para TKI yang terancam hukuman mati pun digunakan.

Untuk itu, dia mengimbau agar masyarakat yang ingin menjadi TKI harus mengetahui dengan baik tempat, peraturan, kebudayaan, dan bahasa dari negara yang dituju. Kasus Zaini Misrin, TKI asal Desa Kebun, Kecamatan Kamal, Bangkalan, yang dieksekusi pada Minggu (18/3), menurutnya, pemerintah Indonesia sudah berupaya maksimal.

”Kami terus membantu. Presiden Jokowi sudah tiga kali melakukan kunjungan ke Arab Saudi untuk meminta pengampunan bagi TKI yang akan dihukum mati,” tuturnya.

Menteri yang sempat duduk di kursi parlemen itu menuturkan, eksekusi mati kepada Zaini sempat ditunda berkali-kali. Sampai akhirnya dieksekusi. ”Sudah banyak yang kami lakukan. Pendampingan hukum, jalur diplomatik, keluarga difasilitasi bertemu, dan berangkat ke Arab Saudi juga sudah kami lakukan,” ungkapnya.

Dia menceritakan, ada TKI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi karena dilaporkan memiliki sihir. Dijelaskan, sihir di Arab Saudi bukan perkara mengguna-guna seseorang. Namun, bisa disebabkan oleh sebuah jimat.

Baca Juga :  Bayu Akbar Sulaiman Sabet Juara 1 Lomba Jaksa Teladan dan Berprestasi

”Jadi kalau Anda bawa jimat ke Arab, dalam bentuk tulisan, bungkusan, dan semacamnya kemudian diketahui, maka bisa dilaporkan. Ancamannya hukuman mati,” ujar menteri yang pernah mengenyam pendidikan di IAIN WaliSongo Jawa Tengah ini. Untuk itu, memahami segala hal tentang negara tempat bekerja para TKI sangat diperlukan. Hal itu agar terhindar dari berbagai masalah yang diakibatkan ketidaktahuan adanya perbedaan.

Hanif menerangkan, pemerintah sampai saat ini terus melakukan pembenahan tata kelola. Dengan demikian, masyarakat yang ingin bekerja ke luar negeri bisa lebih mudah, cepat, dan lebih aman.

Dia menyatakan, pendidikan sangat berpengaruh pada kualitas pekerjaan. Jumlah angkatan kerja di Indonesia 128 juta jiwa. Sedangkan 60 persen masyarakat hanya lulusan setingkat SD dan SMP. Alhasil, banyak masyarakat yang belum memiliki pekerjaan layak dan berkualitas.

Di luar negeri, lanjut Hanif, pekerja level menengah ke atas sudah cukup. Sedangkan kelas bawah kurang. Sehingga, banyak pekerjaan bawah yang diberikan pada orang asing seperti TKI. ”Kita kelas bawahnya kelebihan. Karena 60 persen masih lulusan SD, SMP. Itu yang menjadi agenda pemerintah untuk mendorong agar pekerja kita di level menengah ke atas bisa bertambah,” ungkapnya.

Tahun ini pengangguran di Indonesia 5,5 persen. Angka itu mengalami penurunan dibandingkan pada 2017 yang mencapai 6,18 persen. Menurutnya, angka tersebut paling rendah sejak Indonesia memasuki era reformasi.

”Jumlahnnya memang masih banyak. Tapi tolong juga dilihat penurunannya. Mudah-mudahan tahun ini bisa lebih menurun lagi,” tuturnya. ”Masyarakat harus menyadari pentingnya pendidikan. Kita dorong keluarga dan tetangga kita untuk berpendidikan. Agar menguasai keterampilan sehingga memiliki pekerjaan yang layak,” tukas Hanif.

 

BANGKALAN – Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri berkunjung ke Bangkalan Sabtu (31/3). Kunjungannya untuk menghadiri Musyawarah Besar (Mubes) I Alumni dan Simpatisan Pondok Pesantren Syaichona Mohammad Cholil (Asschol).

Hanif menyampaikan, kasus yang ditemui terkait tenaga kerja Indonesia (TKI) di antaranya banyak pekerja ilegal. Padahal, jalur ilegal menjadi TKI sangat merugikan bagi para pengais rezeki di luar negeri. Termasuk TKI ilegal asal Madura.

”Bekerja ke luar negeri itu berisiko. Pastikan melalui jalur resmi. Jangan sampai nekat jadi TKI ilegal karena itu berbahaya. Para TKI ilegal sangat rentan akan timbulnya masalah,” katanya.


Madura menjadi salah satu penyumbang TKI. Namun banyak informasi mengenai banyaknya TKI ilegal asal Madura. ”Saya sendiri pernah bertemu TKI asal Madura yang ilegal. Saya tanya, dari Madura, Bu? Iya. Ilegal? Iya Pak,” ujar Hanif bercerita.

Menurutnya, untuk menjadi TKI setidaknya siap tiga hal. Yaitu mental, bahasa, dan keterampilan. Mental diperlukan untuk menghadapi segala macam perbedaan di tempat kerja. Misalnya kebudayaan, kebiasaan, hingga aturan hukum yang berlaku.

Keterampilan dibutuhkan agar pekerjaan yang dilakukan para TKI lebih baik dibandingkan hanya menjadi pembantu rumah tangga. ”Harus paham bahasa. Jangan sampai disuruh ngambil kopi, malah ngambil setrika. Setidaknya bekerja dengan profesi yang lebih baik,” ujar menteri kelahiran Semarang itu.

Profesi pembantu rumah tangga untuk kawasan Timur Tengah seperti Arab Saudi sudah ditiadakan. Dia meminta jika ada calo, tekong, atau oknum yang menawarkan pekerjaan menjadi pembantu rumah tangga di daerah Timur Tengah, tidak memercayai ajakan tersebut.

- Advertisement -

”Timur Tengah untuk pembantu rumah tangga sudah kami tutup sejak 2015. Jadi saya titip bagi saudara-saudara di Madura kalau ada yang menawarkan jangan langsung percaya,” tegas pria berkacamata ini.

Baca Juga :  Usul Terapkan Parkir Elektronik

Terkait masalah hukum, pemerintah terus melakukan pembenahan. Salah satu yang menjadi landasan saat ini yakni Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Diterangkan, pemerintah terus berupaya melakukan pembahasan mendalam agar perlindungan TKI di kawasan Timur Tengah lebih kuat.

Hanif memaparkan, saat ini di Arab Saudi ada sekitar 102 TKI terancam hukuman  mati. Dari 102 itu, 79 orang sudah berhasil dibebaskan. Tiga TKI sudah dieksekusi mati. Saat ini tersisa 20 TKI yang terancam hukuman mati. Pemerintah menurutnya tidak tinggal diam. Semua jalur untuk bisa membebaskan para TKI yang terancam hukuman mati pun digunakan.

Untuk itu, dia mengimbau agar masyarakat yang ingin menjadi TKI harus mengetahui dengan baik tempat, peraturan, kebudayaan, dan bahasa dari negara yang dituju. Kasus Zaini Misrin, TKI asal Desa Kebun, Kecamatan Kamal, Bangkalan, yang dieksekusi pada Minggu (18/3), menurutnya, pemerintah Indonesia sudah berupaya maksimal.

”Kami terus membantu. Presiden Jokowi sudah tiga kali melakukan kunjungan ke Arab Saudi untuk meminta pengampunan bagi TKI yang akan dihukum mati,” tuturnya.

Menteri yang sempat duduk di kursi parlemen itu menuturkan, eksekusi mati kepada Zaini sempat ditunda berkali-kali. Sampai akhirnya dieksekusi. ”Sudah banyak yang kami lakukan. Pendampingan hukum, jalur diplomatik, keluarga difasilitasi bertemu, dan berangkat ke Arab Saudi juga sudah kami lakukan,” ungkapnya.

Dia menceritakan, ada TKI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi karena dilaporkan memiliki sihir. Dijelaskan, sihir di Arab Saudi bukan perkara mengguna-guna seseorang. Namun, bisa disebabkan oleh sebuah jimat.

Baca Juga :  Setelah Salat Subuh Kabag Humas Bangkalan Biasakan Joging

”Jadi kalau Anda bawa jimat ke Arab, dalam bentuk tulisan, bungkusan, dan semacamnya kemudian diketahui, maka bisa dilaporkan. Ancamannya hukuman mati,” ujar menteri yang pernah mengenyam pendidikan di IAIN WaliSongo Jawa Tengah ini. Untuk itu, memahami segala hal tentang negara tempat bekerja para TKI sangat diperlukan. Hal itu agar terhindar dari berbagai masalah yang diakibatkan ketidaktahuan adanya perbedaan.

Hanif menerangkan, pemerintah sampai saat ini terus melakukan pembenahan tata kelola. Dengan demikian, masyarakat yang ingin bekerja ke luar negeri bisa lebih mudah, cepat, dan lebih aman.

Dia menyatakan, pendidikan sangat berpengaruh pada kualitas pekerjaan. Jumlah angkatan kerja di Indonesia 128 juta jiwa. Sedangkan 60 persen masyarakat hanya lulusan setingkat SD dan SMP. Alhasil, banyak masyarakat yang belum memiliki pekerjaan layak dan berkualitas.

Di luar negeri, lanjut Hanif, pekerja level menengah ke atas sudah cukup. Sedangkan kelas bawah kurang. Sehingga, banyak pekerjaan bawah yang diberikan pada orang asing seperti TKI. ”Kita kelas bawahnya kelebihan. Karena 60 persen masih lulusan SD, SMP. Itu yang menjadi agenda pemerintah untuk mendorong agar pekerja kita di level menengah ke atas bisa bertambah,” ungkapnya.

Tahun ini pengangguran di Indonesia 5,5 persen. Angka itu mengalami penurunan dibandingkan pada 2017 yang mencapai 6,18 persen. Menurutnya, angka tersebut paling rendah sejak Indonesia memasuki era reformasi.

”Jumlahnnya memang masih banyak. Tapi tolong juga dilihat penurunannya. Mudah-mudahan tahun ini bisa lebih menurun lagi,” tuturnya. ”Masyarakat harus menyadari pentingnya pendidikan. Kita dorong keluarga dan tetangga kita untuk berpendidikan. Agar menguasai keterampilan sehingga memiliki pekerjaan yang layak,” tukas Hanif.

 

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/